Soerjadi Soerjadarma

(Dialihkan dari Suryadi Suryadarma)

Marsekal TNI (Purn.) Elang Soerjadi Soerjadarma (6 Desember 1912 – 16 Agustus 1975[1]) adalah Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dari 1959 hingga 1962 dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara dari 1946 hingga 1962.

Soerjadi Soerjadarma
Menteri Perhubungan Pos dan Telekomunikasi ke-18
Masa jabatan
24 Februari 1966 – 28 Maret 1966
PresidenSoekarno
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ke-4
Masa jabatan
July 1959 – 19 Januari 1962
PresidenSoekarno
Kepala Staf TNI Angkatan Udara ke-1
Masa jabatan
9 April 1946 – 19 Januari 1962
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Jabatan baru
Pengganti
Omar Dhani
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1912-12-06)6 Desember 1912
Banyuwangi, Hindia Belanda
Meninggal16 Agustus 1975(1975-08-16) (umur 62)
Jakarta, Indonesia
Suami/istriUtami
Anak3
AlmamaterKMA Breda (1934)
ProfesiTentara
Karier militer
Pihak
  • Hindia Belanda (1934—1945)
  • Indonesia (1945—1962)
Dinas/cabang
Masa dinas1934—1962
Pangkat Marsekal TNI
NRP460001
SatuanNavigator
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Pada 1 September 1945 ia ditugaskan membentuk AURI oleh Presiden Soekarno dan diangkat sebagai KASAU (pertama) pada 9 April 1946. Pada 18 Februari 1960, selain sebagai KASAU, jabatannnya ditingkatkan sebagai Menteri/Kastaf AURI.

Elang Suryadi Suryadarma sebagai pendiri dan Bapak AURI – tidak hanya berperan dalam mengembangkan dunia dirgantara pada bidang kemiliteran, tetapi juga sebagai pelopor pada penerbangan komersial. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan, Suryadarma telah menjadikan dirgantara sebagai bagian dari hidupnya.

Biografi

sunting

Kehidupan Awal

sunting
 

Terlahir dengan nama Elang Soeriadi Soeriadarma, Ia adalah anak dari Raden Suryaka Suryadarma yang bekerja pegawai bank di Banyuwangi. Elang adalah gelar kebangsawanan yang ada di Keraton Kanoman Cirebon yang berarti Raden. Namanya kemudian disesuaikan dengan ejaan baru menjadi Raden Suryadi Suryadarma[2]

Ia masih memiliki garis keturunan dari Keraton Kanoman, Cirebon. Buyutnya adalah Pangeran Jakaria alias Aryabrata dari Keraton Kanoman, Cirebon yang merupakan keturunan langsung dari Sunan Gunung Jati. Sedangkan kakeknya adalah Dokter Pangeran Boi Suryadarma yang bertempat tinggal di Kuningan, Jawa Barat, dia tamatan Sekolah Dokter Jawa (STOVIA).

Ayah Suryadi Suryadarma, bernama Raden Suryaka Suryadarma, bekerja di sebuah bank di Banyuwangi. Suryadarma tidak pernah mengenal sosok ibunya karena sang ibu meninggal dunia pada saat Suryadarma masih bayi. Pada saat Suryadarma berusia 4 tahun, sang ayah pun meninggal dunia. Suryadarma telah menjadi anak yatim piatu dalam usia yang masih sangat kecil.[2] Sepeninggal kedua orangtuanya, Suryadarma ikut keluarga kakeknya di Jakarta.

Pendidikan

sunting

Tahun 1918, menjelang usia enam tahun, Soerjadi Soerjadarma masuk sekolah ELS (‘’Europeesche Lagere School’’) yaitu Sekolah Dasar khusus untuk anak asing (bangsa Eropa dan Tiongkok) dan anak-anak Indonesia yang miliki keturunan bangsawan atau anak pejabat yang kedudukannya bisa disamakan dengan bangsa Eropa. Sekolah dimana beliau menempuh pendidikan dasar adalah Paul Krugerschool yang merupakan cikal bakal dari PSKD (Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta), yang terletak di daerah Kwitang, Jakarta Pusat.[3]

