Vibrio cholerae
TEM image
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Gamma Proteobacteria
Ordo:
Vibrionales
Famili:
Genus:
Spesies:
V. cholerae
Nama binomial
Vibrio cholerae
Pacini 1854

Vibrio cholerae adalah bakteri gram negatif, berbentuk koma (batang yang melengkung) dan bersifat motil (dapat bergerak), memiliki struktur antogenik dari antigen flagelar H dan antigen somatik O, gamma-proteobacteria, mesofilik dan kemoorganotrof.[1]

Bakteri ini secara alami hidup di payau atau air asin di mana mereka menempel dengan mudah pada cangkang kepiting, udang, dan kerang lainnya yang mengandung kitin. Spesies Vibrio kerap dikaitkan dengan sifat patogenisitasnya pada manusia, terutama V. cholerae penyebab penyakit kolera di negara berkembang yang memiliki keterbatasan akan air bersih dan memiliki sanitasi yang buruk. Penyakit kolera juga dapat berasal dari konsumsi spesies biota laut yang kurang matang atau mentah.[2][3]

Vibrio cholerae adalah bakteri gram negatif, berbentuk koma, memiliki diameter 0,5 μm dan panjang 1,5–3,0 μm, tidak berspora, anaerob fakultatif, bergerak melalui flagel yang monotrik dan pada biakan tua dapat menjadi berbentuk batang lurus.[4] Bakteri ini membentuk koloni yang konveks, halus, bulat dan bergranula pada sinar cahaya serta tidak tahan dengan suasana asam dan tumbuh baik pada suasana basa (pH 8,0- 9,5).[5]

V. cholerae bersifat oksidasi positif serta dapat meragikan sukrosa dan glukosa menjadi asam tanpa menghasilkan gas, sedangkan laktosa dapat diragikan tetapi lambat. Bila tumbuh pada perbenihan pepton yang mengandung triptofan dan nitrit dalam jumlah yang cukup, bakteri ini menghasilkan indol dan mereduksi nitrat.[6][7]

Sejarah

sunting

V. cholerae pertama kali dijelaskan oleh Félix Archimède Pouchet pada tahun 1849 sebagai sejenis protozoa. Filippo Pacini dengan tepat mengidentifikasikannya sebagai bakteri dan darinyalah, nama ilmiah diadopsi. Bakteri penyebab kolera ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1884. Sambhu Nath De mengisolasi toksin kolera dan menunjukkan toksin tersebut sebagai penyebab kolera pada tahun 1959.

Pengamatan Awal

sunting

Selama pandemi global kolera ketiga (1852-1859), ada beberapa penelitian ilmiah untuk memahami etiologi penyakit.[8] Teori racun, yang menyatakan bahwa infeksi menyebar melalui udara yang terkontaminasi, tidak lagi menjadi penjelasan yang memuaskan. Seorang dokter Inggris John Snow adalah orang pertama yang memberikan bukti yang meyakinkan di London pada tahun 1854 bahwa kolera disebarkan dari penularan air minum, bukan racun. Namun dia tidak bisa mengidentifikasi patogen, yang membuat kebanyakan orang masih percaya pada asal muasal racun.[9]

V. cholerae pertama kali diamati dan dikenali di bawah mikroskop oleh ahli zoologi Prancis Félix-Archimède Pouchet. Pada tahun 1849, Pouchet memeriksa sampel tinja dari empat orang yang menderita kolera.[10] Kemudian Pouchet mempresentasikannya di hadapan French Academy of Sciences pada tanggal 23 April dimana ia memverifikasi bahwa pada pasien kolera terdapat sejumlah besar infusoria mikroskopis. Tetapi ia membuat kesalahan dengan meyakini bahwa organisme itu adalah infusoria.[11]

Identifikasi

sunting

Seorang dokter Italia, Filippo Pacini, saat menyelidiki wabah kolera di Florence pada akhir 1854, mengidentifikasi patogen penyebab kolera sebagai jenis bakteri baru. Ia melakukan otopsi pada mayat dan melakukan pemeriksaan mikroskopis yang cermat pada jaringan dan cairan tubuh. Dari kotoran dan mukosa usus, ia mengidentifikasi banyak basil berbentuk koma.[12][13] Pacini melaporkan penemuannya di hadapan Società Medico-Fisica Fiorentina (Medico Physician Society of Florence) pada 10 Desember dan diterbitkan dalam Gazzetta Medica Italiana (Medical Gazette of Italy) pada 12 Desember, Pacini menyatakan bahwa ia menemukan massa butiran halus, mirip dengan yang terbentuk di permukaan air kotor.[14] Pacini kemudian memperkenalkan nama vibrioni (Latin vībro berarti "bergerak cepat ke sana kemari, mengguncang, menggerakkan").

