Sulit Air, X Koto Diatas, Solok
Sulik Aia adalah sebuah nagari (setingkat pemerintahan desa) di bawah Kecamatan X Koto Diatas, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Indonesia. Semenjak dahulu, nagari Sulik Aia terkenal sebagai pusat pemerintahan atas 13 jorong, pusat ekonomi, pusat agama, pusat pendidikan dan pusat kebudayaan.
Sulik Aia | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Sumatera Barat | ||||
Kabupaten | Solok | ||||
Kecamatan | X Koto Diatas | ||||
Kode Kemendagri | 13.02.12.2001 | ||||
Luas | 80 KM2 | ||||
Jumlah penduduk | 10.503 Jiwa (tahun 2001) | ||||
Kepadatan | - | ||||
Situs web | https://www.sulitair.solokkab.go.id/ | ||||
|
Sulik Aia mempunyai sebuah organisasi perantauan yang sangat terkenal di lingkungan perantau Minang bernama Sulik Aia Sepakat (SAS) yang berdiri sejak tahun 1972 dengan lebih dari 80 cabang di seantero Nusantara dan beberapa cabang di mancanegara, seperti Melbourne, Sydney (Australia), Kuala Lumpur, Singapura, dan Amerika Serikat.
Pada Nagari Sulik Aia ini ada hal yang unik dari dahulu kala yaitu adanya gunung yang mempunyai tebing rata yang vertikal dengan warna merah di sebelah kiri atas dan warna putih di sebelah kanan bawah, persis seperti bendera kebangsaan kita Indonesia. Untuk mencapai ke puncak Gunung Merah-Putih ini di buatkan tangga (dalam bahasa Minang: janjang) sebanyak seribu anak tangga, sehingga lokasi wisata ini dikenal dengan nama "Janjang Saribu". Ada juga Titi Bagonjong, merupakan sebuah jembatan yang menyeberangi Sungai Katialo di tengah-tengah Nagari Sulik Aia yang dilengkapi atap bergonjong layaknya seperti Rumah Gadang. Ada masjid terindah di Sumatera Barat pada era tahun 80-an dulu yang diberi nama Masjid Raya Sulik Aia. Ada Rumah Gadang yang terpanjang di Sumatera Barat dengan jumlah ruangan atau kamar sebanyak 20 ruang, terkenal dengan nama Rumah Gadang 20 dan banyak lagi yang lain.
Sejarah
suntingAsal mula Nagari Sulit Air ditemukan oleh Datuk Mula Nan Kewi atau biasa disebut Datuk Malakewi. Pada suatu masa terdapat perselisihan masyarakat dalam menerapkan sistem Kelarasan Bodi Chaniago (Datuk Perpatih Nan Sebatang - Demokrasi) dan Koto Piliang (Datuk Ketumanggungan - Aristokrat). Sekelompok masyarakat ingin tidak tunduk kepada salah satu sistem kelarasan tersebut, atau hanya mengikuti hal-hal yang baik saja dari dua kelarasan tersebut. Oleh karenanya Sidang Kerapatan Adat di Pagaruyung menjatuhkan hukuman kepada kelompok ini dan membuangnya atau menempatkannya di Sulit Air. Hal ini diungkapkan dalam pepatah adat yang sering didengar di nagari Sulit Air yaitu "Pisang sikalek-kalek hutan, pisang timbatu nan bagatah, Koto Piliang inyo bukan, Bodi Chaniago inyo antah".
Sulit Air terbentuk pertama sekali pada zaman Perang Padri (1802-1821) sebagai kubu pertahanan pasukan Padri tersebut. Pada masa awalnya hingga hampir berakhirnya Perang Padri, Sulit Air lebih mirip sebagai Dormitory Town (pemukiman asrama). Pada saat itu dibutuhkan titik-titik singgah yang memungkinkan pergerakan menjangkau beberapa wilayah. Sulit Air merupakan sebuah lokasi yang paling memungkinkan untuk itu, mengingat posisi geografisnya yang sangat strategis. Disamping itu Sulit Air terdapat beberapa titik pantau yang bagus, seperti Batu Api di Tanjung Alai, Bukit Kacang dan Simawang untuk melihat pergerakan di tepi Danau Singkarak, serta puncak Gunung Papan (Gunung Merah-Putih) dan bukit-bukit lainnya untuk melihat bentangan alam dari Luhak Limo Puluh Koto, Tanah Datar hingga ke Sawahlunto.
