Xun Jing
Xun Jing (巡境) merupakan salah satu kegiatan dalam peribadahan umat Agama Khonghucu atau Tridharma. Dalam kegiatan ini, arca sang dewa (Kim Sin) diarak keliling kota dengan iringan berbagai atribut ditambah kesenian Barongsai, Liong, Cingge, dan sebagainya. Ritual Xun Jing sekarang ini lebih populer dengan sebutan Kirab.[1] Kesenian Jawa, seperti wayang kulit dan jaran kepang yang dimainkan empat orang, juga digunakan untuk meramaikan prosesi kirab.[2] Terdapat istilah lain untuk ritual ini: shengjia xunyou / 圣驾巡游 ("mengarak dewa"), miaohui / 庙会 ("pesta kuil"), dan youshen / 游神 ("dewa berkeliling").[3] Di Jepang, dinamakan 神幸祭 (shinkousai).
Meskipun berasal dari kebudayaan asli masyarakat Tionghoa, banyak etnis lain yang turut berperan dalam prosesi arak-arakan untuk turut memperoleh berkah. Misalnya dengan beramai-ramai ikut mengangkat tandu atau menyumbangkan kesenian tradisional setempat.
Etimologi
suntingXun Jing secara harafiah memiliki arti Merondai Lingkungan. Istilah lain dalam bahasa Fujian (Hokkian) adalah Jut Bio atau Keluar Kuil/Klenteng dan Jiao Keng atau Mengelilingi Lingkungan. Istilah-istilah tersebut menandakan bahwa maksud diadakan Xun Jing adalah mengusung Kim Sin keluar Klenteng untuk membersihkan lingkungan (pemukiman) dari pengaruh negatif.[1]
Tata Cara dan Ritual
suntingTradisi Xun Jing sudah berlangsung selama ribuan tahun. Dalam pelaksanaannya, telah dikembangkan beraneka ragam peraturan dengan maksud tertentu yang wajib ditaati para pesertanya. Namun, tata cara ritual ini sering kacau karena banyak peserta yang tidak lagi memahami tradisi yang selama ini berlangsung.[1]
Penyegelan Pintu Utama Klenteng
suntingPada umumnya, Klenteng memiliki sebuah pintu utama yang diapit dua buah pintu kecil disamping kanan dan kirinya. Pintu utama biasanya selalu ditutup karena merupakan jalan masuk bagi para Roh Suci (Shen Ming atau Dewa). Umat atau pengunjung dapat menggunakan pintu masuk lainnya.[1]
Saat pelaksaan Xun Jing, pintu utama dipasang segel yang terbuat dari kertas merah dengan tinta hitam, atau kertas kuning dengan tinta merah. Segel cukup dipasang menggunakan lem. Prosesi Xun Jing dimulai setelah segel ini dirobek menggunakan pikulan depan tandu yang mengangkat Kim Sin Roh Suci pembuka jalan (Xian Feng Qiao). Segel selanjutnya dibakar bersama kimcoa (kertas emas) setelah prosesi selesai.[1]
Ritual ini bisa tidak dilakukan jika Klenteng yang bersangkutan hanya memiliki satu buah pintu saja (sehingga tidak ada jalan lain bagi iring-iringan di depan tandu untuk keluar terlebih dahulu) atau jika ada kesulitan lain (misalnya jika pintu utama terlalu sempit).[1]
Replika Pusaka dan Senjata
suntingPusaka ini biasanya berupa panji atau bendera besar yang berbentuk segitiga, segi empat memanjang, atau vaandel besar dan berlukisan.[1]
- Lukisan Hu Jiang Jun (Fujian/Hokkian: Hou Ciang Kun; Indonesia: Panglima Harimau). Digunakan oleh Fu De Zheng Shen (Tu Di Gong atau Dewa Bumi). Hou Ciang Kun berbulu kuning (warna tanah) dan belang hitam (warna hitam adalah lambang air).
- Gambar Tiong Than Goan Swee (Lo Cia). Digunakan oleh: Xuan Tian Shang Di, Buddha Sakyamuni, Guan Yin Bu Sa, Tai Shang Lao Jun, Tian Shang Sheng Mu, atau Roh Suci lain yang sederajat dengan mereka.