Penemuan Kembali

sunting

Kepentingan medis dan hubungan bakteri dengan kolera ditemukan oleh seorang dokter Jerman Robert Koch. Pada Agustus 1883, Koch, dengan tim dokter Jerman, pergi ke Alexandria, Mesir, untuk menyelidiki epidemi kolera di sana.[15] Koch menemukan bahwa mukosa usus orang yang meninggal karena kolera selalu memiliki bakteri, namun tidak dapat memastikan apakah itu agen penyebabnya. Dia pindah ke Calcutta (sekarang Kolkata) India, di mana epideminya lebih parah. Dari sinilah ia mengisolasi bakteri dalam kultur murni pada tanggal 7 Januari 1884. Ia kemudian menegaskan bahwa bakteri tersebut adalah spesies baru, dan digambarkan "sedikit bengkok, seperti koma."[9] Ia melaporkan penemuannya ke Sekretaris Jerman pada tanggal 2 Februari, dan diterbitkan di Deutsche Medizinische Wochenschrift (Mingguan Medis Jerman).[16]

Meskipun Koch yakin bahwa bakteri tersebut adalah patogen kolera, ia tidak dapat sepenuhnya membuktikan bahwa bakteri tersebut menghasilkan gejala pada subjek yang sehat. Eksperimennya pada hewan menggunakan kultur bakteri murni tidak menyebabkan penyakit, dan dengan tepat menjelaskan bahwa hewan kebal terhadap patogen manusia. Bakteri itu kemudian dikenal sebagai "basil koma."[17] Barulah pada tahun 1959 ketika seorang dokter India Sambhu Nath De di Calcutta mengisolasi racun kolera dan menunjukkan bahwa hal itu menyebabkan kolera pada subjek yang sehat sehingga hubungan bakteri-kolera terjadi terbukti sepenuhnya.[18][19]

V. cholerae memiliki lebih dari 200 macam serogroup, namun hanya terdapat dua serogroup yang dianggap sangat patogen dan menjadi penyebab wabah kolera di dunia yaitu serogroup O1 dan O139.[20] V. cholerae O1 diklasifikasikan menjadi dua biotipe, klasik dan El Tor dan masing-masing biotipe memiliki dua serotipe utama, Inaba dan Ogawa.[21] Biotype Klasikal adalah penyebab penyakit kolera atau asiatik kolera. Biotype El-Tor selain menghasilkan toksin juga menghasilkan hemolisin. Hemolisin yang dihasilkan merupakan suatu protein yang dapat menyebabkan hemolisis darah sehingga pada pasien penderita diare mengalami diare yang berdarah.[22]

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri V. cholerae grup non O1 dianggap tidak begitu berbahaya karena bakteri V. cholerae grup non O1 ini hanya menyebabkan diare yang ringan pada penderita.[22] Akan tetapi, pada tahun 1991 dunia dikejutkan dengan adanya wabah kolera di Bangladesh dan India yang disebabkan oleh bakteri V. cholerae grup non O1 yang memproduksi toksin seperti grup O1. Strain baru ini selanjutnya diberi nama V. cholerae O139 Bengal.[21] V. cholerae O139 diisolasi selama wabah pada bulan November 2000 di India[23] dan Maret-April 2002 di Bangladesh[24]

V. cholerae O1 menyebabkan sebagian besar wabah, sedangkan V. cholerae O139 terbatas hanya di Asia Tenggara. Banyak serogrup lain dari V. cholerae, dengan atau tanpa gen toksin kolera (termasuk galur nontoksigenik dari serogrup O1 dan O139), dapat menyebabkan penyakit mirip kolera. Namun hanya strain toksigenik dari serogrup O1 dan O139 yang menyebabkan epidemi luas.

Isolasi

sunting
 
Koloni Vibrio cholerae berwarna kuning (memfermentasi sukrosa) pada agar TCBS.

Untuk melakukan isolasi dan pemeliharaan vibrio, dapat menggunakan media Thiosulfate-citrate-bile salts agar (TCBS) yang merupakan media selektif untuk isolasi dan pemurnian Vibrio. Vibrio mampu menggunakan sukrosa sebagai sumber karbon akan berwarna kuning, sedangkan yang lainnya berwarna hijau. Akan tetapi terdapat beberapa mikrob yang juga dapat tumbuh pada media ini, seperti Staphylococcus, Flavobacterium, Pseudoalteromonas, and Shewanella. Sedangkan untuk perbanyakan Vibrio, dapat digunakan media Alkaline Peptone Water (APW) yang memiliki pH relatif tinggi, yaitu berkisar 8.4 dan mengandung NaCl sebesar 1-2%. Adapun pertumbuhan optimum vibrio adalah pada suhu berkisar antara 20- 35oC.[3]

Uji Biokimia

sunting

Uji biokimia bakteri merupakan cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi suatu biakan murni hasil isolasi. Teknik yang digunakan dalam identifikasi V. cholerae adalah uji lisin dekarboksilase dan ornitin dekarboksilase, oksidase, Kliger Iron Agar (KIA), Triple Sugar Iron agar (TSIA), voges-proskauer (VP), Methyl Red (MR), dan uji indol. V. cholerae akan menunjukkan hasil positif pada uji biokimia tersebut.

Uji Lisin Dekarboksilase

sunting

Uji lisin dekarboksilase digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri melakukan dekarboksilasi lisin melalui produksi enzim dekarboksilase. Proses dekarboksilase lisin sering digunakan bakteri untuk menetralisasikan lingkungan asam menjadi basa.[25] Hasil positif untuk uji lisin dekarboksilase adalah terbentuknya warna ungu tua.[26]

Uji Ornitin Dekarboksilase

sunting

Uji ornithin dekarboksilase bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam mengurai ornotin (asam amino) mejadi amine. Hasil positif uji ornithin jika media berwarna ungu dan hasil negative jika warna berubah menjadi kuning.[25]

Uji Oksidase

sunting

Uji oksidase digunakan untuk menentukan apakah suatu organisme memiliki enzim sitokrom oksidase. oksidase-positif berarti bakteri mengandung sitokrom c oksidase. Uji positif (OX+) akan menghasilkan perubahan warna ungu menjadi ungu tua.[27]

Uji Kliger Iron Agar

sunting

Uji KIA bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memfermentasikan glukosa dan laktosa serta kemampuan memproduksi hydrogen sulfida.[28] Hasil positif pada uji KIA, tidak terbentuk gas, dengan slant (bagian permukaan media) berwarna merah (bersifat basa) dan butt (bagian dasar media) berwarna kuning (bersifat asam).[29]

Uji Triple Sugar Iron Agar

sunting

Uji TSIA digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme dalam memfermentasikan gula. Medium TSIA mengandung 3 macam gula, yaitu glukosa, laktosa, dan sukrosa. Bila mikroorganisme hanya dapat memfermentasikan glukosa, maka bagian butt media berwarna kuning (bersifat asam) dan bagian slant-nya berwarna merah (bersifat basa). Bila mikroorganisme dapat memfermentasikan laktosa atau sukrosa atau keduanya, maka bagian slant dan butt media berwarna kuning (bersifat asam).[30]

Uji Voges-Proskauer

sunting

Uji Voges-Proskauer bertujuan untuk mengetahui apakah suatu bakteri mampu menghasilkan aceton atau tidak. Warna merah muda sampai merah tua menunjukan hasil positif, jika tidak terjadi perubahan warna maka menunjukkan hasil negatif.[31]

Uji Methyl Red

sunting

Uji Methyl Red dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri mengoksidasi glukosa dengan memproduksi asam berkonsentrasi tinggi sebagai hasil akhirnya. asam yang terbentuk berubah menjadi merah dengan ditambahkannya reagen metil merah. warna merah menunjukkan reaksi positif sedangkan warna kuning menunjukan reaksi negative.[32]

