Wayang Keling merupakan wayang tradisi dari pesisir utara dimulai di daerah Pekalongan.[1] Muncul saat runtuhnya Majapahit dan menjelang masuknya Islam di Jawa, sekitar abad 15.[1] Wayang Keling adalah upaya mempertahankan tradisi pertunjukkan wayang kulit dari budaya Hindu-Budha.[1] Meskipun dalam sepintas lalu wayang Keling tersebut mirip wayang kulit Jawa, namun perbedaan tampak menonjol pada gelung cupit urang yang tidak sampai pada ubun-ubun.[1] Antawacananya memakai bahasa rakyat setempat.[1]

Salah satu tokoh wayang

Sejarah

sunting

Wayang Keling merupakan wayang yang muncul menjelang runthnya kerajaan Majapahit.[2] Wayang Keling dibuat untuk mengenang nenek moyang mereka yang datang dari Hindustan masuk ke Jawa untuk pertama kalinya.[2] Selain itu, wayang ini juga dibuat sebagai kenang-kenangan dengan adanya kerajaan Buddha di pulau Jawa yang disebut kerajaan Kalingga.[2]

Wayang Keling berbeda dengan wayang Purwa.[2] Dalam pementasan, Dalangberfungsi sebagai Pendita atau Bikhudengan memasukkan ajaran-ajaran dari kitab Weda ataupun kitab Tri Pitaka dalam usaha melestarikan agama Hindu dan Budha.[2] Dengan demikian, sang dalang termasuk juga sebagai pengembang paham Jawa (Kejawen) di daerah Pekalongan dan sekitarnya.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e "wayang Keling (1518)". Galeri Wayang Pitolo.com. Diakses tanggal 2014-06-24. 
  2. ^ a b c d e f "Pedalangan" (pdf). Universitas Negri Semarang. Diakses tanggal 2014-06-24.