Suku Madura
Suku Madura (Bahasa Madura: Orèng Madhurâ) merupakan salah satu etnis dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 7.179.356 juta jiwa (sensus 2010). Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya (Pulau Puteran, Pulau Gili Iyang, Pulau Sapudi, Pulau Gili Raja, Pulau Giligenting, Pulau Raas, dan lain-lain). Suku Madura adalah suku perantau yang banyak tersebar di beberapa wilayah-wilayah Indonesia. Selain di Indonesia, beberapa orang Madura perantauan juga dapat ditemui di negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura.[2]
Jumlah populasi | |
---|---|
7.179.356 (sensus 2010)[1] | |
Daerah dengan populasi signifikan | |
Jawa Timur | 6.520.403 |
Kalimantan Barat | 274.869 |
DKI Jakarta | 79.925 |
Kalimantan Selatan | 53.002 |
Kalimantan Timur | 46.823 |
Jawa Barat | 43.001 |
Kalimantan Tengah | 42.668 |
Bali | 29.864 |
Bahasa | |
Madura (utama), Indonesia dan Jawa (hanya komunitas yang menetap di jawa). | |
Agama | |
Islam, Kristen, Katolik, Hindu | |
Kelompok etnik terkait | |
Bawean, Kangean, Pendalungan, Jawa, Melayu, Sasak/Lombok, Bali |
Persebaran
Suku Madura berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau di sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, dan Raas. Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo, Bondowoso, sebelah timur Probolinggo, utara Lumajang, dan utara Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga Surabaya utara, serta sebagian Malang. ada juga yang menetap di Bawean, di negeri jiran Malaysia, Timor Leste, Brunei Darussalam misalnya juga ada, mereka ada yang menjadi penduduk tetap (sudah dapat IC/ surat tinggal selamanya.), Bahkan ada juga di negara negara Timur Tengah.
Demografi
Suku Madura hidup tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di wilayah bagian utara Jawa Timur yang meliputi Pulau Madura dan Kawasan Tapal Kuda.[3] Selain itu, orang Madura juga banyak yang merantau ke wilayah lain terutama ke Kalimantan, Jabodetabek, Bali, juga ke negara-negara di Timur Tengah khususnya Arab Saudi. Beberapa kota di Kalimantan seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura disebabkan oleh kesenjangan sosial, tetapi sekarang kesenjangan itu sudah mereda dan etnis Madura dan penduduk setempat sudah rukun kembali.[butuh rujukan]
Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi, ramah, giat bekerja dan ulet, mereka suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya berprofesi sebagai pedagang, misalnya: berjual-beli besi tua, pedagang asongan, dan pedagang pasar. Namun, tidak sedikit pula di antara mereka yang menjadi tokoh nasional seperti:
- Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi)
- Wardiman Djojonegoro (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1993 hingga tahun 1998 di bawah pemerintahan Presiden Soeharto dalam Kabinet Pembangunan VI)
- Rachmat Saleh (Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1973 hingga tahun 1983 dan Menteri Perdagangan Indonesia tahun 1983 hingga tahun 1988)
- R. Hartono (mantan jenderal dengan pangkat tertinggi di TNI Angkatan Darat yaitu jenderal bintang empat dengan jabatan tertinggi pula sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat). Dia merupakan satu-satunya perwira tinggi dari korps Kavaleri yang mendapatkan pangkat jenderal penuh (bintang empat) juga ( Mantan Mentri Penerangan )
- M.A. Rachman (Jaksa Agung Republik Indonesia untuk periode 2001 sampai 2004)
- Hadi Purnomo (Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan BPK )
- Nurmahmudi Ismail (Mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Wali Kota Depok, dan Presiden PKS )
- Soedjono C. Atmonegoro (Jaksa Agung Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VII)
- Herman Widyananda (Mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan periode 2009–2011)
- Banurusman Astrosemitro (Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia periode 1993–1996)
- Hanafie Asnan (Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara)
- Muhamad Arifin ( Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut periode 1989–1993)
- Roesmanhadi (Mantan Kepala Staf Kepolisian RI ).
- D. Zawawi Imron (Tokoh penyair dan budayawan Madura yang terkenal dengan julukan Clurit Emas. Dia merupakan tokoh budayawan kelahiran Sumenep.
- Mien Achmad Rifai (Prof. Mien Achmad Rifai, M.Sc.,Ph.D.) yang akrab dipanggil Pak Mien lahir di Desa Gapura Tengah, Sumenep, Beliau Sebagai Ahli Botani Indonesia
- Achsanul Qosasi (Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia 2014–2019, Presiden Klub Madura United FC, Mantan Manajer Persepam Madura United,)
Selain itu banyak juga terdapat tokoh pejuang kemerdekaan yang layak menjadi Pahlawan nasional Indonesia Seperti:
- Trunojoyo, yang telah memberikan perlawanan terhadap Kolonial Belanda (VOC tahun 1677).