Uji Indol

sunting

Uji indol dikatakan positif jika terbentuk warna merah keunguan pada permukaan medium yang menunjukkan bakteri memiliki enzim triptonase yang dapat menghidrolisis asam amino triptofan yang memiliki gugus samping indol sehingga indol akan bereaksi dengan reagen uji dan membentuk indol yang berwarna merah.[29][33]

Cholera Toxin

sunting

Cholera toxin (CTX) merupakan toksin yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kolera. CTX terdiri atas subunit A dan subunit B. Kedua subunit ini memiliki fungsi yang berbeda, subunit B memiliki fungsi untuk menempel (bind) pada reseptor Manosialosyl Ganglioside (GM1 Ganglioside) dan subunit A merupakan subunit aktif yang mengaktifkan adenilate cyclase pada sel epitel usus halus.[34]

Ekspresi dari gen virulensi merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap patogenisitas V. cholerae. Beberapa faktor virulensi yang dimiliki V. cholerae antara lain ToxR regulator, cholera toxin (ctxA dan ctxB), toxin- coregulated pilus subunit (TcpA), outer membrane protein U (ompU), outer membrane protein W (ompW), accessory cholera enterotoxin (Ace), dan zonula occludens toxin (Zot).[35][36][37] Ekspresi faktor virulensi V. cholerae dikendalikan oleh ToxR regulatory cascade yang bergantung pada kondisi lingkungan.[38]

Secara in vivo, sinyal yang dapat mengaktifkan gen ToxR belum diketahui, namun induksi in vitro melalui sinyal lingkungan seperti pH, osmolaritas dan temperatur. Sinyal ini akan menjadi aktivator transkripsi positif dari ToxRS dan TcpPH, yang kemudian mengaktivasi ekspresi toxT yang merupakan aktivator transkripsi positif lainnya. ToxT adalah protein yang secara langsung mengaktifkan biogenesis gen TCP serta ekspresi ctxAB yang disandi oleh dua subunit CTX.[39]

Setelah toksin berhasil diekspresikan, untuk dapat menimbulkan penyakit tentunya toksin tersebut harus dapat disekresikan ke luar. V. cholera menggunakan type II secretion (T2S) pathway dalam proses translokasi cholerae toxin. Sistem T2S terdiri dari dua jalur utama yaitu general secretion (Sec) dan twin arginine translocation (Tat) pathway.[40][41] Dalam proses transport sekresi CTX menggunakan T2S melalui dua langkah utama yaitu translokasi melewati inner membrane melalui Sec pathway dan dilanjutkan dengan transport folded/oligomeric cargo protein oleh T2S ke lingkungan ekstraselular.[41][42]

Patogenisitas

sunting

Secara alamiah, V. cholera patogen terhadap manusia. Seseorang yang memiliki asam lambung normal harus menelan 108 -1010 organisme dalam air untuk dapat terinfeksi dan menjadi sakit, sebab bakteri ini sangat sensitif pada suasana asam. Jika mediatornya makanan, sebanyak 102 -104 bakteri yang diperlukan karena kapasitas buffer yang cukup dari makanan. Beberapa pengobatan dan keadaan yang dapat menurunkan kadar asam dalam lambung membuat seseorang lebih sensitif terhadap infeksi V. cholera.[43]

V. cholerae berkolonisasi di epitel intestinal tetapi tidak bersifat invasif atau menyebabkan perubahan struktural dari epitel.[44] Efek utama dari infeksi V. cholerae adalah meningkatnya secara aktif sekresi klorida, sodium, potasium, bikarbonat dan air. Peristiwa ini terjadi melalui aktivitas cholera toxin.[45]

Terdapat protein permukaan V. cholerae yang sangat penting yang berkaitan dengan siklus hidup dan patogenesis penyakit kolera yaitu N-acetyl-D- glucosamine binding protein (GbpA) dan hemagglutinin/protease (HapA). GbpA berkaitan dengan kemampuan V. cholerae untuk menempel dengan permukaan kitin dan juga pada mucin yang melapisi sel epitel usus.[46] Hemagglutinin/protease (HapA) berperan sebagai proteolitik yang dapat melisiskan substrat yang ada pada lingkungan usus seperti ovomucin, fibronectin, dan lactoferrin. HapA membantu V. cholerae untuk penetrasi lebih dalam, mendegradasi lapisan mukus dari usus sehingga cholerae toxin dapat menempel dengan reseptor GM1 ganglioside, serta untuk proses detachment.[47]

