Kabupaten Aceh Besar

kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia

5°22′N 95°30′E / 5.367°N 95.500°E / 5.367; 95.500

Kabupaten Aceh Besar
Transkripsi bahasa daerah
 • Jawoëاچيه راييك
 • Alfabet AcehAcèh Rayek
Masjid Rahmatullah Lampuuk
Lambang resmi Kabupaten Aceh Besar
Motto: 
Putoh ngon mufakat, kuwat ngon meuseuraya
(Aceh) Suatu keputusan berlandaskan mufakat dan persatuan selalu di jaga dengan sebaik-baiknya
Peta
Peta
Kabupaten Aceh Besar di Sumatra
Kabupaten Aceh Besar
Kabupaten Aceh Besar
Peta
Kabupaten Aceh Besar di Indonesia
Kabupaten Aceh Besar
Kabupaten Aceh Besar
Kabupaten Aceh Besar (Indonesia)
Koordinat: 5°22′N 95°32′E / 5.37°N 95.53°E / 5.37; 95.53
Negara Indonesia
ProvinsiAceh
Tanggal berdiri24 November 1956[1]
Dasar hukumUU Nomor 6 Tahun 2024[1]
Ibu kotaKota Jantho
Jumlah satuan pemerintahan[2]
Daftar
  • Kecamatan: 23
  • Gampong: 604
Pemerintahan
 • BupatiMuhammad Iswanto (Pj.)
 • Wakil Bupatilowong
 • Sekretaris DaerahSulaimi
 • Ketua DPRDIskandar Ali
Luas
 • Total2.969 km2 (1,146 sq mi)
Populasi
 (30 Juni 2024)[3]
 • Total439.048
 • Kepadatan150/km2 (380/sq mi)
Demografi
 • Agama
  • 99,73% Islam
  • 0,03% Buddha[3]
 • BahasaIndonesia, Aceh
 • IPMKenaikan 75,98 (2023)
 tinggi [4]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
1108 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0651
Pelat kendaraanBL xxxx L**
Kode Kemendagri11.06 Edit nilai pada Wikidata
APBDRp 1.662.846.328.700,[5]
PADRp 132.396.380.300,
DAURp 771.619.306.000,- (2021)[6]
Situs webacehbesarkab.go.id


Kabupaten Aceh Besar (bahasa Aceh: Jawoë: اچيه راييك) adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia.[2][7] Pada pertengahan tahun 2024, jumlah penduduk Aceh Besar sebanyak 439.048 jiwa.[3]

Kabupaten ini merupakan kabupaten terbarat di Indonesia. Sebelum dimekarkan pada akhir tahun 1970-an, ibu kota Kabupaten Aceh Besar awalnya berada di Kota Banda Aceh. Setelah Kota Banda Aceh berpisah menjadi kotamadya tersendiri, ibu kota kabupaten dipindahkan ke Jantho di Pegunungan Seulawah. Kabupaten Aceh Besar juga merupakan tempat kelahiran pahlawan nasional Cut Nyak Dhien yang berasal dari Lampadang.

Sejarah

sunting

Pada waktu Aceh masih sebagai sebuah kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh atau Kerajaan Aceh adalah wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar ditambah dengan beberapa kenegerian/daerah yang telah menjadi bagian dari Kabupaten Pidie. Selain itu, juga termasuk Pulau Weh (sekarang telah menjadi pemerintah kota Sabang), sebagian wilayah pemerintah kota Banda Aceh, dan beberapa kenegerian/daerah dari wilayah Kabupaten Aceh Barat. Aceh Besar dalam istilah Aceh disebut Aceh Rayeuk. Penyebutan Aceh Rayeuk sebagai Aceh yang sebenarnya karena daerah inilah yang pada mulanya menjadi inti Kerajaan Aceh dan juga karena di situlah terletak ibu kota kerjaaan yang bernama Bandar Aceh atau Bandar Aceh Darussalam. Untuk nama Aceh Rayeuk ada juga yang menamakan dengan sebutan Aceh Lhee Sagoe (Aceh Tiga Sagi).[8]

Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, Kabupaten Aceh Besar merupakan daerah yang terdiri dari tiga kawedanan, yaitu Kawedanan Seulimum, Kawedanan Lhoknga dan Kawedanan Sabang. Akhirnya dengan perjuangan yang panjang Kabupaten Aceh besar disahkan menjadi daerah otonom melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 dengan ibu kotanya pada waktu itu adalah Banda Aceh dan juga merupakan wilayah hukum Kotamadya Banda Aceh.

