Yang Dipertuan Besar Siak

(Dialihkan dari Sultan Siak)

Yang Dipertuan Besar Siak adalah gelar dari penguasa Siak Sri Inderapura, selain gelar Sultan Siak. Penguasa Siak ini dipilih oleh sebuah dewan menteri yang terdiri dari 4 orang datuk yaitu Datuk Tanah Datar, Datuk Limapuluh, Datuk Pesisir dan Datuk Kampar.

Yang Dipertuan Besar Siak
Bekas Kerajaan
Lambang Kerajaan Siak
Syarif Kasim II, raja Siak terakhir
Penguasa pertama Abdul Jalil Syah
Penguasa terakhir Syarif Kasim II
Gelar Yang Dipertuan Besar
Kediaman resmi Istana Siak
Penunjuk Dewan Menteri
Pendirian 1723
Pembubaran 1946
Penuntut takhta Tidak ada

Berikut adalah daftar Yang Dipertuan Besar Siak Sri Inderapura.

Tahun Nama sultan Catatan dan peristiwa penting
1723-1746 Yang Dipertuan Besar Siak
Sultan Abdul Jalil Syah[1]
1746-1761 Sultan Abdul Jalil Syah II
Sultan Mahmud
Memindahkan pusat pemerintahan ke Mempura**
1761-1761 Sultan Abdul Jalil Syah III
Raja Ismail[2]
Dipaksa VOC turun takhta, kemudian berkelana selama 18 tahun*
1761-1770 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah
1770-1779 Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah
Raja Muhammad Ali
Johor telah menjadi bagian dari Siak Sri Inderapura
Mengizinkan pendirian Kerajaan Negeri Sembilan tahun 1773
1779-1781 Sultan Abdul Jalil Syah III
Raja Ismail
Kembali berkuasa
1781-1791 Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah
Sultan Yahya[3]
Pada tanggal 1 - 8 - 1782 membuat perjanjian dengan VOC dalam berperang melawan Inggris, Meninggal dunia tahun 1791 dan dimakamkan di Tanjung Pati (Che Lijah, Dungun, Terengganu, Malaysia)
1791-1811 Sultan Abdul Jalil Saifuddin
Sultan Sayyid Ali
Putra dari Sayyid Osman al-Syaikh 'Ali Ba' Alawi, yang menikahi cucu perempuan Raja Kecil
1811-1827 Sultan Abdul Jalil Khaliluddin
Sultan Sayyid Ibrahim
Membuat perjanjian kerjasama dengan Inggris tanggal 31 Agustus 1818.
Kemudian dengan Belanda tahun 1822
Pengaruh dari Perjanjian London tahun 1824, beberapa wilayah Siak lepas dan menjadi bagian dari kolonialisasi antara Inggris dan Belanda.
Johor lepas dari Siak, berada dalam pengawasan Inggris.
Pulau Lingga menjadi wilayah pengawasan Belanda.
1827-1864 Sultan Abdul Jalil Jalaluddin
Sultan Sayyid Ismail

Mangkubumi Sayyid al-Syarif Jalaluddin 'Ali Ba' Alawi[4]

Menerima perjanjian baru dengan Inggris tahun 1840.
Tahun 1864 dipaksa Belanda turun takhta.
1864-1889 Sultan Syarif Kasim I Pengangkatannya mesti disetujui oleh Ratu Belanda, Belanda menempatkan controleur di Siak

Diperebutkan oleh Inggris dan Belanda dalam Perjanjian Sumatera

1889-1908 Yang Dipertuan Besar Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin[5]
Sultan Syarif Hasyim
Meresmikan Istana Siak Sri Inderapura
1915-1945 Yang Dipertuan Besar Syarif Kasyim Abdul Jalil Saifuddin[6]
Sultan Syarif Kasim II
Menyerahkan kerajaannya pada pemerintah Republik Indonesia
Catatan:
* Berdasarkan catatan Belanda, Raja Ismail lebih dikenal sebagai bajak laut.
** Berdasarkan Syair Perang Siak

Referensi

sunting
  1. ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia (1862). Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde. 11. Lange & Co. hlm. 113. 
  2. ^ Barnard, T. P., (2004), Contesting Malayness: Malay identity across boundaries, NUS Press, ISBN 9971-69-279-1.
  3. ^ Koster, G. L., (1997) Roaming through seductive gardens: readings in Malay narrative, Volume 167 of Verhandelingen Series, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.
  4. ^ Or. 2242 IV, Surat Sultan Siak kepada Belanda tanggal 22 Ramadhan 1248 (22 Februari 1833)
  5. ^ Luthfi, A., (1991), Hukum dan perubahan struktur kekuasaan: pelaksanaan hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak, 1901-1942, Susqa Press.
  6. ^ Dutch East Indies, (1941), Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië, Volume 1.