Cholera toxin lengkap yang terdiri dari subunit A dan B dikeluarkan oleh V. cholerae kemudian subunit B mengikatkan diri pada reseptor GM1 ganglioside di permukaan mukosa epitel intestinal dan subunit A yang merupakan bagian aktif secara enzimatis mengkatalisis ADP-ribosilasi dari protein G (stimulatory) dan mengubahnya menjadi aktif. Protein Gs berperan dalam mengubah adenilate cyclase (AC) inaktif menjadi aktif, peningkatan aktivitas AC akan meningkatkan konsentrasi siklik adenosine 3’5’-monofosfat (cAMP) sepanjang membran sel. Selanjutnya cAMP menyebabkan sekresi aktif dari sodium (Na+ ), klorida (Cl-), potassium (K+ ), bikarbonat (HCO3-), dan air (H2O) keluar dari sel menuju lumen usus sehingga mengakibatkan hilangnya cairan dalam jumlah besar dan ketidakseimbangan elektrolit.[45][48][49]

Penyakit dan Gejala Kolera

sunting

V. cholerae menginfeksi usus dan menyebabkan diare, gejala khas kolera. Infeksi dapat menyebar dengan makan makanan yang terkontaminasi atau minum air yang terkontaminasi. Infeksi juga dapat menyebar melalui kontak kulit dengan kotoran manusia yang terkontaminasi.[50]

Munculnya diare encer yang berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas dan tanpa adanya tenesmus merupakan gejala paling khas yang timbul bila terinfeksi oleh bakteri ini. Diare yang semula berwarna dan berbau dalam waktu singkat akan berubah menjadi cairan putih keruh serupa denan air cucuian beras. Selanjutnya akan timbul gejala mual-mual setelah diare diikuti dengan muntah dan biasanya kejang otot-otot betis, biseps, triseps, pektoralis, dan kram perut.[20]

Tindakan Pencegahan

sunting

kolera dapat dicegah dengan menjalankan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih, diantaranya: mengkonsumsi air bersih; mencuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air bersih; sering mencuci tangan dengan sabun dan air bersih; serta menggunakan toilet atau jamban untuk buang air besar.[51] Untuk mencegah penularan melalui hewan-hewan yang hidup di air seperti ikan, kerang, remis, udang, tiram, dan kepiting yang mungkin tercemar oleh bakteri dapat diatasi dengan cara memasak makanan hingga matang sebelum dikonsumsi.[52]

Selain itu, dapat pula dilakukan pemberian vaksin kolera bagi orang yang bepergian ke daerah di mana kolera sering terjadi. Vaksin kolera tersedia untuk mencegah penyebaran penyakit. Vaksin ini dikenal sebagai, "vaksin kolera oral" (OCV). Ada tiga jenis OCV yang tersedia untuk pencegahan: Dukoral®, Shanchol ™, dan Euvichol-Plus®. Idealnya, vaksin kolera diberikan sekitar satu minggu sebelum orang tersebut pergi ke daerah rawan kolera. Bagi yang berusia diatas enam tahun, 2 dosis vaksin kolera dapat melindungi mereka dari infeksi bakteri kolera selama dua tahun. Sedangkan bagi anak-anak yang berusia dua sampai enam tahun, dibutuhkan 3 dosis vaksin kolera untuk melindungi mereka dari serangan bakteri kolera selama enam bulan.[53]

