Abdurrahman Siddiq

(Dialihkan dari Syaikh Abdurrahman Siddik)

Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Afif al-Banjari bin Mahmud bin Jamaluddin (lahir di Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan tahun 1857 – meninggal di Sapat, Indragiri Hilir, Riau 10 Maret 1930 pada umur 72 tahun) adalah seorang ulama dari etnis Banjar yang dikenal di mana-mana bahkan sampai di Mekkah karena ia juga menjadi pengajar di Masjidil Haram.[1][2] Muridnya tersebar sampai ke Singapura, Malaysia dan Kalimantan.namanya di abadikan disebuah perguruan tinggi ISLAM di BABEL yaitu IAIN SAS BABEL

Abdurrahman Siddiq
Lahir1857
Dalam Pagar, Martapura
Meninggal10 Maret 1939
Sapat, Indragiri Hilir
Dikenal atasUlama
Orang tuaDatu Landak

Riwayat

sunting

Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Afif al-Banjari bin Mahmud bin Jamaluddin, demikian nama lengkapnya. Dilahirkan pada tahun 1857 di Kampung Dalam Pagar Martapura Kalimantan Selatan, nama lahirnya sebenarnya hanyalah Abdurrahman.

Nama "Siddiq" ia dapat dari seorang gurunya saat ia belajar di Mekkah. Ia merupakan cicit dari ulama ternama etnis Banjar, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.

Saat baru berusia tiga bulan, ibunda Abdurrahman Siddiq meninggal dunia. Ia tak sempat mendapat asuahan sang ibunda. Ia pun kemudian dirawat kakek dan neneknya. Sang kakek merupakan seorang ulama bernama Mufti H Muhammad Arsyad. Namun baru diusia setahun, sang kakek meninggal. Maka Abdurrahman Siddiq pun tumbuh dewasa hanya bersama neneknya, Ummu Salamah.

Sang nenek merupakan muslimah yang taat beribadah dan faqih beragama. Ia mendidik syaikh dengan kecintaan pada Alquran. Beranjak dewasa, nenek mengirim syekh pada guru-guru agama di kampung halamannya. Ketika dewasa, Syaikh makin giat menuntut ilmu agama.

Ia melakukan perjalanan menuntut ilmu ke Padang, Sumatera Barat. Setelah menyelesaikan pendidikan di Padang pada 1882, ia masih haus ilmu. Maka pergilah syekh ke kota kelahirn Islam, Makkah pada tahun 1887.

Di tanah suci, Abdurrahman Siddiq banyak menghadiri majelis ilmu para ulama ternama Hijaz. Tak hanya di Makkah, ia pun giat bergabung di halaqah-halaqah ilmu di Masjid Nabawi di Madinah. Kegiatan tersebut ia lakukan hingga tujuh tahun lamanya. Bahkan Syekh juga sempat menjadi pengajar di Masjidil Haram selama dua tahun sebelum kemudian kembali ke tanah air.

Ia diangkat oleh Sultan Mahmud Shah (Raja Muda) sebagai Mufti Kerajaan Indragiri 1919-1939 berkedudukan di Rengat dan mengabdikan diri di Kerajaan Indragiri.[butuh rujukan]

Peninggalan

sunting

Karya-karya tulis

sunting

Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad 'Afif dikenal sebagai Pujangga dan Sastrawan yang semasa hidupnya mengarang sejumlah buku sasta dan agama. Tuan guru Syekh Abdurrahman, demikian panggilan hormat ia telah menulis karyanya berupa kumpulan puisi berjudul "Syair Ibarat Kabar Kiamat" yang diterbitkan oleh Ahmadiyah Press Singapura Tahun 1915. Beberapa syair sangat kritis dalam nuansa religius. Karya-karya tulis ia antara lain:

Masjid

sunting

Peninggalan Syekh Abdurrahman yang terkenal adalah Masjid yang dibangunnya sendiri pada tahun 1927. Masjid ini berarsitektur khas pada atap dan berada 200 meter dari makamnya.[butuh rujukan]

Referensi

sunting
  1. ^ Ulama Indonesia yang Mengajar di Masjidil Haram (1) - Republika Online, diakses 2 Februari 2014.
  2. ^ Sumbar, BPCB (13 Desember 2017). "Makam Syekh Abdurrahman Siddiq, Indragiri Hilir, Riau". Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat. Diakses tanggal 11 Januari 2021. 
  3. ^ Pemkab Indragiri Hilir - Profil Datu Sapat, Syekh Abdurrahman Siddiq

Pranala luar

sunting