Umar Kayam

seorang penulis dan sastrawan Indonesia yang dikenal sebagai salah satu pelopor angkatan 66
(Dialihkan dari Umar Khayam)

Umar Kayam (30 April 1932 – 16 Maret 2002) adalah seorang penulis, budayawan, dan akademisi. Ia berkarya sebagai Guru Besar Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kayam terkenal oleh karena novelnya, Para Priyayi (1991), dan kumpulan esainya yang terbit di Tempo dan Kedaulatan Rakyat.

Umar Kayam
Lahir(1932-04-30)30 April 1932
Ngawi, Hindia Belanda
Meninggal16 Maret 2002(2002-03-16) (umur 69)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
PekerjaanSastrawan, budayawan, sosiologi, akademisi, aktor, birokrat
Karya terkenalPara Priyayi
KerabatAnindyo Baskoro (cucu)[1][2]

Kehidupan awal

sunting

Umar Kayam lahir dan besar di Ngawi. Ia mendapatkan gelar sarjana muda dari Fakultas Pedagogik Universitas Gadjah Mada pada tahun 1955. Di Gadjah Mada, ia dikenal sebagai salah seorang pelopor dalam terbentuknya kehidupan teater kampus; salah satu muridnya adalah Rendra.

Kayam kemudian mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya ke Amerika Serikat. Ia meraih gelar M.A. dari Universitas New York (1963), dan Ph.D. dari Universitas Cornell (1965). Disertasi doktoralnya berjudul Aspects of Inter-Departemental Coordination Problems in Indonesia Community Development.[3]

Karier

sunting

Dari tahun 1966 hingga 1969, Kayam menjabat sebagai Direktur Jenderal Radio, Televisi, dan Film di Departemen Penerangan dan pernah pula duduk di Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Setelah meninggalkan pemerintahan, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1969-1972) dan Ketua Dewan Film Nasional (1978-1979).

Kayam mengajar di alma mater-nya, Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, sampai pensiun sebagai guru besar pada tahun 1997. Di Gadjah Mada, ia ikut mendirikan dan memimpin Lembaga Penelitian Kebudayaan. Selain itu, ia pernah pula menjabat sebagai Direktur Pusat Latihan Ilmu-ilmu Sosial di Universitas Hasanuddin (1975-1976) dan sebagai dosen tamu di Universitas Indonesia dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Pada tahun 1973, ia mendapatkan posisi sebagai senior fellow pada East-West Centre di, Honolulu, Hawaii.

Di bidang budaya ia pernah menjadi anggota penyantun/penasihat majalah Horison (mengundurkan diri sejak 1 September 1993), bersama-sama dengan Ali Audah, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Aristides Katoppo, Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1969-1972), dan anggota Akademi Jakarta (1988-seumur hidup).[4]

Ia pernah terlibat di bidang film. Sebagai aktor, ia pernah memerankan Presiden Soekarno, pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI. Selain itu, ia pernah menjadi pemeran pembantu dalam Karmila (1974) dan Kugapai Cintamu (1976). Ia juga pernah menulis skenario film. Skenarionya, Yang Muda Yang Bercinta, difilmkan oleh Sjumandjaja pada tahun 1977. Pada tahun 1978 ia menulis skenario Jalur Penang dan Bulu-Bulu Cendrawasih.[5]

Ia adalah kolumnis tetap di surat kabar Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Kolom-kolomnya dikumpulkan ke dalam buku.[6]

Kematian

sunting

Umar Kayam meninggal usia 69 tahun pada hari Sabtu, 16 Maret 2002 jam 07:45 WIB karena penyakit pendarahan usus. Jenazah tersebut dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak.