Tahun 1926, ia menyelesaikan pendidikanya di Europeesche Lagere School, yang kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya yaitu Hoogere Burgerschool te Bandoeng (HBS Bandung, sekarang ditempati SMA Negeri 3 Bandung dan SMA Negeri 5 Bandung). Namun sebelum berhasil menamatkan sekolahnya di kota ini, ia harus berpindah ke Jakarta dan melanjutkan di Koning Willem III School te Batavia - HBS di Jakarta, dan berhasil diselesaikan tahun 1931.[4]

Militer

sunting

Setelah lulus dari KW III School, beliau terus berusaha mengejar cita-citanya menjadi penerbang. Dari KW III School ia tidak dapat langsung mengikuti pendidikan penerbang, karena persyaratan menjadi penerbang harus menjadi perwira militer terlebih dahulu.[5] Untuk menjadi perwira militer, tidak ada jalan lain kecuali mengikuti pendidikan perwira di KMA (Koninklijke Militaire Academie), yang saat itu hanya ada di Breda, Belanda.[4]

Keinginannya yang besar untuk menjadi penerbang, membuatnya pada bulan September 1931, beliau mendaftarkan diri masuk pendidikan perwira di KMA Breda, Belanda. Keinginannya untuk menjadi anggota militer ini sebenarnya tidak disetujui oleh Dr. Boi Suryadarma, kakek yang sekaligus menjadi ayah angkatnya. Namiun setelah mendapat penjelasan dari Suryadarma, akhirnya kakeknya tidak keberatan Suryadarma menjadi kadet (taruna) KMA.[4]

Di lingkungan kadet, ia sering disebut dengan pelbagai julukan, antara lain adalah Browne Baron yang artinya Pangeran berkulit coklat. Selain itu, di kalangan rekan-rekannya di KMA, ia dipanggil dengan nama Yacobus.[6] Selama menempuh pendidikan, ia sangat gemar membaca terutama mengenai sejarah penerbangan di Eropa. Salah satu tokoh yang sangat ia kagumi adalah Giulio Douhet. Giulio adalah salah seorang Jenderal berkebangsaan Italia dan pernah menulis buku dengan judul The Command of the Air dan diterbitkan pada tahun 1921. Dalam bukunya, ia menyatakan bahwasanya kekuatan udara tidak hanya sebagai penunjang serangan angkatan darat, tetapi ia bisa dipergunakan untuk menghancurkan sasaran-sasaran yang besar dan berada jauh dari pangkalan.

Akhirnya pada bulan September tahun 1934, Soerjadi Soerjadarma lulus dari Akademi Militer Breda, Belanda, dengan pangkat Letnan Dua. Pendidikan di KMA diselesaikannya selama tiga tahun. Setelah lulus, ia ditempatkan di Satuan Angkatan Darat Belanda di Nijmegen. Baru satu bulan kemudian, tepatnya di bulan Oktober, 1934, ia dipindahkan ke Batalyon I Infanteri di Magelang sampai bulan Nopember 1936[4]

Periode Pra-Kemerdekaan

sunting

Suryadarma, memiliki pengalaman yang kaya selama Perang Dunia II, karena ia merupakan satu dari empat puluh bumiputera yang diterima di Akademi Militer Belanda (KMA) di Breda, Belanda, sebelum PD II pada era Hindia Belanda.[7]

Suryadi turut serta dalam operasi pengeboman kapal-kapal tentara Jepang, yang berjumlah tidak kurang dari 50 buah di atas langit yang cerah di pulau Tarakan, Borneo, tanggal 13 Januari 1942.[1] Dalam operasi pengeboman ini, Suryadi bertindak sebagai navigator dan berpangkat Luitenant Waarnemer. Dari ketiga pesawat Martin B-10, Belanda.Dari tiga buah pesawat udara yang dikirimkan untuk operasi ini, hanya satu yang selamat dan diawaki oleh Suryadarma. Atas jasa keberanian yang luar biasa ini, Suryadi Suryadarma mendapatkan medali ‘’Het Bronze Kruis’’ atau ‘’The Bronze Cross’’, sebuah tanda jasa khusus dalam bidang militer dan hanya dianugerahkan untuk mereka yang memperlihatkan keberanian luar biasa terhadap musuh.[8]

