S. Budhyarto Martoatmodjo
Mr. R. S. Budhyarto Martoatmodjo (atau lebih dikenal dengan Budhyarto saja, dalam penulisan pun di beberapa tempat ditulis dengan Boediarto atau Budiarto, bernama lengkap Mr. Raden Sundoro Budhyarto Martoatmodjo) (16 November 1898 – 10 Oktober 1981), adalah seorang advokat pertama di Indonesia dan perintis kemerdekaan yang lahir di Karanganyar, Kebumen dan wafat pada usia 82 tahun.[1]
Raden Sundoro Budhyarto Martoatmodjo | |
---|---|
Meester in de Rechten | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Budhyarto Martoatmodjo 16 November 1898 Karanganyar, Kebumen, Hindia Belanda (kini Indonesia) |
Meninggal | 10 Oktober 1981 | (umur 82)
Kebangsaan | Indonesia |
Suami/istri | Siti Nafsiah |
Anak | 6 |
Pekerjaan | Advokat |
Sunting kotak info • L • B |
Riwayat Hidup
suntingPendidikan
suntingBudhyarto pernah mengenyam pendidikan hukum di Universitas Leiden Belanda sampai mendapatkan gelar Meester in de Rechten (Mr.) dan biaya pendidikannya di sana waktu itu tidak berasal dari pemerintah tetapi dari kakaknya sendiri, dr. Boentaran Martoatmodjo. Sewaktu kuliah di Belanda ia juga bergabung dengan Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia, yang merupakan organisasi mahasiswa di negeri Belanda, atau di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Perhimpunan Indonesia.
Aktivitas Sosial dan Politik
suntingSekembalinya ke Indonesia yang waktu itu masih berada di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, aktivitas politiknya mulai terlihat ketika ia bergabung dan ikut mendirikan Partai Nasional Indonesia bersama Soekarno yang merupakan kelanjutan dari perjuangan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Belanda melalui PI.
Dalam Revolusi Nasional Indonesia, setelah Peristiwa 3 Juli 1946 Budhyarto tercatat sebagai salah satu orang yang termasuk beroposisi dengan pemerintah Kabinet Sjahrir II. Ia bersama Tan Malaka, Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo, Boentaran Martoatmodjo, Soekarni, Chaerul Saleh, Soediro, Gatot Mangkoepradja, dan Iwa Koesoemasoemantri menginginkan kedaulatan penuh terhadap keseluruhan wilayah Republik Indonesia, sedangkan Kabinet Sjahrir II waktu itu hanya menuntut kedaulatan penuh atas Jawa, Madura, dan Sumatera saja terhadap usaha pengembalian kekuasaan Belanda di Hindia Belanda pasca Perang Dunia Kedua.
Di bidang sosial, Ia tercatat sebagai pendiri Universitas Gadjah Mada di mana ia merupakan salah satu promotor dari universitas. Budhyarto juga merupakan peletak dasar pendirian organisasi Persatuan Lawn Tennis Indonesia (PELTI)[2]. Selain itu, ia juga termasuk tokoh dibalik berdirinya PMI (Palang Merah Indonesia). Ia juga ikut mendirikan lembaga Transfusi Darah Budhyarto yang sekarang diganti nama menjadi Lembaga Transfusi Darah Jakarta. Budhyarto adalah salah anggota pendiri Yayasan Rumah Sakit Jakarta yang disahkan pada tanggal 10 Desember 1953, dan juga termasuk salah satu pendiri Rumah Sakit Husada. Selain itu, Budhyarto juga sebagai pendiri PT. Djakarta Llyod (Persero), yakni sebuah perusahaan pengapalan logistik yang termasuk dalam BUMN.
Kehidupan Pribadi
suntingPada tahun 1930 (usia 32 tahun) Budhyarto menikah dengan Siti Nafsiah, putri Haji Shaleh Idris yang berusia 22 tahun, dimana Haji Shaleh Idris merupakan ketua PNI di Banyuwangi pada waktu itu.[3] Ia dikaruniai 6 orang anak. Ia adalah adik kandung dr. Boentaran Martoatmodjo, Menteri Kesehatan Indonesia yang pertama pada masa Kabinet Presidensial.
Referensi
sunting- Sedjarah Pergerakan Rakjat Indonesia, Pustaka Rakjat Djakarta, 1965, oleh Mr. A.K. Pringgodigdo.
- Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta, 2014, oleh Harry A. Poeze.
- Majalah Tempo edisi khusus Muhammad Yamin, 18-24 Agustus 2014.
Pranala luar
sunting- ^ "Mr. R. Sundoro Budhyarto Martoatmodjo - Pusat Studi Tokoh Pemikiran Hukum". web.archive.org. 2015-04-02. Diakses tanggal 2024-08-23.
- ^ "Sejarah Lahirnya PELTI". web.archive.org. 2015-04-02. Diakses tanggal 2024-08-23.
- ^ Matanasi, Petrik (2020-09-07). "Kisah Saleh Edris, Tokoh Pergerakan dan Juragan Bioskop Banyuwangi". tirto.id. Diakses tanggal 2024-08-22.