Sehubungan dengan tuntutan dan perkembangan daerah yang semakin maju dan berwawasan luas, Kota Banda Aceh sebagai ibu kota dianggap kurang efisien lagi, baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang. Usaha pemindahan ibu kota tersebut dari Kota Banda Aceh mulai dirintis sejak tahun 1969, lokasi awalnya dipilih Kecamatan Indrapuri yang jaraknya 25 km dari Kota Banda Aceh. Usaha pemindahan tersebut belum berhasil dan belum dapat dilaksanakan sebagaimana diharapkan.

Kemudian pada tahun 1976 usaha perintisan pemindahan ibu kota untuk kedua kalinya mulai dilaksanakan lagi dengan memilih lokasi yang lain yaitu di Kecamatan Seulimeum tepatnya di kemukiman Janthoi yang jaraknya sekitar 52 km dari Kota Banda Aceh.

Akhirnya usaha yang terakhir ini berhasil dengan ditandai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1976 tentang Pemindahan Ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar dari wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Banda Aceh ke kemukiman Janthoi di Kecamatan Seulimeum, Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah yang bekerjasama dengan Konsultan PT Markam Jaya yang ditinjau dari segala aspek dapat disimpulkan bahwa yang dianggap memenuhi syarat sebagai ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar adalah Kemukiman Janthoi dengan nama Kota Jantho.

Setelah ditetapkan Kota Jantho sebagai ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar yang baru, maka secara bertahap pemindahan ibu kota terus dimulai, dan akhirnya secara serentak seluruh aktivitas perkantoran resmi dipindahkan dari Banda Aceh ke Kota Jantho pada tanggal 29 Agustus 1983, dan peresmiannya dilakukan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada masa itu, yaitu Bapak Soepardjo Rustam pada tanggal 3 Mei 1984.[9]

Di Kota Jantho hanya terdapat kompleks perumahan dan kantor-kantor pemerintahan, tidak ada losmen ataupun hotel. Kota Jantho dihubungkan dengan labi-labi dengan jarak 60 km dari Banda Aceh, 28 km menuju Saree, dan 12 km menuju jalan utama Banda Aceh–Medan. Kira-kira 12 km dari Kota Jantho ini terdapat air terjun.[8]

Geografi

sunting
 
Masjid Tuha Indrapuri

Wilayah darat Aceh Besar berbatasan dengan Kota Banda Aceh di sisi utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah barat daya, serta Kabupaten Pidie di sisi selatan dan tenggara. Aceh Besar juga mempunyai wilayah kepulauan yaitu wilayah Kecamatan Pulo Aceh. Kabupaten Aceh Besar bagian kepulauan di sisi barat, timur dan utaranya dibatasi dengan Samudra Hindia, Selat Malaka, dan Teluk Benggala, yang memisahkannya dengan Pulau Weh, tempat di mana Kota Sabang berada. Pulau-pulau utamanya adalah Pulau Breueh dan Pulau Nasi.

Secara geografis sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Besar berada pada hulu aliran Sungai Krueng Aceh. Saat ini kondisi tutupan lahan adalah 62,5% (menurut data citra landsat tahun 2007). Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda yang merupakan bandara internasional dan menjadi salah satu pintu gerbang untuk masuk ke Provinsi Aceh berada di wilayah kabupaten ini. Pulau Benggala yang merupakan pulau paling barat dalam wilayah Republik Indonesia merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Besar.

Pemerintahan

sunting

Bupati

sunting
No Foto Nama Bupati Mulai Jabatan Akhir Jabatan Wakil Bupati
12   Muhammad Iswanto
(Penjabat)
14 Juli 2022 Petahana Lowong

Dewan Perwakilan

sunting

DPRK Aceh Besar memiliki 40 orang anggota yang dipilih secara langsung dalam pemilihan umum legislatif lima tahun sekali. Anggota DRPK Aceh Besar yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2024 yang menjabat untuk periode 2024-2029 sejak 20 Agustus 2024 dan berasal dari 11 partai politik.[10] Pimpinan DPRK Aceh Besar terdiri dari satu ketua dan dua wakil ketua yang berasal dari partai politik pemilik kursi dan suara terbanyak. Pimpinan DPRK Aceh Besar periode 2024-2029 dijabat oleh Abdul Muchti dari Partai Amanat Nasional sebagai Ketua, Naisabur dari Partai Aceh, dan Muhsin dari Partai Kebangkitan Bangsa sebagai Wakil Ketua II yang menjabat sejak 27 September 2024.[11] Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Aceh Besar dalam tiga periode terakhir.

