Yesaya

Nabi Israel
(Dialihkan dari Ysya'yahu)

Yesaya (Ibrani: Ysya'yahu יְשַׁעְיָהוּ; Arab: أشعياء Asya'yaa; "YHWH adalah keselamatan"[1]) adalah figur utama dalam Kitab Yesaya, ia adalah nabi Yudea abad ke-8 SM.[2] Ia dipanggil sebagai nabi pada tahun matinya raja Uzia, sekitar tahun 740 SM.[1] Yesaya bernubuat sekurang-kurangnya 40 tahun[3] pada zaman raja Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia dari Kerajaan Yehuda.[1][4]

Yesaya
Yesaya, dilukiskan oleh Michelangelo (c.1508-1512 — seperti tampak pada langit-langit Kapel Sistine, Kota Vatikan)
PekerjaanNabi
Orang tuaAmos/Amshoya
Musicbrainz: 5e66c130-fa18-4828-8840-d6c3a8e999fb Modifica els identificadors a Wikidata

Genealogi

sunting

Yesaya menikah dengan seorang nabiah yang melahirkan dua orang putra, yaitu Syear Yasyub (orang yang tertinggal akan kembali) dan Maher-Syalal Hasy-Bas (cepat rusak, cepat jadi mangsa). Nama yang diberikan kepada kedua anaknya merupakan petunjuk mengenai misinya.[3] Ayahnya bernama Amos,[5] sedangkan orang Arab menyebutnya dengan nama Amshoya.

Biografi

sunting

Pada pertengahan abad ke-8 SM, baik Israel pada pemerintahan Yerobeam II (782-753 SM), maupun Yehuda pada pemerintahan Uzia, menikmati masa kemakmuran.[1] Keadaan ini sebagian besar adalah akibat lemahnya kerajaan Aram dan alpanya campur tangan Asyur di wilayah barat dalam jangka waktu yang cukup lama.[1] Berdasarkan (2 Tawarikh 26:22) diduga Yesaya telah aktif di istana raja sekurang-kurangnya beberapa tahun sebelum wafatnya raja Uzia.[3] Selain itu, jika Yesaya mencatat mengenai kematian Sanherib (Yesaya 37:38), maka kegiatannya di istana dan pelayanan profetiknya mencakup masa sekitar 745-680 SM.[3][4] Masa pelayanan Yesaya ini penuh dengan peristiwa-peristiwa terpenting lebih dari masa-masa lain dalam sejarah Israel.[3] Dalam kemakmuran Yehuda pada masa pemerintahan Uzia tahun 745 SM, Tiglat-Pileser III menduduki takhta Asyur[1] dan sebelum tahun 740 SM, ia pun menguasai Siria Utara.[3]

Selanjutnya Tiglat-Pileser III menaklukan kota Aram di Hamat dan memaksa kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk membayar upeti supaya terlepas dari nasib yang sama.[3] Kondisi ini memunculkan gerakan anti-Asyur, yaitu Pekah dari Israel dan Rezin dari Aram.[1] Gerakan ini memaksa, raja Ahas dari Yehuda untuk bergabung.[1] Karena Ahas tidak bersedia, ia akhirnya meminta pertolongan dari Asyur dan hal tersebut menyebabkan Yehuda menjadi negara dalam kendali Asyur.[1] Pada tahun 732 SM, Asyur merebut Damsyik dan mengambil wilayah utara Dataran Yizreel.[1] Sedangkan sisa kerajaan Utara dibiarkan dalam kepemimpinan Hosea.[1] Setelah peristiwa tersebut, ada gerakan kemerdekaan untuk menentang kekuasaan Asyur.[1] pada peristiwa ini, Yesaya hadir untuk memperingatkan Yehuda untuk tidak terlibat dalam gerakan politik yang sama, khususnya dalam hal meminta bantuan kepada bangsa Mesir.[1] Pada zaman Hizkia, juga timbul gerakan-gerakan sejenis yang melibatkan Yehuda dan Mesir.[1] Setelah Sargon raja Asyur meninggal, gerakan Yehuda timbul menentang penerusnya, Sanherib (705-681 SM).[1]

Warta Nabi

sunting

Pada masa baktinya Yesaya menyadarkan orang-orang fasik di antara bangsanya dalam hal peribadatan.[2] Dengan tegas ia mengajak Yehuda untuk tidak menggabungkan diri dengan bangsa-bangsa lain, melainkan percaya kepada Tuhan.[2] Pokok pemberitaannya adalah umat yang percaya kepada Tuhan mempertahankan kedudukannya sebagai bangsa yang kudus bagi Tuhan (Yesaya 7:9).[2] Ia mendeklarasikan bahwa seisi dunia berada dalam pengendalian Tuhan, dan memperingatkan masyarakatnya bahwa negeri mereka akan dimusnahkan apabila mereka berpaling dari Tuhan.

