Tari Jurit Ampil Kridha Warastra

salah satu tarian di Indonesia

Tari Jurit Ampil Kridha Warastra (bahasa Jawa: ꦧꦼꦏ꧀ꦱꦤ꧀ꦗꦸꦫꦶꦠ꧀ꦲꦩ꧀ꦥꦶꦭ꧀ꦏꦿꦶꦣꦮꦫꦱ꧀ꦠꦿ, translit. Beksan Jurit Ampil Kridha Warastra) adalah tarian klasik yang berasal dari Kota Salatiga. Tarian tersebut menggambarkan tentang pasukan garwa ampil (selir) dari Mangkunegara I atau Raden Mas Said (Pangeran Samber Nyawa) dalam Perjanjian Salatiga. Tarian ini merupakan tarian lepas, artinya dapat ditampilkan secara beregu, berpasangan, dan tunggal. Unsur klasik tarian tersebut terdapat dalam gerakan, iringan lagu, busana, dan tata riasnya, tetapi saat ini telah dipadukan dengan unsur-unsur baru yang mengikuti perkembangan zaman.

Tari Jurit Ampil Kridha Warastra.

Makna dan unsur

sunting

Tarian ini memiliki makna, yaitu jurit yang berarti "prajurit", garwa ampil yang berarti "selir" (dari Mangkunegara I), dan warastra yang berarti "gendewa".[1] Secara umum, tarian itu menggambarkan tentang pasukan garwa ampil (selir) dari Mangkunegara I dalam Perjanjian Salatiga[a] yang dilaksanakan tanggal 17 Maret 1757. Masing‑masing pihak (Hamengkubuwana I, Pakubuwana III, dan Mangkunegara I) dalam perjanjian tersebut bersepakat untuk membawa dan menunjukkan kekuatan pasukannya. Mangkunegara I sendiri juga menunjukkan beberapa bregada (kesatuan prajurit) yang dibawanya, salah satunya adalah Jurit Ampil, yaitu kesatuan prajurit putri para selirnya.[2]

Tarian tersebut tergolong sebagai tarian lepas, artinya dapat ditampilkan secara beregu, berpasangan, dan tunggal. Unsur klasik tarian itu terdapat dalam gerakan, iringan lagu, busana, dan tata riasnya, tetapi saat ini telah dipadukan dengan unsur-unsur baru yang mengikuti perkembangan zaman. Tarian ini juga merupakan perpaduan dari tari klasik gaya Surakarta dan tari rakyat, yang banyak mengambil gerakan dari tari Prajuritan. Iringan musik di dalamnya menggunakan gamelan Jawa laras pelog yang meliputi gender, kendhang, demung, saron, kenong, kempul, dan gong, sedangkan bentuk gendingnya adalah lancaran, srepeg, dan palaran.[3]

Busana yang dipakai dalam tarian itu adalah busana prajurit putri dengan rambut yang digelung kecil dan memakai mahkota berwarna keemasan. Baju utamanya berwarna biru lengan pendek dengan hiasan emas, sabuk, dan dodot, sedangkan celananya sebatas lutut kaki. Untuk senjatanya menggunakan jemparing (panahan), endhong, nyenyep, gendewa, dan cundrik.[3] Adapun tata rias para penari memiliki tujuan untuk membantu pembentukan karakter dan penjiwaan dari seorang prajurit.[2]

Lihat pula

sunting

Keterangan

sunting
  1. ^ Perjanjian tersebut dilakukan sebagai upaya penyelesaian konflik perebutan kekuasaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram. Isi perjanjian itu adalah Hamengkubuwana I dan Pakubuwana III melepas beberapa wilayahnya untuk Mangkunegara I.

Rujukan

sunting
  1. ^ Albab, Marwan (16 Agustus 2019). "Flashmob Tari di Pinggir Jalan, Lestarikan Tarian Klasik di Era Millenial". ANTV Klik. Diakses tanggal 15 September 2020. 
  2. ^ a b Sobat Budaya (16 Mei 2018). "Tari Jurit Ampil Kridha Warastra". Perpustakaan Digital Budaya Indonesia. Diakses tanggal 12 Mei 2020. 
  3. ^ a b GPS Wisata Indonesia (4 Maret 2018). "Tarian Tradisional Salatiga Jawa Tengah". GPS Wisata Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-04. Diakses tanggal 17 Mei 2020. 

Pranala luar

sunting