Tokyo Ekspres (Tokyo Express) adalah nama yang diberikan Sekutu untuk kapal-kapal perang yang digunakan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang untuk mengantarkan personel, logistik, dan perlengkapan untuk tentara Jepang yang dikerahkan di Nugini dan sekitarnya, serta Kepulauan Solomon selama Perang Pasifik Perang Dunia II. Jepang menggunakan taktik mengangkut personel atau logistik dengan memakai kapal-kapal perang berkecepatan tinggi, seperti kapal perusak atau jenis kapal perang lainnya. Konvoi kapal perang berkecepatan tinggi diberangkatkan ke tempat tujuan ketika malam tiba, dan telah kembali di pangkalan asalnya sebelum pagi hari. Taktik ini dipakai Jepang untuk menghindari serangan pesawat-pesawat Sekutu yang mengadang mereka pada siang hari.

Tokyo Ekspres
Tentara Jepang dinaikkan ke sebuah kapal perang sebelum diberangkatkan dalam konvoi "Tokyo Ekspres" pada tahun 1942.
AktifAgustus 1942 – November 1943
NegaraKekaisaran Jepang
AliansiBlok Sekutu Perang Dunia II
CabangAngkatan Laut Kekaisaran Jepang
Tipe unitOrganisasi logistik militer ad hoc
PeranLogistik dan bala bantuan untuk tentara Angkatan Darat dan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang berada di Kepulauan Solomon dan Nugini
Jumlah personelKapal-kapal perang dalam berbagai jenis
MarkasRabaul, Britania Baru
Kepulauan Shortland dan Buin, Kepulauan Solomon
JulukanKaktus Ekspres
"Angkutan Tikus" atau "Angkutan Semut" (sebutan pihak Jepang)
PertempuranPertempuran Tanjung Esperance
Pertempuran Tassafaronga
Operasi Ke
Pertempuran Selat Blackett Strait
Pertempuran Teluk Kula
Pertempuran Kolombangara
Pertempuran Teluk Vella
Pertempuran dekat Horaniu
Pertempuran Laut Vella Lavella
Pertempuran Tanjung St. George
Tokoh
Tokoh berjasaGunichi Mikawa
Raizo Tanaka
Shintarō Hashimoto[1]
Matsuji Ijuin
Peta rute Tokyo Ekspres.

Penamaan

sunting

"Kaktus Ekspres" adalah nama asli yang diberikan Sekutu untuk misi pengiriman bala bantuan yang dilakukan Jepang di Guadalkanal. Nama tersebut diambil dari nama kode Sekutu untuk operasi Guadalkanal (Cactus). Setelah pers Amerika Serikat mulai menyebutnya sebagai Tokyo Express (tampaknya dilakukan untuk menjaga keamanan operasi Sekutu yang diberi nama sandi "Cactus"), Sekutu ikut menggunakan istilah Tokyo Express sebagai pengganti istilah Cactus Express. Pihak Jepang menyebut misi bala bantuan ke Guadalkanal sebagai Angkutan Tikus (鼠輸送, Nezumi Yusō), karena pengangkutan hanya dilakukan pada malam hari.

Organisasi dan sejarah

sunting

Angkutan Tikus sangat penting bagi militer Jepang sehubungan dengan superioritas udara Sekutu di Pasifik Selatan yang dimulai segera setelah pendaratan Sekutu di Guadalkanal dan mulai beroperasinya "Angkatan Udara Kaktus" di Lapangan Udara Henderson mulai Agustus 1942. Pengiriman pasukan dan materiil untuk pasukan Jepang di Guadalkanal dan Nugini dengan memakai kapal-kapal angkut terbukti terlalu rentan terhadap serangan udara siang hari. Oleh karena itu, Komandan Armada Gabungan Jepang, Laksamana Isoroku Yamamoto membenarkan penggunaan kapal-kapal perang berkecepatan tinggi. Pasukan bala bantuan dan materiil diantarkan pada malam hari ketika kemungkinan dideteksi lebih kecil, dan ancaman serangan udara hanya sedikit.[2]

Tokyo Ekpres dimulai segera setelah berlangsungnya Pertempuran Pulau Savo Agustus 1942, dan berlangsung hingga akhir kampanye Kepulauan Solomon ketika konvoi besar Tokyo Ekspres diadang Sekutu dan hampir dihancurkan seluruhnya dalam Pertempuran Tanjung St. George 26 November 1943. Berhubung kapal-kapal perusak cepat yang dipakai tidak dikonfigurasi untuk menangani kargo, sebagian dari perbekalan dimasukkan ke dalam drum baja yang disegel. Setelah sampai di tujuan, drum-drum tersebut dilemparkan ke laut setelah dirangkaikan dengan ikatan tali. Drum-drum perbekalan kemudian ditarik hingga sampai di pantai atau dijemput oleh kapal tongkang. Pada operasi rutin pada malam bulan Desember 1942, sejumlah 1500 drum dilepaskan ke laut, namun hanya 300 buah drum yang dapat diambil kembali.[3]

Sebagian besar kapal-kapal perang yang digunakan pada konvoi Tokyo Ekspres berasal dari Armada 8 yang berpangkalan di Rabaul dan Bougainville. Selain itu, kapal-kapal dari kesatuan-kesatuan Armada Gabungan yang berpangkalan di Truk juga kadang-kadang dikerahkan dalam misi Tokyo Ekspres. Formasi-formasi kapal perang yang dikerahkan untuk misi Tokyo Ekspres sering kali secara resmi disebut Kesatuan Bala Bantuan. Namun, ukuran dan komposisi konvoi berbeda-beda dari misi ke misi.[4]

John F. Kennedy dan PT-109

sunting

Kapal Motor Torpedo John F. Kennedy PT-109 hilang akibat serangan terhadap Tokyo Ekspres yang "direncanakan secara buruk dan tidak terkoordinasi".[5] Tidak ada satu pun dari 60 buah torpedo yang dibawa oleh 15 kapal torpedo Amerika Serikat yang dapat menenggelamkan kapal Jepang. Kapal torpedo PT-109 ditabrak oleh sebuah kapal perusak yang kembali dari misi pengiriman perbekalan. Ketika kecelakaan terjadi, PT-109 diperkirakan sedang melaju dengan kecepatan lebih dari 30 knot tanpa menghidupkan lampu penerangan.

Akhir misi

sunting

Komandan pasukan darat Sekutu di Guadalkanal, Jenderal Alexander Patch dalam pesannya kepada atasannya, Laksamana Bull Halsey, mengatakan bahwa "Tokyo Ekspres sudah tidak lagi memiliki terminal di Guadalkanal." Pesan tersebut disampaikannya untuk menandai kemenangan Sekutu atas Jepang di Guadalkanal.[6]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Evans 176
  2. ^ Coombe, Derailing the Tokyo Express, p. 33.
  3. ^ History of USMC Operations in WWII, Vol I, Chapter 9: Final Period, 9 December 1942 to 9 February 1943
  4. ^ Frank, p. 559.
  5. ^ National Geographic Search for the PT-109 DVD
  6. ^ http://www.angelfire.com/fm/odyssey/Guadalcanal.htm#n