Referensi

sunting
  1. ^ Holt JG, Krieg NR. 1994. Bergey’s manual of determinative microbiology, 9th ed.. Baltimore: The Williams & Wilkins Co. Hal:190-274.
  2. ^ Lutz, Carla; Erken, Martina; Noorian, Parisa; Sun, Shuyang; McDougald, Diane (2013). "Environmental reservoirs and mechanisms of persistence of Vibrio cholerae". Frontiers in Microbiology. 4: 375. doi:10.3389/fmicb.2013.00375. ISSN 1664-302X. PMC 3863721. PMID 24379807.
  3. ^ a b Thompson, Fabiano L.; Iida, Tetsuya; Swings, Jean (2004-09). "Biodiversity of Vibrios". Microbiology and Molecular Biology Reviews. 68 (3): 403–431. doi:10.1128/mmbr.68.3.403-431.2004. ISSN 1092-2172. 
  4. ^ Chomvarin, C; et al. (2007). "Application of duplex-PCR in rapid and reliable detection of toxigenic Vibrio cholerae in water samples in Thailand". The Journal of General and Applied Microbiology. 53 (4): 229–237. doi:10.2323/jgam.53.229. ISSN 1349-8037. 
  5. ^ Brooks GF, Butel JS, Morse. (2004). Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Ed. 23. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
  6. ^ Budiyanto, M. A. K. 2003. Mikrobiologi Terapan. UMM Press. Malang
  7. ^ Firman, Gusman, E. (2012). “Identifikasi Bakteri Vibrio Sp pada Udang Windu (pemanas Monodon) di Tambak Tradisional Kota Tarakan”. Jurnal Harpodon Borneo. ISSN Vol 5 No 2. Universitas Borneo Tarakan. Kalimantan
  8. ^ Tognotti, Eugenia (2011-04-01). "The dawn of medical microbiology: germ hunters and the discovery of the cause of cholera". Journal of Medical Microbiology. 60 (4): 555–558. doi:10.1099/jmm.0.025700-0. ISSN 0022-2615. 
  9. ^ a b Lippi, D.; Gotuzzo, E. (2014-03). "The greatest steps towards the discovery of Vibrio cholerae". Clinical Microbiology and Infection. 20 (3): 191–195. doi:10.1111/1469-0691.12390. ISSN 1198-743X. 
  10. ^ Hugh, Rudolph (1965). "Nomenclature and taxonomy of Vibrio cholerae Pacini 1854 and Vibrio eltor Pribam 1933". Public Health Service Publication. U.S. Department of Health, Education, and Welfare, Public Health Service, Environmental Health Service, National Air Pollution Control Administration. pp. 1–4.
  11. ^ Pollitzer, R. (1965). "Cholera advances in historical perspective". Proceedings of the Cholera Research Symposium, January 24-29, 1965, Honolulu, Hawaii. U.S. Public Health Service. pp. 380–387.
  12. ^ "Who first discovered cholera?" https://www.ph.ucla.edu/epi/snow/firstdiscoveredcholera. Diakses: 23 Juni 2021
  13. ^ Nardi, M. G. (1954). "[Discovery of Vibrio cholerae by Filippo Pacini, of Pistoia, established in the initial phases of microbiological thought and judged after a century]". Minerva Medica. 45 (102): Varia, 1024–1029. ISSN 0026-4806. PMID 14355829. 
  14. ^ Fillipo Pacini (1854) "Osservazioni microscopiche e deduzioni patologiche sul cholera asiatico" (Microscopic observations and pathological deductions on Asiatic cholera), Gazzetta Medica Italiana: Toscana, 2nd series, 4(50) : 397-401; 4(51): 405-412. Reprinted (more legibily) as a pamphlet.
  15. ^ Howard-Jones, N (1984). "Robert Koch and the cholera vibrio: a centenary". BMJ. 288 (6414): 379–381. doi:10.1136/bmj.288.6414.379. ISSN 0959-8138. 
  16. ^ Robert, Koch (1884). "Sechster Bericht der deutschen wissenschaftlichen Commission zur Erforschung der Cholera". Deutsche Medizinische Wochenschrift. 10: 191–192. 
