Koning Willem III School te Batavia

Koning Willem III School te Batavia disingkat KW III School yang dalam pelafalan bahasa Belanda menjadi Kawedri adalah pendidikan menengah umum yang pertama kali didirikan pemerintah Hindia Belanda di Batavia pada tanggal 15 September 1860.[note 1] Nama sekolah ini diambil dari nama raja Belanda kala itu, yakni Koning (raja) Willem III. Sekolah KW III berada di lokasi yang sekarang ditempati Perpustakaan Nasional Indonesia di Jalan Salemba Raya 28A, Jakarta Pusat. Dari sisi kepemilikan, sekolah ini termasuk kategori Gouvernements HBS atau Openbare HBS dalam pengertian bahwa HBS tersebut diselenggarakan dan dimiliki pemerintah dan berstatus sekolah negeri.[note 2] Direktur (kepala sekolah) KW III School yang pertama adalah Dr. S. A. Naber.

Koning Willem III School te Batavia
Gedung KW III School di Jl. Salemba Raya 28A, Jakarta Pusat
Informasi
Didirikan15 September 1860 - 8 Maret 1942[note 1]
JenisGouvernements school - sekolah negeri (Hindia Belanda)
StatusHBS V - Pendidikan menengah 5 tahun
Alamat
LokasiSalemba, Batavia, Jawa Barat, Hindia Belanda
KampusUrban
Moto
Gymnasium Willem III (1860)

Sejarah

sunting

Berdasarkan Besluit Gouverneur Generaal 5 Juni 1859 Nomor 11, Mr. A. Prins diangkat sebagai Ketua Kehormatan Collegie van Curatoren van het Gymnasium Willem III; sebagai Kurator adalah T. Ament, Dr. P. Bleeker, G. F. de Bruijn Kops, J. W. C. Diepenheim, Jhr. Mr. F. Junius van Hemert, C. F. W. Wiggers van Kerchem, Mr. T. H. der Kinderen, Mr. W. Rappard, G. Suermondt, G. H. Uhlenbeck, F. van Vollenhoven, N. H. Whitton.[1] Pada tahun yang sama Pemerintah telah menyetujui usulan Kommissie van Curatoren voor het Gymnasium Willem III (komisi kurator untuk Gymnasium Willem III) untuk membeli rumah almarhum Pierre Jean Baptiste de Perez untuk lokasi sekolah tersebut. Properti ini terletak di daerah Ommelanden Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine., Batavia.

Pada tanggal 13 September 1860 diadakan ujian masuk dengan hasil cukup memuaskan, 37 orang lulus dari 45 calon siswa.

Pada tanggal 15 September 1860 Gymnasium Willem III dibuka[2] dengan masa studi tiga tahun.

Pada hari Selasa, 27 November 1860 diadakan Upacara Peletakan Batu Pertama Gedung Utama Gymnasium Willem III oleh Gouverneur Generaal.

Berdasarkan Besluit Gouverneur Generaal 21 Agustus 1867 Nomor 1, Gymnasium Willem III dibagi menjadi dua bagian:

Walaupun ditingkatkan menjadi HBS 5 tahun namun sebutan Gymnasium Willem III tetap digunakan hingga tahun 1900an menjadi Koning Willem III School.

Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, sekolah ini ditutup. Gedungnya dipergunakan untuk Pertahanan Sipil Belanda. Setelah Belanda menyerah, Jepang menggunakannya. Demikian juga saat sekutu mengalahkan Jepang, gedung ini dipakai oleh tentara sekutu. Tahun 1949, setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, gedung KW III sempat menjadi markas kesatuan TNI Batalyon Kala Hitam. Kemudian beralih menjadi kantor dan perumahan Jawatan Kesehatan TNI AD.[3]

Pada awal 1987, bekas lokasi sekolah KW III tersebut direnovasi dan dipergunakan untuk Perpustakaan Nasional Indonesia. Pada tanggal 11 Maret 1989, secara resmi kompleks tersebut dibuka dengan penandatanganan sebuah prasasti marmer oleh Presiden dan Ibu Tien Suharto.

Sekolah ini dijuluki "sekolah raja" sehingga murid-muridnya yang adalah anak-anak pejabat kolonial disebut "anak-anak raja". Sekolah ini kemudian menerima anak-anak pribumi dari golongan priyayi atau pejabat pribumi. Beberapa murid pribumi yang bersekolah di sana kelak menjadi tokoh pergerakan nasional, di antaranya Agus Salim, Achmad Djajadiningrat, Mohammad Husni Thamrin, Ernest Douwes Dekker, dan Johannes Latuharhary.[3]

Pada masa itu pula, boleh dikatakan bahwa orang-orang Tionghoa Peranakan yang berduit mampu memberikan pendidikan Belanda mengirimkan anak-anak mereka ke lembaga-lembaga keagamaan atau swasta, sementara putra-putra kepala dikirim ke sekolah resmi. Kadang, anak-anak Tionghoa diberi pendidikan Tionghoa pada waktu bersamaan oleh guru privat, atau di sekolah yang diurus oleh guru-guru dididik di Tiongkok, sebagaimana tulisan J.E. Albrecht.[4] Sebuah catatan yang menarik dalam surat kabar Bintang Timor yang memperkuat data J.E. Albrecht yang menunjukkan bahwa pada masa itu, banyak orang Tionghoa memberikan pendidikan Eropa kepada anak-anaknya; juga dikatakan bahwa beberapa anak-anak laki-laki baru saja dikirim ke sekolah Raja di Batavia dan banyak orang tua Tionghoa yang ingin mendidik anak perempuan mereka, juga mempekerjakan pengasuh-wanita bangsa Eropa yang diperintahkan mengajarkan kepada mereka setiap ilmu.[4]

Sebagian naskah Melayunya adalah sebagai berikut:[4]

... Anak-anak orang Tjina jang katrima examennja boewat masoek di sekolah Radja Gymnasium Willem III ja-itoe Tan Tjoen Keng dan Han Biang Djang.

Lihat pula

sunting

Galeri

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ a b Upacara Peletakan Batu Pertama Gedung Utama Gymnasium Willem III pada 27 November 1860
  2. ^ Kategori lain sekolah pada masa kolonial berdasarkan kepemilikannya adalah bijzondere gesubsidieerde school (sekolah khusus/swasta bersubsidi) dan bijzondere ongesubsidieerde school (sekolah khusus/swasta tanpa subsidi pemerintah).

Referensi

sunting
  1. ^ (Belanda) Artikel dalam Harian "Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie" edisi 25 Juni 1859.
  2. ^ (Belanda) "OOST-INDIE. BATAVIA, 23 Augustus" artikel dalam Harian "Leydse courant" edisi 19 Oktober 1860.
  3. ^ a b "Sekolah Raja Di Tengah Kota". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-28. Diakses tanggal 2013-06-15. 
  4. ^ a b c Salmon, Claudine (1985). Sastra Cina Peranakan dalam Bahasa Melayu. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 7–11.