Pemikiran

sunting

Yesaya menitikberatkan kepercayaan kepada Allah dalam keadaan yang paling sukar.[4] Ia tidak hanya bernubuat bagi para raja, tetapi ia aktif dalam bidang politik.[4] Yesaya menggunakan dua kata penting untuk Allah, yaitu: Yahwe Sebaot (Tuhan semesta alam yang mempunyai segala kuasa di langit dan dibumi) dan Kadosy Israel (Sang Kudus Israel).[4] Yesaya meyakini bahwa Allah hadir secara aktif.[6] Yesaya mengetahui bahwa Allah memakai kekuasaan dan kekuatan Asyur untuk menghukum orang Israel, tetapi iapun tahu bahwa kekuatan dan kekuasaan Asyur dibatasi pula oleh kekuasaan Allah.[4] Selain itu, Yesaya menantikan seorang Mesias dari keturunan Daud (lih. pasal 7, 9, 11).[4]

Tindakan Kenabian

sunting
  1. Nabi dan Anak-Anaknya (Yesaya 7:3)
    Tindakan Yesaya membawa anak-anaknya menuju saluran air merupakan isyarat bagi raja Ahas, bahwa rencana TUHAN tidak boleh dibandingkan dengan rencana manusia.[7] Persekongkolan Aram dan Israel[7] tidak akan terjadi, sedangkan rencana TUHAN berkat janjinya kepada Daud akan terjadi.[7] Yesaya membawa anak-anaknya menuju saluran adalah jaminan aman bila Ahas mau beriman dan menyatakan kesediaannya terhadap TUHAN secara tulus.[7]
  2. Nabi Menuliskan Nama Anaknya sebagai Isyarat (Yesaya 8:1-4)
    Kisah penulisan nama dan pemberian nama yang menjadi isyarat kenabian ini jelas menunjukkan makna tindakan Yesaya sebagai peringatan akan karya TUHAN yang bertindak kepada bangsa saat ini.[7] Dengan kisah ini, diingatkan kembali bahwa Allah yang menentukan rencananya. Manusia dapat merencanakan tetapi Tuhan yang menentukannya.[7]
  3. Nabi Membuka Kain Kabung (Yesaya 20:1-6)
    Tindakan Yesaya membuka kain kabungnya itu, jelas merupakan peringatan yang tegas, jelas dan konkret akan nasib para tawanan perang pada saat ditawan lawan. Hal ini mengingatkan umat secara nyata agar tidak terlibat dengan pemberontakan yang sedang terjadi.[7] ia memberikan isyarat yang mudah dipahami dan dapat dilihat mata.[7]

Kitab Yesaya

sunting

Seluruh kitab ini dapat dibagi dalam tiga bagian :

  1. Pasal 1-39 berasal dari zaman ketika Yehuda, kerajaan selatan, diancam oleh Asyur, negara tetangga yang sangat kuat. Yesaya menyadari bahwa yang sesungguhnya mengancam kehidupan Yehuda bukanlah kekuatan Asyur, tetapi dosa bangsa Yehuda sendiri, karena bangsa itu tidak taat dan kurang percaya kepada Tuhan. Baik dengan kata-kata, maupun dengan perbuatan, Nabi Yesaya mendorong rakyat serta para pemimpin mereka untuk hidup menurut kehendak Tuhan dan berlaku adil. Ia mengingatkan bahwa umat Tuhan akan celaka dan binasa kalau tidak mau mendengarkan Tuhan. Yesaya juga meramalkan perdamaian dunia dan kedatangan seorang keturunan Daud yang akan menjadi raja yang diidam-idamkan.
  2. Pasal 40-55 ditujukan kepada orang-orang Yehuda akan hidup dalam pembuangan di Babel. Mereka dalam keadaan hancur tanpa harapan. Yesaya memberitakan bahwa tak lama lagi Tuhan membebaskan umat-Nya dan membawa mereka pulang ke Yerusalem, untuk memulai suatu hidup baru. Tema penting bagian ini ialah bahwa Tuhan itu Tuhan yang menguasai sejarah, dan bahwa Ia merencanakan untuk mengutus umat-Nya ke segala bangsa yang akan diberkati melalui Israel. Ayat-ayat tentang "Hamba Tuhan" merupakan salah satu bagian yang paling terkenal dari Perjanjian Lama.
  3. Pasal 56-66 sebagian besar ditujukan kepada bangsa yang sudah kembali di Yerusalem. Mereka perlu diyakinkan lagi bahwa Tuhan akan memenuhi janji-janji-Nya kepada bangsa itu. Perhatian khusus diberikan kepada cara hidup yang benar dan keadilan; juga kepada cara merayakan hari Sabat, mempersembahkan kurban dan doa. Ayat-ayat penting ialah 61:1-2 yang dipakai Yesus untuk menyatakan panggilan-Nya ketika Ia memulai tugas-Nya di dunia.[1]