  17. ^ Nair, G Balakrish; Narain, Jai P (2010). "From endotoxin to exotoxin: De's rich legacy to cholera". Bulletin of the World Health Organization. 88 (3): 237–240. doi:10.2471/blt.09.072504. ISSN 0042-9686. 
  18. ^ DE, S. N. (1959). "Enterotoxicity of Bacteria-free Culture-filtrate of Vibrio cholerae". Nature. 183 (4674): 1533–1534. doi:10.1038/1831533a0. ISSN 0028-0836. 
  19. ^ Nair, G. Balakrish; Takeda, Yoshifumi (2011). "Dr Sambhu Nath De: unsung hero". The Indian Journal of Medical Research. 133: 127. ISSN 0971-5916. PMC 3089041 . PMID 21415484. 
  20. ^ a b Amelia S. Vibrio Cholerae. Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. In press 2005.
  21. ^ a b Siddique, A.K.; Baqui, A.H.; Eusof, A.; Haider, K.; Hossain, M.A.; Bashir, I.; Zaman, K. (1991). "Survival of classic cholera in Bangladesh". The Lancet. 337 (8750): 1125–1127. doi:10.1016/0140-6736(91)92789-5. ISSN 0140-6736. 
  22. ^ a b Widyastana, I. W. Y., Kawuri, R., & Dalem, A. A. G. R. (2015). Keberadaan Bakteri Pantogen Vibrio cholerae Pada Beberapa Hasil PerikananYang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Metamorfosa: Journal of Biological Sciences, 2(1), 16–22. https://doi.org/10.24843/METAMOR FOSA.2015.v02.i01.p03
  23. ^ Khuntia, HK; Pal, BB; Meher, PK; Chhotray, GP (2008). "Environmental Vibrio Cholerae O139 May Be the Progenitor of Outbreak of Cholera in Coastal Area of Orissa, Eastern India, 2000: Molecular Evidence". The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 78 (5): 819–822. doi:10.4269/ajtmh.2008.78.819. ISSN 0002-9637. 
  24. ^ Faruque, SM; Chowdhury, N; Kamruzzaman, M.; Ahmad, QS; Faruque, A; Salam, MA; et al. (2003). "Reemergence of Epidemic Vibrio cholerae O139, Bangladesh". Emerging Infectious Diseases. 9 (9): 1116–1122. doi:10.3201/eid0909.020443. ISSN 1080-6040. PMC 3016788 . PMID 14519249. 
  25. ^ a b Vashist, H; Sharma, D; Gupta, A (2013). "E review on commonly used biocemical Tes for Bacteria". Innovare Journal of Life Sciences. 
  26. ^ Choopun N, Louis V, Huq A, Colwell RR. 2002. Simple procedure for rapid identification of Vibrio cholerae from the aquatic environment. Appl Environ Microbiol 68: 995-8.
  27. ^ MacFaddin, JF (2000). Biochemical Tests for Identification of Medical Bacteria. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. hlm. 363–7. 
  28. ^ Suyati. 2010. Identifikasi dan Uji Antibiotik Bakteri Gram-Negatif Pada Sampel Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK). [Skripsi]. Jursan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Papua Manokwari
  29. ^ a b Kay BA, Bopp CA, Wells JG. 1994. Vibrio cholerae and Cholera: Molecular to Global Perspectives. Washington DC: ASM Pr.
  30. ^ Giannella, R A (1979). "Importance of the intestinal inflammatory reaction in salmonella-mediated intestinal secretion". Infection and Immunity. 23 (1): 140–145. doi:10.1128/iai.23.1.140-145.1979. ISSN 0019-9567. 
  31. ^ Cappucino, J. G dan Sherman, N. (1987). Mikrobiology, A Laboratory Manual. California. Menko Park The Benjamin/Cummins Publishing Company, Menlo Park. California
  32. ^ Sudarsono, A, 2008, ‘Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Ikan Laut dalam Spesies Ikan Gindara (Lepidocibium flavobronneum), Skripsi, Institut
  33. ^ Ferdianz, S (1992). Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  34. ^ Maheshwari, M; Nelapati, K; Kiranmayi, B (2011). "Vibrio cholerae". Veterinary World: 423. doi:10.5455/vetworld.2011.423-428. ISSN 0972-8988. 