Seusai Perang Padri, negeri Sulit Air adalah merupakan tempat pilihan untuk memulai kehidupan baru bagi sebagian mantan pasukan Padri. Sulit Air dibangun sebagai Nagari diperkirakan dimulai pada tahun 1837.
Suku/Klan
suntingSulit Air terdiri dari 4 suku (klan) besar yaitu: (Dalimo) Limopanjang, (Dalimo) Limosingkek, Simabua dan Piliang. Dengan jumlah pemangku adat (Pangulu/Datuk) sebanyak 115 orang yang terdiri dari 84 orang Datuk Andiko, 15 orang Datuk Ninik dan Urang Nan Ampek Jinih 16 Orang.
Batas Wilayah
suntingSecara administratif, Nagari Sulit Air memiliki batas-batas sebagai berikut:
- Timur:Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Talawi dan Nagari Kolok
- Barat:Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Bukit Kandung
- Utara:Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Pasilihan
- Selatan:Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Tanjuang Balik dan Tanjung Alai
Nagari Sulit Air merupakan nagari yang terluas wilayahnya di Kecamatan X Koto Di atas, dan dapat dicapai dari berbagai arah dari jalan provinsi/jalan kabupaten terdekat, seperti dari ruas jalan Sawahlunto - Batusangkar dan ruas jalan Solok - Padang Panjang. Untuk menuju ke pusat Kenagarian Sulit Air, dapat digunakan rute perjalanan sebagai berikut:
- dari arah Utara: Padang Ganting - Bukit Palano - Pasilihan - Sulit Air, dengan jarak + 11 Km.
- dari arah Timur: Talawi - Ikik-ikik - Rawang - Sulit Air, dengan jarak + 9 Km. Kolok - Siaru - Sulit Air, dengan jarak + 7 Km.
- dari arah Selatan: Singkarak - Aripan - Paninjauan -Tanjung Balik - Sulit Air, jarak + 16 Km.
- dari arah Barat: Ombilin - Simawang - Bukit Kandung - Sulit Air, jarak + 12 Km. Singkarak - Tikalak - Tanjung Alai - Sulit Air, jarak + 15 Km
Jorong / Taratak
suntingNagari Sulit Air terdiri dari 13 Jorong / 4 Taratak
Jorong
suntingKoto Tuo, Koto Godang, Rawang, Silungkang, Taram, Gando, Sarikih, Talago loweh, Basuang, Linawan, Siaru, Kunik Bolai, Batu Galeh
Taratak
suntingGuguok Jonggi, Guguok Muncuong, Guguok Taroguong, Sibumbun Templat:X Koto Di atas, Solok
Tokoh
suntingSeperti nagari-nagari lainnya di Sumatera Barat, Nagari Sulit Air juga melahirkan beberapa orang tokoh baik di level provinsi maupun nasional. Tokoh tersebut bisa dari kedua orang tua maupun salah satu orang tuanya yang keturunan Sulit Air, di antaranya:
- Azmi Anwar, seorang mantan perwira tinggi TNI AU
- Emirsyah Satar, seorang profesional yang menjabat Direktur Utama Garuda Indonesia
- Farouk Pakar, seorang perwira tinggi TNI AD
- Happy Bone Zulkarnaen, anggota DPR-RI
- Jurnalis Uddin, seorang dokter yang menjadi ketua Yayasan YARSI
- Mahyuddin Datuk Sutan Maharadja, wartawan Indonesia, perintis pers Melayu, tokoh adat Minangkabau terkemuka
- Oesman Sapta Odang, seorang konglomerat Indonesia, pemilik OSO Grup
- Rainal Rais, seorang pengusaha di bidang penerbitan
- Raja Sapta Oktohari, seorang pengusaha muda yang menjabat Ketua Umum HIPMI
- Rozali Usman, seorang pengusaha di bidang penerbitan yang pernah menjabat Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia