Taru Martani
Taru Martani adalah sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah D.I. Yogyakarta,[1] yang bergerak di bidang Industri cerutu dan tembakau. Taru Martani, yang sebelumnya bernama N.V. Negresco, adalah pabrik cerutu di Indonesia yang didirikan tahun 1918, dengan produk utama cerutu dan tembakau Shag.[2]
Sebelumnya | NV Negresco |
---|---|
Didirikan | 1918 |
Kantor pusat | Yogyakarta , Indonesia |
Situs web | https://www.cigarindonesia.id/ |
Sejarah
suntingSebagai NV Negresco
suntingTaru Martani awalnya didirikan oleh sebuah perusahaan cerutu Belanda, Mignot & de Block yang berpusat di Eindhoven, Belanda pada tahun 1918. Firma Negresco pertama didirikan di daerah Bulu, Jalan Magelang, Yogyakarta oleh seorang berkewarganegaraan Belanda, Adolphe Antoine Louis Marie Mignot. Dorongan pemerintah Belanda dan fakta bahwa ada keterikatan antara Mignot & de Block dengan Gereja Katolik juga menjadi salah satu alasan didirikannya pabrik cerutu di Jawa.[3][4] Mignot mencari pekerja murah di Jawa, untuk membuat pabrik cerutu yang berlokasi dekat dengan kebun tembakau. Beberapa pekerja datang dari Belanda untuk memerintahkan para penganut Katolik dari Jawa untuk membuat cerutu.
Tahun 1921 Fa Negresco mengalami kemajuan dan perkembangan sangat pesat sehingga perusahaan melakukan ekspansi dan perusahaan berpindah lokasi dari Bulu ke Baciro di Jl. Kompol. B. Suprapto 2A, Yogyakarta. Begitu juga Status yang semula usaha perseorangan diubah menjadi Perseroan Terbatas (Naamloze Vennootschap) dengan nama N.V. Negresco. Pada tahun 1923, pabrik mengalami kemajuan, hingga mempekerjakan 400 pekerja, yang pada saat itu, hanya menerima pekerja dari rekomendasi pastor di Yogyakarta. Pada sekitar tahun 1920-an Negresco juga mulai memproduksi rokok, dan ada penambahan pekerja secara signifikan, hingga akhirnya pabrik mengalami dampak dari krisis ekonomi global dan harus mengurangi pekerja pada sekitar tahun 1930-an.[3]
Pergantian kepemilikan
suntingPertengahan tahun 1942 perusahaan Cerutu diambil alih oleh pemerintah Jepang, seiring dengan pendudukan pemerintah Jepang ke Indonesia, dan diberi nama Jawa Tobacco Kojo. Produksinya pun tidak hanya cerutu tetapi juga rokok putih. Mesin produksi pun diambil oleh pemerintah Jepang dari British-American Tobacco (B.A.T) Cirebon. Produksi Cerutu dengan Merk “Momo Taro” dan rokok putih dengan merk “Mizuho” dan “Koa”.
Tahun 1945 Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih Jawa Tobacco Kojo dari Pemerintah Jepang. Namanya kemudian berganti menjadi Taru Martani dengan produksi Cerutu dan Rokok Putih merk “Daulat” & Abadi”. "Taru Martani" merupakan nama yang diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada waktu itu: "taru" atau "(n)daru" yang berarti daun dan "martani" yang berarti kehidupan, dengan makna serta harapan menjadikan penghidupan yang bersumberkan dari daun tembakau.
Tahun 1949 Perusahaan Cerutu kembali dikuasai Oleh N.V. Negresco. Akan tetapi Negresco belum dapat aktif kembali memproduksi cerutu, sehingga mesin rokok Putih pun dikembalikan lagi kepada British-American Tobacco (B.A.T) Cirebon.
Tahun 1952 Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengambil Inisiatif menghidupkan kembali usaha cerutu tersebut bekerjasama dengan Bank Industri Negara (BIN) Jakarta dan membeli perusahaan cerutu tersebut pada N.V. Negresco secara berkala. PT Taru Martani pun berdiri, hingga tahun 1957 sempat mempekerjakan tenaga ahli dari Belanda, Setelah itu murni tenaga ahli lokal.
Tahun 1960 Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih semua perusahaan milik Belanda termasuk Taru Martani dan dimasukan dalam Perusahaan Negara Perindustrian Rakyat (PNPR) Bujana Yasa dengan Nama; Pabrik Cerutu dan Tembakau Shag Taru Martani. Tahun 1966 Pemerintah RI menyerahkan PNPR Bujana Yasa Pabrik Cerutu dan Tembakau Shag Taru Martani kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, serta status perusahaan menjadi Perusahaan Daerah (PD) Taru Martani.