- Halim Perdana Kusuma salah satu pahlawan Nasional kelahiran Sampang yang tewas di semenanjung Malaya
- KH.R. As`ad Syamsul `Arifin Pahlawan Kemerdekaan, Pahlawan Pendidikan dan Pahlawan Asas Tunggal pancasila
- Kyai Taman, adalah seorang pejuang Islam yang gigih menentang Belanda pada tahun 1919
- Kyai Djauhari, membuka cabang Hizbullah di Prenduan. Didirikan pada tahun 1944, Hizbullah adalah organisasi militer pemuda Majelis Muslimin Indonesia (Masjumi), organisasi yang berpengaruh secara nasional kala itu.
- KH. Abdullah Sajjad, salah satu pengasuh Pondok Pesantren An-Nuqayah salah satu pahlawan dari Kabupaten Sumenep.
- KH. Mawardi, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Sumber Anyar salah satu pahlawan dari Pamekasan.
Madura masih menyimpan banyak tokoh ulama seperti
- Syaikhona Kholil Bangkalan
- KH Bahaudin Mudhary
- K.Abdul Majid Bata-bata
- K.Moh.Ilyas Guluk-guluk
- K.Abdul Hamid Baqir Banyuanyar
- KH.M.Tidjani Djauhari
- KH.M. Idris Djauhari
- KH.`Afifuddin Muhajir
- K.Jufri Marzuqi Sumber Batu (dianugerahi gelar al-Syahidul Kabir oleh PBNU)
Kepercayaan
Mayoritas masyarakat suku Madura hampir 100 % beragama Islam, bahkan suku Madura yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 % muslim. suku Madura terkenal sangat taat dalam beragama Islam, seperti halnya suku Melayu atau suku Bugis yang juga sangat menjunjung agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu sebabnya dengan adanya Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pulau madura. Misalnya Pondok Pondok pesantren miftahul ulum panyepen, Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, pondok pesantren Al hamidiy banyuanyar Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar di Kabupaten Pamekasan, Pondok pesantren Annuqayah disingkat PPA pesantren yang terletak di desa Guluk-Guluk, Pondok Pesantren Al-Amin di Sumenep dan, Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Pondok Pesantren Attaraqqi Sampang, dan pesantren-pesantren lainnya dari yang memiliki santri ribuan, ratusan, dan puluhan yang tersebar di Pulau Madura. Pesantren-pesantren begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat Madura karena pesantren tidak sekadar mengajar ilmu agama tetapi juga mempunyai kiprah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan peduli pada nasib rakyat kecil.
Karakter
Suku Madura dikenal dengan intonasi bicaranya yang keras dan terdengar kasar. Walaupun begitu mereka juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji).[butuh rujukan] Sekali pun berpendapatan kecil pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji.
Budaya sosial
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura, tetapi tradisi lambat laun melemah seiring dengan terdidiknya kaum muda di pelosok desa, dahulu mereka memakai kekuatan emosional dan tenaga saja, tetapi kini mereka lebih arif dalam menyikapi berbagai persoalan yang ada.
Rampa' Naong Bhringin Korong juga menjadi falsafah hidup orang-orang Madura. Yang mana falsafah tersebut secara harafiah berarti Rimbun Menaungi Seperti Beringin Kurung. Tetapi falsafah tersebut bermakna orang yang berdaya melindungi yang lemah serta hidup rukun dan teduh meneduhkan seperti di bawah pohon beringin kurung. Dalam konteks ini menandakan kerukunan antar masyarakat bagi Suku Madura sehari-hari.
Abhântal Ombâ' Asapo' Angen Salanjhânga secara harafiah berarti Berbantal Ombak Berselimut Angin Selamanya. Peribahasa ini bermakna bahwa bagi masyarakat Suku Madura mempercayai bahwa sepanjang hidup kita pasti terdapat halangan sebagaimana kehidupan para nelayan yang mencari penghidupan di laut yang selalu diterjang ombak dan disapu angin.
Ada perbedaan antara Madura Timur (Sumenep dan Pamekasan) dengan Madura Barat (Sampang dan Bangkalan). Orang Madura Timur dikenal lebih halus baik dari sikap, bahasa, dan tatakrama daripada orang Madura Barat.[butuh rujukan] Orang Madura Barat lebih banyak merantau daripada Madura Timur.[butuh rujukan] Hal ini, disebabkan Madura Barat lebih gersang daripada Madura Timur yang dikenal lebih subur.[butuh rujukan]
Referensi
- ^ Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia – Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175.
- ^ Melalatoa, M. Junus (1 Januari 1995). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jilid L-Z. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 493.
- ^ Sukandar, dkk. (Desember 2016). Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 1 (Utara Jawa Timur) (PDF). Surabaya: Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. hlm. 3.
Pranala luar
- http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/31?q_searchfield=martapoera Diarsipkan 2017-12-25 di Wayback Machine. Serdadu Madura di Banjarmasin.
- http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/70?q_searchfield=martapoera Diarsipkan 2017-12-25 di Wayback Machine. Perahu Madura di Banjarmasin.