Mahyuddin Datuk Sutan Maharadja

Mahyuddin Datuk Sutan Maharadja (lahir di Sulit Air, Solok, Sumatera Barat tahun 1858 - wafat di Padang tahun 1921) adalah wartawan Indonesia dan perintis pers Melayu. Dia juga merupakan tokoh adat Minangkabau yang terkemuka.[1] Ia digelari sebagai "bapak para wartawan Melayu" oleh profesor etnologi Belanda, BJO Schrieke.[2]

Infobox orangMahyuddin Datuk Sutan Maharadja

Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran1858 Edit nilai pada Wikidata
Solok Edit nilai pada Wikidata
KematianJuni 1921 Edit nilai pada Wikidata (62/63 tahun)
Padang Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
Kelompok etnikOrang Minangkabau Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanjurnalis, penulis, jaksa, editor surat kabar, cendekiawan, pejabat pemerintahan Edit nilai pada Wikidata

Kehidupan

sunting

Mahyuddin merupakan salah seorang perintis pers pribumi yang banyak mendirikan dan menerbitkan surat kabar berbahasa Indonesia. Pada akhir abad ke-19, dia memimpin dua surat kabar berbahasa Indonesia, yaitu Pelita Ketjil (didirikan pada 1 Februari 1886) dan Tjahaya Soematra (1897). Pada tahun 1901, Mahyuddin menerbitkan dan memimpin surat kabar Warta Berita. Surat kabar ini merupakan salah satu surat kabar pertama di Indonesia yang menggunakan Bahasa Indonesia, dipimpin, dan dicetak oleh orang Indonesia. Kemudian dia menjadi pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe di Padang. Dalam surat kabar tersebut tertera: "Achbar ini ditjitak pada pertjitakan orang Minangkabau." Melalui kalimat ini, Mahyuddin ingin menunjukkan kemampuan kaum Minangkabau dalam menguasai usaha surat kabar dan percetakan, yang ketika itu banyak dijalankan oleh orang-orang Belanda. Pada tahun 1911, bersama Rohana Kudus, dia menerbitkan koran perempuan Soenting Melajoe.[3]

Mahyuddin merupakan tokoh yang peduli dengan kemajuan dan nasib bangsanya. Oleh karenanya atas inisiatifnya, pada tahun 1888 berdiri organisasi sosial Medan Keramean. Pada tahun 1911, dia mendirikan organisasi Perserikatan Orang Alam Minangkerbau, yang giat menyokong kemajuan adat Minang. Sebagai tokoh adat terkemuka, Mahyuddin sering berpolemik dengan tokoh-tokoh puritan seperti Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Abdullah Ahmad, dan Abdul Karim Amrullah. Pada akhir tahun 1911, Mahyuddin mendirikan percetakan surat kabar Snelpersdrukkerij Orang Alam Minangkabau yang banyak mencetak koran-koran berbahasa Indonesia.[4]

Kehidupan pribadi

sunting

Ia menikah dengan Siti Marin. Salah seorang anaknya yakni Ratna Tanun, suami Sofhan R. Tamin.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Suryadi, Perempuan Minang: Matriarchs yang Berlayar di Arus Deras, Padang Ekspres, 25 November 2008
  2. ^ Chambert-Loir, Henri. Naik haji pada masa silam, kisah-kisah orang Indonesia naik haji 1482-1964. ISBN 978-979-9106-57-5. OCLC 867514864. 
  3. ^ Poesponegoro, M.D. (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman Kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda. Jakarta: PT Balai Pustaka. ISBN 979-407-411-X.
  4. ^ Suryadi, Syair Sunur: Teks dan Konteks "Autobiografi" Seorang Ulama Minangkabau Abad ke-19, Citra Budaya & PPIM, Padang, 2004