Perkembangan kontemporer
suntingPada tahun 1972 Pemerintah D.I. Yogyakarta bekerja sama dengan perusahaan asal Belanda Douwe Egberts Tabak Maatschappij dan membentuk perusahaan patungan bernama PT. Taru Martani Baru. Tujuannya agar perusahaan dapat mengekspor produk cerutu ke Belanda.
Pada tahun 1986 status PT. Taru Martani Baru dialihkan menjadi Perusahaan Daerah (PD) Taru Martani karena Douwe Egberts Tabak Maatschappij menarik diri dari PT. Taru Martani Baru. Aktiva tetapnya dihibahkan kepada PD. Taru Martani serta aktiva lancarnya dibeli oleh PD. Taru Martani. Sejak tahun 1986–2012 perusahaan PD. Taru Martani mengeksport cerutu ke beberapa negara.
Tahun 2012 PD. Taru Martani kembali mengubah statusnya menjadi perseroan terbatas yaitu PT. Taru Martani, dengan bidang usaha aneka usaha (produksi cerutu, tembakau iris, pengolahan & perdagangan, distribusi). Semula hanya dapat mengekspor ke beberapa Negara Saja, kini PT. Taru Martani sudah mengekspor produk cerutu di 7 negara.
Tahun 2015 PT. Taru Martani mulai menjalankan diversifikasi usaha. Diawali dengan usaha briket arang untuk pasar ekspor, kemudian pada November 2019 mulai menjalankan usaha kafe.[5]
Produk
suntingTaru Martani telah memproduksi 14 jenis cerutu yang sudah dikenal di seluruh dunia, yaitu: Cigarillos/ Treasure, Extra Cigarillos, Senoritas, Pantella, Slim Pantella, Half Corona, Corona, Super Corona/Grand Corona, Boheme, Royal, Perfecto, Rothschild, Super Rothschild, dan Churchill.[2]
Saat ini Taru Martani memproduksi 3 formulasi campuran cerutu, yaitu: Natural Cigar (Tembakau Murni), Flavour Cigar (Tembakau dengan saus/aroma mint, Amareto, Vanila, Rum, dan Hazelnut) dan Mild Cigar (tembakau ringan).
Untuk bahan baku, Taru Martani mendatangkan tembakau dari daerah Besuki, Jember, Jawa Timur. Tembakau tersebut bernama Java Besuki, yang memiliki rasa tembakau yang cukup menonjol dengan warna coklat kehitaman. Java Besuki digunakan untuk pembungkus dalam (omblad) dan pembungkus luar (dekblad) cerutu. Sementara untuk isi (filler) digunakan tembakau Java Besuki yang telah dicampur dengan tembakau dari Havana dan Brazil.
Keunikan pembuatan cerutu Taru Martani adalah karena semua proses pembuatannya dilakukan secara manual, dengan tangan. Oleh karena itu dapat dikatakan, setiap batang cerutu dibuat dengan ketelitian tinggi dan menjadi hasil karya yang terpilih.
Gedung pabrik Taru Martani juga telah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya, dengan Surat Keputusan Permenbudpar No. PM.25/PW.007/MKP/2007 tertanggal 26 Maret 2007. Bangunan bergaya indis dengan bentuk atap limasan. Jendela atas dan bouven licht masih asli, tetapi jendela bawah dan pintu sudah diganti. Bangunan terdiri dari dua blok dalam komplek, dibangun secara bertahap. Bangunan A digunakan sebagai bangunan administrasi dan produksi didirikan tahun 1920. Bangunan B digunakan sebagai bangunan produksi dan gudang yang didirikan tahun 1921. Perlu diketahui bahwa mesin-mesin yang digunakan untuk produksi sampai sekarang, sudah ada sejak pabrik tersebut masih milik perusahaan Belanda.[6]
Referensi
sunting- ^ Admin (2022-06-16). "104 Tahun Taru Martani, Dr. R. Stevanus Ungkap Perlu Terobosan Progressive Agar Cerutu Taru Martani Lebih Dikenal". e-Parlemen DPRD DIY (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-09-24.
- ^ a b "PT. Tarumartani". bpka.jogjaprov.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-24. Diakses tanggal 2022-09-24.
- ^ a b Steenbrink, Karel (2003). Catholics in Indonesia, 1808-1942 A Documented History. Volume 2: The Spectacular Growth of a Self Confident Minority, 1903-1942. Verlag Ferdinand Schöningh. hlm. 394. ISBN 9789004254022. line feed character di
|title=
pada posisi 34 (bantuan) - ^ "Negresco 1919-1924". www.mignot-en-de-block.nl. Diakses tanggal 2022-09-24.
- ^ "PERGUB DIY Nomor 7 Tahun 2022" (PDF). www.bpk.go.id. hlm. III-348. Diakses tanggal 2022-09-24.
- ^ Yogyakarta, Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D. I. (2016-09-26). "Bangunan PT. Taru Martani". Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-09-24.