Filmografi

sunting
Tahun Judul Peran Keterangan
1974 Karmila
1977 Kugapai Cintamu
Yang Muda yang Bercinta Sebagai penulis cerita dan skenario
1978 Bulu-Bulu Cendrawasih Sebagai penulis skenario
1982 Djakarta 1966 Soekarno Film dokumenter
Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI

Karya-karya

sunting

Tentang karya-karyanya, Kayam mengatakan, "semuanya itu menggelinding dalam upaya memahami gejala dan memaparkan usaha pemahaman itu. Proses penggelindingan itu tidak dilihatnya sebagai suatu proses Sysiphian, yakni bagai Sysiphus (dalam mitologi Yunani) yang kena kutukan dewa terus-menerus harus mengangkat kembali batu besar yang dengan terengah-engah telah berhasil dibawa ke puncak bukit untuk kemudian akan dijatuhkan kembali." Syiphus menurut Kayam, "adalah alegori nasib manusia modern yang gelisah mencoba-coba. Dialog yang lahir dari proses perekmbangan yang Sysiphian adalah ingin menaklukkan berbagai medan dan kancah." Kayam menegaskan, ia bukan seperti itu. Ia tidak ingin menaklukkan apa pun, melainkan hanyalah ingin menjelajah kemungkinan-kemungkinan.[7]

  • Seribu Kunang-kunang di Manhattan (kumpulan cerpen, 1972)
  • Totok dan Toni (cerita anak, 1975)
  • Sri Sumarah dan Bawuk (1975)
  • Seni, Tradisi, Masyarakat (kumpulan esai, 1981)
  • Sri Sumarah (kumpulan cerpen, 1985, juga terbit dalam edisi Malaysia, 1981)
  • Semangat Indonesia: Suatu Perjalanan Budaya (bersama Henri Peccinotti, 1985)
  • Para Priyayi (novel, 1992)
  • Parta Karma (kumpulan cerpen, 1997)
  • Jalan Menikung (novel, 2000)
  • Cerpen-cerpennya diterjemahkan oleh Harry Aveling dan diterbitkan dalam Sri Sumarah and Other Stories (1976) dan From Surabaya to Armageddon (1976).
  • Mangan Ora Mangan Kumpul (kumpulan kolom, 1990)
  • Sugih Tanpa Banda (kumpulan kolom, 1994)
  • Mandhep Ngalor Sugih-Mandep Ngidul Sugih (kumpulan kolom, 1998)
  • Lebaran di Karet, di Karet (kumpulan cerpen, 2002)

Penghargaan

sunting

Cerpennya, "Seribu Kunang-Kunang di Manhattan", mendapatkan hadiah majalah Horison 1966/1967.[8] Novelnya, Para Priyayi, mendapatkan Hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K pada tahun 1995.[4] Umar Kayam memperoleh Hadiah Sastra Asean pada tahun 1987.[8]

Referensi

sunting
  1. ^ "Ayah Meninggal, Nino Kayam: Gantian Aku Angkat Bapak ke Peristirahatan Terakhir". Tempo.co. 4 Oktober 2020. Diakses tanggal 18 Desember 2020. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ @ninokayam (3 Februari 2019). ""Bersama Ibu, @nuranipertiwi, Mbah Putri & Mbah Kakung. Ancol 92'."". Instagram. Diakses tanggal 18 Desember 2020. 
  3. ^ Kayam, Umar (1965-12-18). Aspects of inter-departmental coordination problems in Indonesian community development. Ithaca: Universitas Cornell. 
  4. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama kayam1
  5. ^ Sinematek Indonesia & Badan Penelitian dan Pengembangan, Penerangan, Departemen Penerangan RI. (1979). Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. hlm. 518
  6. ^ "Desember Hitam". historia.id. Diakses tanggal 2018-03-04. 
  7. ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 821
  8. ^ a b Eneste, Pamusuk (2001). Buku pintar sastra Indonesia : biografi pengarang dan karyanya, majalah sastra, penerbit sastra, penerjemah, lembaga sastra, daftar hadiah dan penghargaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 9799251788.  Halaman 249.

Bibliografi

sunting
  • Rampan, Korrie (2000). Leksikon susastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 9796663589. 
  • Aprinus Salam (ed.). 1998. Umar Kayam dan Jaringan Semiotik.[1]

Pranala luar

sunting
  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0