Sayyid Ismail dari Siak
Yang Dipertuan Besar Sayyid Ismail Syah atau Mangkubumi Sayyid al-Syarif Jalaluddin 'Ali Ba' Alawi[1] dari Siak Sri Inderapura, merupakan kemenakan dari Sultan Syarif Ibrahim dan abang kandung Sultan Syarif Kasim I.[2] Pada masanya, Kesultanan Siak Sri Indrapura takluk kepada kekuasaan Hindia Belanda.
Tengku Said Ismail | |||||
---|---|---|---|---|---|
Yang Dipertuan Besar Siak Sultan Syarif Ismail ibni Tengku Said Muhammad | |||||
Sultan Siak Sri Indrapura ke-9 | |||||
Berkuasa | 1815 - 1864 | ||||
Pendahulu | Sultan Syarif Ibrahim | ||||
Penerus | Sultan Syarif Kasim I | ||||
| |||||
Dinasti | Malaka/Parameswara Arab Alawi | ||||
Ayah | Tengku Said Muhammad bin Tengku Busu Said Ahmad bin Sayyid Usman Syahabuddin | ||||
Ibu | Tengku Syarifah Mandak binti Sultan Syarif Ali bin Sayyid Usman Syahabuddin |
Takluknya Siak kepada Belanda
suntingKonflik antara Sayyid Ismail dengan Tengku Putra tidak lagi terhindarkan, sehingga Sayyid Ismail kabur ke Singapura. Ia mengharap bantuan dari Inggris, tetapi ternyata ditolak, mengingat Traktat London 1824 yang melarang Inggris menancapkan kekuasaannya di Sumatra, begitu juga Belanda di Semenanjung Malaya. Namun, ia bertemu dengan seorang pelancong, bernama Wilson, dan bekerja sama dengannya. Wilson mempunyai angkatan laut yang cukup untuk mengintimidasi Tengku Putra, lalu keduanya berlayar ke Siak.[3]
Ternyata, Wilson mulai menuntut banyak hal kepada Sayyid Ismail. Mulai dari tanah di Bengkalis hingga gelar, semua diberikan Sayyid Ismail kepadanya. Barangkali, ia mengambil kesempatan itu untuk menjadi raja, sebagaimana James Brooke di Kerajaan Sarawak. Karena tidak sanggup menghadapinya, Syarif Ismail kemudian mendatangi F.N. Nieuwenhuyzen, Residen Riouw perwakilan Belanda. Residen, atas persetujuan Gubernur Jenderal, Belanda mengirimkan ekspedisi militer bersama Sayyid Ismail ke Siak pada tahun 1857. Ternyata, Wilson sedang berada di Bengkalis dan mengibarkan bendera Inggris di sana. Kedatangan kapal Belanda ini menyebabkan Wilson langsung melarikan diri bersama anak buahnya.[3]
Rombongan Belanda melanjutkan perjalanan ke Siak dan berhasil menyelesaikan perselisihan antara Sayyid Ismail dan Tengku Putra. Bantuan Belanda tersebut dibayar dengan harga besar: Sayyid Ismail setuju untuk meletakkan Siak di bawa kekuasaan Belanda. Nieuwenhuyzen datang setahun kemudian, dengan menaiki kapal uap "Merapi", dengan seperangkat surat kontrak yang intinya menyatakan bahwa Siak berada di bawah kekuasaan Belanda.[3]
Rujukan
sunting- ^ Or. 2242 IV, Surat Sultan Siak kepada Belanda tanggal 22 Ramadhan 1248 (22 Februari 1833)
- ^ Donald James Goudie, Phillip Lee Thomas, Tenas Effendy, (1989), Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile, MBRAS.
- ^ a b c Hopper, Richard H. (2016). Ribuan Tahun Sumatera Tengah Sejarah Manusia Rempah Timah & Emas Hitam. Depok: Komunitas Bambu.
Daftar kepustakaan
sunting- Donald James Goudie, Phillip Lee Thomas, Tenas Effendy, (1989), Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile, MBRAS.
- Christine E. Dobbin, (1983), Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847, Curzon Press, ISBN 0-7007-0155-9.
- Journal of Southeast Asian studies, Volume 17, McGraw-Hill Far Eastern Publishers, 1986.
Didahului oleh: Sultan Syarif Ibrahim |
Sultan Siak Sri Inderapura 1827 - 1864 |
Diteruskan oleh: Sultan Syarif Kasim I |