- Gambar Ceng Goan Cin Kung (Guandi). Digunakan oleh Cheng Huang, Khay Ciang Seng Ong, Ze Hai Zhen Ren, atau para Roh Suci yang sederajat dengan mereka.
Tandu
suntingUmumnya ada dua macam tandu yang dipakai, yaitu tandu yang berbentuk kursi dengan bagian belakang terbuka (Tai Ping Qiao) dan tandu yang tertutup atap (Lian Qiao).[1]
Tandu dipasang bendera lima warna Wu Xing (hijau, merah, kuning, putih, hitam) pada bagian atas dan belakangnya jika digunakan untuk mengangkat Arca Dewata Taoisme. Bendera tersebut berwarna berbeda (biru, kuning, merah, putih, oranye) jika tandu digunakan untuk mengangkat Arca makhluk suci Agama Buddha. Pemasangan bendera harus berdasarkan tata cara khusus.[1]
Urutan Xun Jing
suntingPenataan urut-urutan dalam Xun Jing memiliki aturan tertentu, sesuai dengan fungsi masing-masing bagian. Berikut ini merupakan urutan dalam Xun Jing Sam Poo Kong di Klenteng Sam Po Kong, Semarang. Urutan ini merujuk pada prosesi Xun Jing di istana China.[1]
Urutan dari depan:
- Sang Saka Merah Putih.
- Bendera Klenteng bersangkutan (ukuran besar).
- Bendera besar bertuliskan nama Roh Suci (Shen Ming) yang diarak.
- Alat musik simbal berukuran besar (Xian Feng Luo).
- Sepasang papan bertuliskan Su Jing (Harap Tenang) dan Hui Bi (Beri Jalan).
- Lentera (Lu Deng).
- Replika pusaka dan senjata.
- Panji-panji atau bendera PTITD (Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma).
- Grup musik seperti Da Gu Dui (Toa Ko Tui) atau Gamelan.
- Gedawangan (sejenis ondel-ondel) berwujud Zhang Tian Shi (Thio Thian Su), yaitu seorang tokoh pembuat Hu dan pengusir roh jahat, untuk membuka jalan.
- Bendera Perintah untuk membuka jalan (Ling Qi) berukuran kecil.
- Tempa Dupa (Xiang Ding) beserta abu (Xiang Lu).
- Tandu yang mengangkat arca Roh Suci pembuka jalan (Xian Feng Qiao).
- Tandu yang mengangkat arca Roh Suci pengawal (Tai Ping Qiao).
- Payung Agung/Kebesaran (Shen San).
- Tandu Utama mengangkat arca Roh Suci tuan rumah (Shen Qiao/ Lian Qiao).
- Kipas Agung/Kebesaran (Shen Shan).
- Grup seni musik setempat (kedengcong).
- Grup Liong-Samsi.
- Grup kesenian lain, misalnya Reog.
Tandu yang mengangkat arca Roh Suci tamu (yang datang atas undangan Klenteng tuan rumah) ditempatkan di belakang tandu Roh Suci pengawal (Tai Ping Qiao). Grup Liong-Samsi tamu diurutkan di belakang Liong-Samsi tuan rumah.
Klenteng Tamu
suntingKlenteng yang diundang dalam perayaan ulang tahun Roh Suci utama yang dipuja adalah Klenteng yang memiliki hubungan abu. Yang dimaksud dengan hubungan abu adalah, pada saat peresmian Klenteng baru, Klenteng tersebut menerima abu dari Klenteng lain yang lebih tua serta memuja Roh Suci yang sama. Abu digunakan untuk menancapkan hio dalam ritual paling pertama yang dilakukan pada Klenteng tersebut. Kebiasaan itu disebut Fen Xiang atau Membangi Hio.[1]
Kebiasaan ini kini sudah kabur. Sekarang pada saat perayaan ulang tahun Roh Suci utama, Klenteng yang merayakan juga mengundang Klenteng-Klenteng lain yang tidak memiliki hubungan abu dengannya untuk ikut meramaikan upacara. Meskipun dapat mempererat hubungan antar Klenteng, tetapi dikhawatirkan terjadi pelanggaran kedudukan Roh Suci. Setiap Roh Suci atau Shen Ming memiliki derajat yang berbeda-beda dan tidak seharusnya ditempatkan begitu saja pada jajaran yang sama.[1]
Pelaksanaan Kirab
suntingBerikut ini merupakan contoh pelaksanaan Xun Jing (Kirab).