Para pakar studi Biblika memberikan nama yang berbeda-beda untuk masing-masing dari ketiga bagian kitab ini. Pasal 1-39 dinamai Proto-Yesaya, pasal 40-55 dinamai Deutero-Yesaya, dan pasal 56-66 dinamai Trito-Yesaya. Mereka juga menduga bahwa masing-masing bagian itu ditulis oleh penulis yang berlainan pula. Namun, dugaan ini sekarang sudah dianggap tidak tepat lagi dengan ditemukannya "Gulungan Yesaya Besar" di antara Gulungan Laut Mati. Gulungan itu memuat seluruh Kitab Yesaya dalam bahasa Ibrani secara lengkap dan diperkirakan ditulis pada tahun 125 SM. Karena ini merupakan salinan lengkap dan tidak ditemukan salinan sebagian, maka para ahli percaya bahwa kitab aslinya telah ditulis lengkap jauh sebelumnya, yaitu sebelum pembuangan, kemungkinan besar oleh satu orang Yesaya, yaitu seorang nabi dihormati pada zaman raja Hizkia, dan disalin terus semasa pembuangan sampai sekembalinya ke tanah Israel lagi.

Arkeologi

sunting

Pada bulan Februari 2018 arkeolog Eilat Mazar mengumumkan bahwa dia dan timnya telah menemukan suatu segel meterai kecil bertuliskan "[milik] Yesayahu nvy" (dapat direkonstruksi dan dibaca "[milik] Yesaya nabi") selama ekskavasi di Ofel, sisi selatan Bukit Bait Suci di Yerusalem.[8] Bulla kecil ini ditemukan "hanya 10 kaki jauhnya" dari tempat penemuan bulla utuh bertuliskan "[milik] Hizkia raja Yehuda" pada tahun 2015 oleh tim yang sama.[9] Meskipun nama "Yesaya" dalam abjad Ibrani Kuno jelas terbaca, kerusakan pada sisi kiri bawah segel itu menyebabkan kesulitan pemastian kata "nabi" atau suatu nama Ibrani "Navi", sehingga ada keraguan apakah segel ini benar-benar milik nabi Yesaya.[10]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Indonesia)J.D. Douglas, 2008. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II. Jakarta: Bina Kasih.
  2. ^ a b c d (Indonesia) I. Snoek. 1981. Sejarah Suci. Jakarta: BPK Gunung Mulia
  3. ^ a b c d e f g (Indonesia)W.S. Lasor. 1994. Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  4. ^ a b c d e f g (Indonesia) J. Blommendaal. 1979. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  5. ^ Yesaya 1:1
  6. ^ (Indonesia)Pr. Darmawijaya. 1990. Warta Nabi Masa Pembuangan dan Sesudahnya. Yogyakarta: Kanisius.
  7. ^ a b c d e f g h Darmawijaya,Pr., Tindak Kenabian: Kisah Perbuatan Aneh Para Nabi, Kanisius, Yogyakarta 1991
  8. ^ Mazar, Eilat. Is This the "Prophet Isaiah’s Signature?" Biblical Archaeology Review 44:2, March/April May/June 2018.
  9. ^ In find of biblical proportions, seal of Prophet Isaiah said found in Jerusalem. By Amanda Borschel-Dan. The Times of Israel. 22 February 2018. Quote: "Chanced upon near a seal identified with King Hezekiah, a tiny clay piece may be the first-ever proof of the prophet, though a missing letter leaves room for doubt."
  10. ^ "Isaiah’s Signature Uncovered in Jerusalem: Evidence of the prophet Isaiah?" By Megan Sauter. Bible History Daily. Biblical Archeology Society. 22 Feb 2018. Quote by Mazar: "Because the bulla has been slightly damaged at end of the word nvy, it is not known if it originally ended with the Hebrew letter aleph, which would have resulted in the Hebrew word for "prophet" and would have definitively identified the seal as the signature of the prophet Isaiah. The absence of this final letter, however, requires that we leave open the possibility that it could just be the name Navi. The name of Isaiah, however, is clear."