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2014–2019[12] 2019–2024[13] 2024–2029
PKB 0   1   6
Gerindra 1   3   0
Golkar 5   3   2
NasDem 5   1   3
Gelora (baru) 1
PKS 3   5   5
PAN 4   7   8
PBB 1   1   2
Demokrat 1   3   3
PPP 1   0   2
PNA 2   2   0
PDA 3   4   1
Partai Aceh 9   5   7
Jumlah Anggota 35   35   40
Jumlah Partai 11   11   11

Kecamatan

sunting

Sampai dengan akhir tahun 2017, Kabupaten Aceh Besar memiliki 23 kecamatan dan 604 gampong dengan kode pos 23351-23952 (dari total 289 kecamatan dan 6.497 gampong di seluruh Aceh). Pada tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah ini adalah 350.225 (dari penduduk seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 179.495 pria dan 170.730 wanita (rasio 105,13). Dengan luas daerah 2.969 km² (dibanding luas seluruh provinsi Aceh 57.956 km²), tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 118 jiwa/km² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/km²). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya sebesar 384.661 jiwa dengan luas wilayahnya 2.969,00 km² dan sebaran penduduk 129 jiwa/km².[2][14] Salah satu kecamatannya berupa kepulauan yaitu kecamatan Pulo Aceh.[15]

Daftar kecamatan di Kabupaten Aceh Besar
No. Kode
Kemendagri
Nama
Kecamatan
Luas Wilayah
(km2)
Penduduk 2017
(jiwa)
2017
Mukim Gampong Dusun
1 11.06.21 Baitussalam 20,84 18.878 2 13
2 11.06.23 Blang Bintang 41,75 31.983 3 26
3 11.06.07 Darul Imarah 24,35 53.177 4 32
4 11.06.20 Darul Kamal 23,05 7.713 1 14
5 11.06.12 Darussalam 38,43 25.853 3 29
6 11.06.03 Indrapuri 197,04 22.689 3 52
7 11.06.10 Ingin Jaya 24,34 12.323 6 50
8 11.06.16 Kota Jantho 593 9.631 1 13
9 11.06.15 Krueng Barona Jaya 6,96 16.116 3 12
10 11.06.18 Kuta Baro 61,07 26.796 5 47
11 11.06.17 Kuta Cot Glie 332,25 14.075 2 32
12 11.06.11 Kuta Malaka 22,82 6.716 1 15
13 11.06.14 Lembah Seulawah 319,6 12.246 2 12
14 11.06.22 Leupung 169,15 2.919 1 6
15 11.06.02 Lhoknga 87,95 16.904 4 28
16 11.06.01 Lhoong 149,03 10.354 4 28
17 11.06.05 Mesjid Raya 129,93 23.785 2 13
18 11.06.09 Montasik 59,73 20.181 3 39
19 11.06.08 Peukan Bada 36,25 17.792 4 26
20 11.06.13 Pulo Aceh 90,56 4.315 3 17
21 11.06.04 Seulimeum 404,35 24.618 5 47
22 11.06.19 Simpang Tiga 27,6 6.053 2 18
23 11.06.06 Suka Makmur 43,45 15.796 4 35
TOTAL 2.903,50 400.913 68 604
Sumber: Kabupaten Aceh Besar dalam Angka 2017, BPS