Xun Jing dalam Rangka Hari Raya
sunting- Kirab Roh Suci Cheng Huang Ye (Dewa Pelindung Kota). Biasa dilakukan pada festival Zong Yuan untuk melindungi penduduk kota dari pengaruh buruk para hantu yang berkeliaran pada hari itu. Beberapa kota juga melaksanakan kirab ini pada festival Zhong Qiu. Pada zaman dahulu, kirab Cheng Huang dilaksanakan secara meriah pada 3 musim (Musim Semi, Gugur, dan Dingin).[1]
- Kirab pada hari raya Cap Go Meh. Arca Cheng Huang atau Roh Suci tertua di kota tersebut, misalnya arca Tian Shang Sheng Mu di Kota Lasem.[1]
- Kirab untuk memperingati Hari Ulang Tahun (Sejit) Kongco. Misalnya perayaan Hari Ulang Tahun YM Kongco Sin Long Tay Tee atau Dewa Pertanian dan Pengobatan di Pekalongan.[4]
Jin Xiang
suntingJin Xiang (Mengantarkan Dupa) dilakukan oleh Klenteng-Klenteng yang memiliki hubungan abu. Kirab ini bertujuan untuk mempererat kembali hubungan abu tersebut dengan cara membawa kembali abu pemujaan ke Klenteng asalnya.[1]
- Kirab Sam Po Kong di Semarang diadakan setiap tahun ke Klenteng Tay Kak Sie menuju Klenteng Sam Po Kong. Menurut sejarah, abu di altar Klenteng Tay Kak Sie berasal dari Klenteng Sam Po Kong.[1]
- Kirab ratusan arca Tian Shang Sheng Mu dari Taiwan menuju kuil pusat di Meizhou, Fujian, setiap Imlek tanggal 23 bulan 3.[1]
- Kirab Klenteng-Klenteng Chen Fu Zhen Ren pada saat ultah Kongco di klenteng pusat TITD Hu Tang Miao, Banyuwangi.
Xun Jing Membersihkan Lingkungan
suntingXun Jing ini dilakukan pada keadaan tertentu dan darurat.
- Kirab Poo Seng Tay Tee (Dewa Pengobatan) dari China berkeliling Kota Semarang pada saat terjadi wabah pada tahun 1860.[1]
- Kirab Toa Pe Kong (Dewa Bumi) dari Klenteng Siu Hok Bio, Semarang. Atas saran pemuka masyarakat, arca Toa Pe Kong yang pada saat itu belum pernah Xun Jing, akhirnya diarak keliling kota sebagai tanda terima kasih bahwa Kota Semarang bebas dari kerusuhan tahun 1998.[1]
- Kirab Kongco Hok Tik Cing Sien di Solo, pada tahun 2011 sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Dewa Bumi.[5]
Referensi
sunting- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Bidang Litbang PTITD/Matrisia Jawa Tengah. 2007. Pengetahuan Umum tentang Tridharma. Semarang: Penerbit Benih Bersemi.
- ^ Antara. 26 Juli 2008. "Kompas", Kirab Kongco Padukan Seni Tionghoa dan Jawa.
- ^ 游神, baidu.com. 21-10-2016
- ^ nul. 10 Juni 2013. "Radar Pekalongan", Kirab YM Kongco Sin Long Tay Menarik Perhatian Warga Diarsipkan 2013-10-14 di Wayback Machine..
- ^ Tutut Indrawati. 11 September 2011. "Solopos", KIRAB KONGCO HOK TIK CING SIEN.