  35. ^ Reidl, Joachim; Klose, Karl E. (2002). "Vibrio cholerae and cholera: out of the water and into the host". FEMS Microbiology Reviews. 26 (2): 125–139. doi:10.1111/j.1574-6976.2002.tb00605.x. ISSN 1574-6976. 
  36. ^ Waturangi, D; Wennars, M; Suhartono, M.X; Wijaya, Y.F (2013). "Edible ice in Jakarta, Indonesia, is contaminated with multidrug-resistant Vibrio cholerae with virulence potential". Journal of Medical Microbiology. 62 (3): 352–359. doi:10.1099/jmm.0.048769-0. ISSN 0022-2615. 
  37. ^ Ramazanzadeh, R; Rouhi, S; Shakib, P; Shahbazi, B; Bidarpour, F; Karimi, M (2015). "Molecular Characterization of Vibrio cholerae Isolated From Clinical Samples in Kurdistan Province, Iran". Jundishapur Journal of Microbiology. 8 (5). doi:10.5812/jjm.8(4)2015.18102. ISSN 2008-3645. 
  38. ^ Schild, S; Bishop, A.L; Camilli, A (2008). "Ins and Outs of Vibrio cholerae". Microbe Magazine. 3 (1): 131–136. doi:10.1128/microbe.3.131.1. ISSN 1558-7452. 
  39. ^ Raskin, D., Bina, J. and Mekalanos, J. 2004. Genomic and Genetic Analysis of Vibrio cholerae. ASM News. 70(2): 57-62.
  40. ^ Nivaskumar, M; Francetic, O (2014). "Type II secretion system: A magic beanstalk or a protein escalator". Biochimica et Biophysica Acta (BBA) - Molecular Cell Research. 1843 (8): 1568–1577. doi:10.1016/j.bbamcr.2013.12.020. ISSN 0167-4889. 
  41. ^ a b Green, E.R; Mecsas, J (2016). "Bacterial Secretion Systems: An Overview". Microbiology Spectrum. 4 (1). doi:10.1128/microbiolspec.vmbf-0012-2015. ISSN 2165-0497. 
  42. ^ Douzi, B; Filloux, A; Voulhoux, R (2012). "On the path to uncover the bacterial type II secretion system". Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences. 367 (1592): 1059–1072. doi:10.1098/rstb.2011.0204. ISSN 0962-8436. 
  43. ^ Brooks, G.F., Carrol, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A. and Mietzner, T.A. 2013. Medical Microbiology 26th Edition. McGraw-Hill Companies Inc.
  44. ^ Lesmana, M. 2004. Perkembangan mutakhir infeksi kolera. J Kedokter Trisakti. 23(3): 101-09.
  45. ^ a b Ryan, K.J. and Ray, C.G. 2004. Sherris Medical Microbiology: An Introduction to Infectious Disease 4th Edition. The McGraw-Hill Companies.
  46. ^ Kirn, T.J., Jude, B.A. and Taylor, R.K. 2005. A colonization factor links Vibrio cholerae environmental survival and human infection. Nature. 438: 863-866.
  47. ^ Sikora, A.E (2013). "Proteins Secreted via the Type II Secretion System: Smart Strategies of Vibrio cholerae to Maintain Fitness in Different Ecological Niches". PLOS Pathogens. 9 (2): e1003126. doi:10.1371/journal.ppat.1003126. ISSN 1553-7374. 
  48. ^ Thiagarajah, J.R; Verkman, A.S (2005). "New drug targets for cholera therapy". Trends in Pharmacological Sciences. 26 (4): 172–175. doi:10.1016/j.tips.2005.02.003. ISSN 0165-6147. 
  49. ^ Lima, A.A.M.; Fonteles, M.C. (2014). "From Escherichia coli heat-stable enterotoxin to mammalian endogenous guanylin hormones". Brazilian Journal of Medical and Biological Research. 47 (3): 179–191. doi:10.1590/1414-431x20133063. ISSN 1414-431X. 
  50. ^ "Illness & Symptoms Cholera". CDC. https://www.cdc.gov/cholera/illness.html. Diakses: 24 Juni 2021
  51. ^ Ditjen.PP & PL. Departeman Kesehatan RI. Dit.Sepim Kesma. Buku data 2006
  52. ^ Guntina, R.K. dan Fitri Kusuma, S.A. 2017. "Deteksi Bakteri Vibrio Cholerae". Jurnal Farmaka. 15 (1)
  53. ^ "Oral Cholera Vaccines". World Health Organization. Diakses tanggal 24 Juni 2021. 

Lihat pula

sunting