Teungku Chik Kuta Karang
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Teungku Chik Kuta Karang adalah nama panggilan dari Syeikh Abbas bin Muhammad al-Asyi atau Syeikh Abbas Kuta Karang adalah seorang ahli ilmu falak, pejuang, dan ahli pengobatan pada pertengahan abad ke 19. Tidak banyak yang mengenal ulama kelahiran Aceh ini karena sebagian besar karyanya tersimpan di Malaysia sehingga nama ia lebih terkenal di sana.
Kelahiran dan Masa Muda
suntingTeungku Chik Kuta Karang lahir di kampung Kuta Karang yang saat ini masuk pada wilayah Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar. Walaupun tidak ada catatan tertulis mengenai waktu kelahirannya tetapi dapat dipastikan bahwa ia hidup pada pertengahan abad abad ke-19. Kesimpulan ini diambil dari kitab-kitab ia yang selesai ditulis pada sekitar masa itu. Diantara kitab-kitab tersebut antara lain adalah kitab Qunu’ yang selesai ditulis pada tahun 1259 H bertepatan dengan tahun 1843 M serta kitab Sirajuz Zhalam yang selesai ditulis pada tahun 1266 H atau bertepatan dengan tahun 1849 M.
Masa mudanya dihabiskan di Mekah untuk menuntut ilmu, tidak hanya ilmu-ilmu agama tetapi juga tentang ilmu falak (perbintangan/astronomi), hisab (hitungan-hitungan), ilmu kedokteran, sastra, dan juga politik yang pada masa itu Islam dan negeri-negeri Islam adalah merupakan kiblat/sumber dari berbagai macam disiplin keilmuan tersebut. Selain itu ia juga belajar tarekat Khalwatiyah dan juga fikih mazhab Syafii.[1]
Kitab Karangan
suntingSirajul Zalam fi Ma’rifati Sa’adi Wal Nahas
suntingKitab ini membahas tentang astrologi atau ilmu falak dan merupakan salah satu rujukan utama dalam bidang ilmu falak, hisab, dan astrologi/astronomi sejak dahulu hingga saat ini. Hal ini karena pada masanya tidak banyak Ulama yang tertarik untuk mendalami bidang astrologi/astronomi ini sehingga dapat dikatakan bahwa kitab ini merupakan satu-satunya kitab yang membahas bidang tersebut serta menjadi rujukan pada masanya. Selain itu isi dan pembahasan di dalam kitab ini masih relevan hingga sekarang sebagai dasar atau pintu masuk serta bahan perbandingan bagi sains modern.
Kitabur Rahmah
suntingKitab ini membahas mengenai obat-obatan dan tata cara pengobatan yang dialihbahasakan dari bahasa Arab ke bahasa Melayu. Hingga kini, beberapa tabib di Aceh masih menggunakan kitab ini sebagai rujukan mereka.[2]
Tazkiratul Rakidin (1886) dan Mau’izhatul Ikhwan (1889)
suntingDua kitab ini berisikan nasihat-nasihat yang berkaitan dengan Perang Sabil yang sedang dihadapi oleh Kesultanan Aceh pada masa itu.[2]
Taj al-Muluk
suntingKitab ini berkaitan dengan ilmu hisab dan di beberapa dayah di Aceh, kitab ini masih dijadikan bahan bacaan hingga sekarang. Metode hisab yang digunakan berbeda dengan metode hisab bernuansa urfi yang selama ini digunakan.
Peranan Dalam Bidang Sosial Kemasyarakatan
suntingSelain sebagai seorang ulama, Teungku Chik Kuta Karang juga berperan di dalam bidang pemerintahan sebagai Qadi Malikul Adil pada masa Sultan Alaidin Ibrahim Mansyur Syah (1857-1870). Ia pernah memfatwakan “barang siapa yang memerangi kafir hendaklah dengan mempergunakan alat-alat senjata yang sama dengan yang dipakai oleh musuh”, oleh sebab itu maka para pejuang Aceh berusaha merampas dan membawa lari senjata-senjata Belanda.[2]
Referensi
sunting- ^ Nasution, Miftah (18 Januari 2017). "Teungku Chik Kuta Karang". Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh. Kemdikbud. Diakses tanggal 17 September 2018.
- ^ a b c "Teuku Chik Kutakarang, Ahli Sufi dan Intelektual Reformis - PORTALSATU.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-17. Diakses tanggal 2018-09-17.