Suryadi mendapatkan berita bahwa Sekolah Penerbang (Vliegschool) di Kalijati membukan pendaftaran bagi tentara Hindia Belanda, setelah bertugas beberapa lama di Batalion 1 Infanteri, Magelang. Proses seleksi awalnya ia mengalami kegagalan pada fase tes kesehatan, dimana ia dinyatakan menderita malaria dan sedang kambuh. Tahun depannya, ia melamar lagi, tetapi ditolak dengan alasan belum sembuh dari sakit malarianya. Dan baru pada kesempatan ketiga, ia lolos dari tes kesehatan dan memulai pendidikan penerbang di Sekolah Penerbang Kalijati, pada Desember 1937.[4]

Ia diterima sebagai navigator tetapi Suryadarma konon berbakat sebagai penerbang namun tidak diizinkan karena ia pribumi. Suryadarma punya segudang pengalaman dengan terlibat dalam operasi-operasi udara AU Belanda, terutama ketika Belanda terdesak oleh invasi Jepang pada awal 1940-an. Ia terkenal akan keberaniannya sebagai navigator (sebagai letnan penerbang intai) dengan tiga pesawat pembom Martin B-10, yang mengebom armada Jepang di Tarakan tanpa disertai fighter escort pada tanggal 13 Januari 1942. Mereka berhasil mengebom dua kapal penjelajah (cruiser) Jepang, tetapi kemudian mereka diserang oleh pesawat-pesawat Zero, sehingga hanya bomber yang dipimpin oleh Suryadarma yang berhasil kembali meskipun dalam keadaan rusak dan penerbangnya luka parah. Karena jasanya, Pemerintah Belanda menganugerahi "The Bronze Cross" atas keberaniannya menghadapi musuh dan Medals for Distinguished Service During Combat untuk Jan Lukkien yang menjadi pilot pesawat tersebut dan sebagai Komandan Skadron Martin B-10.

Periode 1945-1949

sunting

Dalam periode 1945-1949, Suryadarma sebagai KSAU mengembangkan ‘minat dirgantara’ melalui pendirian Aeroclub, mewujudkan pendidikan dan latihan-latihan dasar penerbangan militer di Maguwo, Maospati dan Malang (teknik radio, radio operator, penerbang, paratroops, pembekalan udara, morse code). Suryadarma adalah orang pertama yang menyadari pentingnya keberadaan pasukan payung (paratroops) mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. Hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya pasukan payung pertama di Indonesia yaitu Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang kini kembali menjadi Kopasgat TNI AU. Suryadarma sangat mendukung gagasan-gagasan Wiweko Supeno dan Nurtanio dalam berbagai eksperimen pembuatan pesawat terbang dan helikopter di Maospati. Selain itu, ia bersama Halim Perdanakusuma dan Wiweko mengundang pesawat-pesawat angkut asing untuk menerobos blokade udara Belanda terhadap Indonesia.

Periode 1950-1954

sunting

Tahun 1950-1954, Suryadarma memprioritaskan pendirian sekolah-sekolah pendidikan dan latihan penerbangan. Hampir segala macam kejuruan teknis penerbangan militer dan sipil, dengan memanfaatkan tenaga-tenaga ahli Belanda (ex ML dan ex Luchvaart Dienst) sebagai instruktur, dosen dan pengawas mutu pendidikan. Hanya Sekolah Perwira Penerbang saja yang menggunakan instruktur-instruktur Amerika. Pada tahun 1954 tenaga-tenaga instruktur pendidikan sudah ditangani para perwira dan bintara AURI. Bahkan untuk calon-calon instruktur pendidikan yang berprestasi, Suryadarma mengirimkan para perwira dan bintara ini ke India Air Force dalam jumlah yang cukup banyak.

Periode 1950-1955

sunting

Dalam periode tahun 1950-1955, ia konsisten mengembangkan minat dirgantara dan mendirikan Aeroclub di beberapa ibu kota provinsi. Bahkan, dari sipil pun yang berminat terbang dengan pesawat latih Piper Cub L4-J diizinkan, asal tetap memenuhi persyaratan fit and proper. Ada dua lichting berhasil memenuhi persyaratan sebagai Penerbang-III (klein brevet), yaitu mencapai 60-65 jam terbang. Para instruktur adalah penerbang AURI dan kursus ini terbatas hanya bisa diselenggarakan di Cililitan (Halim), Andir (Sulaiman, Bandung) dan Maguwo (Adisucipto). Sebagian besar masyarakat sipil ini adalah para dosen muda dari universitas. Penerbitan majalah kedirgantaraan Angkasa oleh Dinas Penerangan AURI pada tahun 1950 juga diprakarsai atas ide dari Suryadarma. Sekarang majalah Angkasa diterbit-lestarikan oleh grup Kompas Gramedia dibawah asuhan Jakob Oetama.