Pariwisata

sunting
 
Benteng Indra Patra

Wisata Sejarah

sunting
 
Rumah Cut Nyak Dhien
 
Masjid Tua Indrapuri
  • Rumah Cut Nyak Dhien. Pada mulanya merupakan tempat tinggal Cut Nyak Dhien. Di dalamnya berisi koleksi sejarah Aceh yang dikelola dan dirawat oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Hanya fondasi yang asli dari bangunan ini, sedangkan yang berdiri sekarang ini adalah hasil renovasi bangunan yang sebelumnya telah dibakar oleh Belanda.[16]
  • Masjid Tua Indrapuri. Mesjid ini terletak sekitar 25 km ke selatan arah ke Medan dan dapat ditempuh dengan transportasi apapun. Wilayah Indrapuri dulunya merupakan Kerajaan Hindu dan merupakan tempat pemujaan sebelum Islam masuk. Kemudian, Sultan Iskandar Muda memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Dan setelah seluruh masyarakat memeluk Islam, tempat yang sebelumnya kuil diubah menjadi sebuah masjid. Bangunan masjid berdiri di atas tanah seluas 33.875 m², terletak di ketinggian 4,8 meter di atas permukaan laut dan berada sekitar 150 meter dari tepi Sungai Krueng Aceh.[16]
  • Kuta Indra Patra. Benteng ini terletak ± 19 km dari Banda Aceh arah ke Krueng Raya, dekat Pantai Ujong Batee. Menurut riwayat dibangun pada masa pra Islam di Aceh yaitu pada masa Kerajaan Hindu, Indra Patra. Namun ada sumber yang menyebutkan bahwa benteng ini dibangun pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dalam upaya menahan serangan Portugis. Benteng ini sangat besar fungsinya pada zaman Sultan Iskandar Muda yang angkatan lautnya terkenal kuat di Asia Tenggara.[16]
  • Makam Laksamana Malahayati, terletak sekitar 32 km dari Kota Banda Aceh. Ia adalah seorang laksamana wanita pertama di dunia modern yang memimpin armada laut pada masa pemerintahan Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.[16]
  • Perpustakaan Kuno Tanoh Abee, terdapat di Desa Tanoh Abee di kaki Gunung Seulawah, Aceh Besar. Perpustakaan Tanoh Abee terletak di dalam kompleks Dayah Tanoh Abee yang didirikan oleh keluarga Fairus yang mencapai klimaks kejayaannya pada masa pimpinan Syekh Abdul Wahab yang terkenal dengan sebutan Teungku Chik Tanoh Abee. Ia meninggal pada tahun 1894 dan dimakamkan di Tanoh Abee. Pengumpulan naskah (manuskrip) Dayah Tanoh Abee telah dimulai sejak Syekh Abdul Rahim, kakek dari Syekh Abdul Wahab. Naskah yang terakhir ditulis pada masa Syekh Muhammad Sa’id, anak Syekh Abdul Wahab yang meninggal dunia pada tahun 1901 di Banda Aceh, dalam tahanan Belanda.[16]
  • Rumoh Teunun Nyak Mu, merupakan pusat produksi tenun asli khas Aceh, yang berlokasi di Gampong Siem, Mukim Siem, Kecamatan Darussalam. Lokasi ini berjarak 12 km sebelah timur Kota Banda Aceh. Di Rumoh Teunun Nyak Mu ini di produksi aneka kain tenun Aceh dengan beragam motif khas Aceh.[16]

Wisata Alam

sunting
 
Pantai Lhok Me di Lam Reh, Mesjid Raya

Kebudayaan

sunting

Kuliner Khas

sunting

Kabupaten Aceh Besar terkenal dengan salah satu makanan khasnya, yakni Bolu manis ala Aceh yang terkonsentrasi di kecamatan Peukan Bada. Bolu ini terkenal dengan citarasanya yang khas, namun kesulitan pengembangan karena kendala dana selain kondisi yang belum sepenuhnya stabil. Selain itu ada pula gulai kambing (kari) dan ayam tangkap yang terkenal kelezatannya serta Sie rebuh (daging Rebus) dan asam keu eung (asam pedas).

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b "Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2024 tentang Kabupaten Aceh Besar di Aceh" (PDF). Lembaran Negara Republik Indonesia. 2024-07-02. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2024-07-15. Diakses tanggal 2024-07-15. 
  2. ^ a b c d "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Désémber 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Permendagri-137-2017" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  3. ^ a b c "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2024" (Visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 15 September 2024. 
  4. ^ "Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2021-2023". www.aceh.bps.go.id. Diakses tanggal 28 Januari 2024. 
  5. ^ "APBD 2018 ringkasan update 04 Mei 2018". 2018-05-04. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-06. Diakses tanggal 2018-07-06. 
  6. ^ "Rincian Alokasi Dana Alokasi Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2021" (pdf). www.djpk.kemenkeu.go.id. (2021). hlm. 1. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-12-07. Diakses tanggal 8 Desember 2021. 
  7. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  8. ^ a b "Sekilas tentang Aceh Besar di situs NAD". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-28. Diakses tanggal 2007-06-14. 
  9. ^ Aceh Besar Dalam Angka 2004
  10. ^ "40 Anggota DPRK Aceh Besar Dilantik". Website Resmi Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. 20-08-2024. Diakses tanggal 17-09-2024. 
  11. ^ Wijaya, Indra (27 September 2024). Hayati, Nurul, ed. "Pimpinan DPRK Aceh Besar Periode 2024-2029 Diambil Sumpah Jabatan". Serambi Indonesia. Diakses tanggal 28 September 2024. 
  12. ^ Perolehan Kursi DPRK Aceh Besar 2014-2019
  13. ^ Perolehan Kursi DPRK Aceh Besar 2019-2024
  14. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  15. ^ Daftar kecamatan di Aceh Besar di situs resmi[pranala nonaktif permanen]
  16. ^ a b c d e f "Wisata Budaya Aceh Besar di situs NAD". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-28. Diakses tanggal 2007-06-14. 
  17. ^ Presiden SBY meresmikan Waduk Keuliling[pranala nonaktif permanen]
  18. ^ "Pocut Meurah Intan: Riwayatmu Kini". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-17. Diakses tanggal 2010-04-16. 
  19. ^ "Eksotisme Cagar Alam Jantho". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-13. Diakses tanggal 2010-04-16. 

Pranala luar

sunting