Curug, Garuda Indonesia dan IPTN

sunting

Suryadarma bersama Soetanandika (Kepala Direktorat Penerbangan Sipil) menggagas berdirinya Akademi Penerbangan Curug ( Sekolah Penerbang, Sekolah Teknik Udara, Sekolah Lalu-lintas Penerbangan, dan Sekolah Meteorologi). Akademi ini harus memenuhi persyaratan-persyaratan ICAO. Pada tahun-tahun pertama, sekolah-sekolah ini menggunakan tenaga instruktur AURI, tetapi kemudian digantikan oleh tenaga asing atas rekomendasi ICAO dan ditambah dengan tenaga sipil yang sudah memenuhi kualifikasi ICAO.

Ia juga berperan dalam negosiasi pengambilalihan KNILM/KLM menjadi Garuda Indonesia Airways (GIA) pada tahun 1950-an dan penerbang-penerbangnya berasal dari lulusan Sekolah Perwira Penerbang AURI angkatan pertama. Selain itu, Suryadarma juga menggagas agar para penerbang dan kru penerbang sipil menjadi perwira dan bintara cadangan AURI. Masyarakat awam yang terlibat dalam penerbangan sipil oleh Suryadarma juga diangkat sebagai perwira yang berpangkat Tituler.

Suryadarma sangat mendorong dan mendukung semangat dan upaya kepeloporan Nurtanio Pringgoadisuryo mewujudkan cita-citanya membangun industri penerbangan Indonesia. Dalam tahap embrionalnya, proyek ini dinamai Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) yang secara struktural ada dalam organisasi AURI dan Suryadarma sebagai KSAU menentukan kebijakan dari lembaga tersebut. LAPIP kemudian berubah menjadi Lembaga Industri Penerbangan-Nurtanio (LIPNUR) pada tahun 1976 dan pada tahun 1980 diubah menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) oleh B.J. Habibie.

Pengunduran Diri

sunting

Pada tanggal 9 Maret 1960, Suryadi Suryadarma sempat meminta mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas ulah Letnan II (Pnb) Daniel Maukar yang pada pagi harinya menembaki Istana Negara Jakarta dengan pesawat tempur MiG-17F Fresco asal Skadron Udara 11, tetapi permintaan tersebut ditolak oleh Presiden Soekarno.

Namun akhirnya pada tanggal 19 Januari 1962, Suryadarma “dipaksa” mengundurkan diri dari jabatannya sebagai KSAU sebagai dampak dari peristiwa Pertempuran Laut Aru dimana Komodor Laut Yos Sudarso gugur, AURI saat itu dianggap tidak atau kurang memberikan perlindungan udara terhadap ALRI dari serangan pesawat-pesawat Belanda. Hal ini pula yang mengakhiri karier gemilangnya selama kurang lebih 16 tahun memimpin AURI. Pengorbanan batin KSAU Suryadarma pada masa itu adalah wujud nyata sikap tertinggi dalam disiplin prajurit, yaitu loyalitas bagi bangsa dan negara. Setelah itu, posisi dirinya sebagai KSAU digantikan oleh Laksamana Madya Udara Omar Dani pada hari itu juga.

Pada keesokan harinya 20 Januari 1962 oleh Presiden Soekarno, ia diangkat sebagai Penasehat Militer Presiden. Pada tahun 1965, ia diangkat sebagai Menpostel RI. Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya bagi bangsa dan negara maka TNI Angkatan Udara meresmikan nama Lanud Suryadarma di daerah Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa Barat dengan nama Lanud Suryadarma disingkat SDM. Selain itu nama Suryadarma juga diabadikan sebagai nama sebuah perguruan tinggi milik TNI-AU di daerah Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur dengan nama Universitas Suryadarma.

Pernikahan

sunting

Suryadi Suryadarma menikah dengan Utami pada 3 Juni 1938 dan di karuniai tiga orang anak, yaitu Dra. Awaniduhita Priyanti, Erlangga Suryadarma dan Adityawarman Suryadarma.

Masa pensiun

sunting

Setelah pensiun berbagai aktivitas dan kegemaran dilaksanakan seperti berburu dan menembak, koleksi batuan mineral/mulia, menulis, koleksi perangko, membaca dan lain-lain. Menginjak di usia ke 63 tahun, kesehatannya mulai menurun dan mengidap sakit komplikasi liver. Pada minggu kedua Agustus 1975, Suryadarma mulai dirawat di Rumah Sakit Husada, Jakarta selama seminggu.

Suryadarma meninggal dunia pada pukul 05.45 WIB pada Hari Sabtu tanggal 16 Agustus 1975. Jenazahnya kemudian disemayamkan di rumah duka dan di Markas Besar TNI AU Jalan Gatot Subroto. Pemakamannya dilaksanakan pada 17 Agustus pukul 13.00 WIB di Pemakaman Umum Karet, Jakarta secara militer dengan Inspektur Upacara KASAU Marsekal TNI Saleh Basarah.

Pengukuhan Bapak AURI

sunting

Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Hanafie Asnan mengukuhkan Laksamana Udara/Marsekal TNI (Purn.) Raden Soerjadi Soerjadarma sebagai Bapak AURI. Pengukuhan ini sesuai Skep KSAU Nomor SKEP/68/VI/2000. Penghargaan diberikan atas jasa-jasa dan perjuangan Soerjadi Soejadarma dalam merintis dan membangun kekuatan udara AURI, dengan bermodalkan tekad, semangat dan pengabdian kepada negeri. Salah satu nasihatnya adalah : “Kewajiban menuntaskan setiap tugas dengan baik adalah ciri khas seorang perwira sejati dan perwira terhormat! Reputasi dan prestasi perwira adalah senapas!”.

Penghargaan

sunting

Selama menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara dan Kepala Angkatan Bersenjata, beliau menerima 22 penghargaan dari dalam dan luar negeri.[9]

 
     
     
     
     
     
     
     
Baris ke-1 Bintang Mahaputera Adipurna (1961)[10]
Baris ke-2 Bintang Sakti Bintang Dharma Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama
Baris ke-3 Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya Bintang Garuda
Baris ke-4 Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia Satyalancana Kesetiaan 16 Tahun Satyalancana Kesetiaan 8 Tahun
Baris ke-5 Satyalancana Perang Kemerdekaan I Satyalancana G.O.M I Satyalancana G.O.M II
Baris ke-6 Satyalancana G.O.M IV Satyalancana G.O.M V Satyalancana G.O.M VII
Baris ke-7 Satyalancana Sapta Marga First Rank of the Order of the People's Army with Laurer Wreath - Yugoslavia Order of the Republic, 1st Class - Republik Persatuan Arab
Baris ke-8 Knight Grand Cross of the Most Noble Order of the Crown of Thailand - Thailand Knight Commander of the Most Exalted Order of the White Elephant - Thailand (1960)[11] Bronze Cross - Belanda (1968)[12]

Dalam budaya populer

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Gumilang, Prima (20 April), "LIPUTAN KHUSUS Suryadarma, di Balik Angkatan Udara RI yang Ditakuti Dunia", CNN Indonesia 
  2. ^ a b Suryadarma 2017, hlm. 2.
  3. ^ Suryadarma 2017, hlm. 3.
  4. ^ a b c d e "MENGENANG 98 TAHUN Rd.S. SURYADARMA PERINTIS TNI AU DAN BAPAK AURI". TNI AU. 20 Desember 2010. Diakses tanggal 09 Februari 2019. 
  5. ^ Suryadarma 2017, hlm. 7.
  6. ^ Suryadarma 2017, hlm. 12.
  7. ^ Matanasi, Petrik. Pribumi Jadi Letnan KNIL. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta: TROMPET. hlm. 30. 
  8. ^ Suryadarma 2017, hlm. xiii - xv.
  9. ^ TNI AU, Author. "R. Soerjadi Soerjadarma, Tokoh Pendiri AURI". Diakses tanggal 2022-11-25. 
  10. ^ Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003 (PDF). Diakses tanggal 4 Oktober 2021. 
  11. ^ แจ้งความสำนักนายกรัฐมนตรี เรื่อง พระราชทานเครื่องราชอิสริยาภรณ์
  12. ^ JEJAK LANGKAH - Soerjadi Soerjadarma "Bapak Angkatan Udara Indonesia", diakses tanggal 2023-10-22 

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting
Jabatan militer
Didahului oleh:
tidak ada
Kepala Staf TNI Angkatan Udara
1946—1962
Diteruskan oleh:
Omar Dhani