Prasasti

tulisan yang dipahatkan atau digoreskan pada benda
(Dialihkan dari Stela)

Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama. Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi menandai akhir dari zaman prasejarah, yakni babakan dalam sejarah kuno Indonesia yang masyarakatnya belum mengenal tulisan, menuju zaman sejarah, di mana masyarakatnya sudah mengenal tulisan. Ilmu yang mempelajari tentang prasasti disebut Epigrafi.

Prasasti El Baul Stela.

Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasasti dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Ada banyak hal yang membuat suatu prasasti sangat menguntungkan dunia penelitian masa lampau. Selain mengandung unsur penanggalan, prasasti juga mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasasti tersebut dikeluarkan.

Dalam pengertian modern di Indonesia, prasasti sering dikaitkan dengan tulisan di batu nisan atau di gedung, terutama pada saat peletakan batu pertama atau peresmian suatu proyek pembangunan. Dalam berita-berita media massa, misalnya, kita sering mendengar presiden, wakil presiden, menteri, atau kepala daerah meresmikan gedung A, gedung B, dan seterusnya dengan pengguntingan pita dan penandatanganan prasasti. Dengan demikian istilah prasasti tetap lestari hingga sekarang[1].

Macam-Macam Prasasti

sunting

Prasasti memiliki beragam macam, jenis, dan bentuk berdasarkan fungsinya, bahan pembuatannya, serta isi yang tercantum di dalamnya.

1. Berdasarkan Fungsi

sunting
  • Prasasti Peresmian. Berisi informasi tentang peresmian suatu bangunan, seperti candi, stupa, atau tempat ibadah. Contoh: Prasasti Canggal (732 M) yang memperingati pendirian lingga oleh Raja Sanjaya.
  • Prasasti Peringatan. Digunakan untuk memperingati peristiwa penting, seperti kemenangan perang atau peristiwa keagamaan. Contoh: Prasasti Simpang (Sriwijaya) yang mencatat kemenangan Raja Balaputradewa.
  • Prasasti Hukum atau Administrasi. Berisi aturan, keputusan hukum, atau pembagian wilayah. Contoh: Prasasti Telaga Batu (Sriwijaya) yang berisi kutukan bagi pelanggar hukum.
  • Prasasti Keagamaan. Berhubungan dengan praktik atau ajaran agama, termasuk mantra atau doa. Contoh: Prasasti Nalanda (India) yang mencatat pemberian tanah kepada para biksu.
  • Prasasti Genealogi. Berisi silsilah raja atau keluarga kerajaan. Contoh: Prasasti Mantyasih (907 M) yang mencatat silsilah dinasti Mataram Kuno.

2. Berdasarkan Jenis Bahan

sunting
  • Prasasti Batu (Stone Inscription). Terbuat dari batu sebagai media utama, sering digunakan karena tahan lama. Contoh: Prasasti Ciaruteun (Kerajaan Tarumanegara) yang ditulis pada batu besar.
  • Prasasti Logam (Metal Inscription). Dibuat dari logam seperti tembaga, perunggu, atau emas. Contoh: Prasasti Kota Kapur (Sriwijaya) dari lempengan tembaga.
  • Prasasti Tanah Liat (Clay Tablet). Dibentuk dari tanah liat yang dibakar hingga keras, sering digunakan dalam kebudayaan Mesopotamia. Contoh: Prasasti berhuruf paku di Babilonia.
  • Prasasti Kayu (Wood Inscription). Terbuat dari kayu, meskipun jarang ditemukan karena tidak tahan lama. Contoh: Prasasti kayu dari wilayah tropis di Asia Tenggara.

3. Berdasarkan Bentuk Fisik

sunting
  • Prasasti Lempengan (Tablet). Bentuknya pipih seperti lempengan dan mudah disimpan. Contoh: Prasasti Tugu (Kerajaan Tarumanegara).
  • Prasasti Tiang (Pillar Inscription). Dipahat pada tiang atau monumen batu yang berdiri tegak. Contoh: Prasasti Tiang Asoka di India.
  • Prasasti Dinding (Wall Inscription). Diukir pada dinding bangunan, candi, atau gua. Contoh: Prasasti di dinding Candi Borobudur.
  • Prasasti Lingga (Lingam Inscription) Ditulis pada lingga atau batu berbentuk bulat lonjong sebagai simbol keagamaan. Contoh: Prasasti Yupa (Kerajaan Kutai).
  • Prasasti Arca (Statue Inscription). Diukir pada patung atau arca sebagai pelengkap fungsi simbolik. Contoh: Prasasti pada Arca Amoghapasa (Sumatra).

4. Berdasarkan Isi Tulisan

sunting
  • Prasasti Berbahasa Lokal. Menggunakan bahasa daerah setempat, seperti bahasa Melayu Kuno, Jawa Kuno, atau Tamil. Contoh: Prasasti Kedukan Bukit (Sriwijaya).
  • Prasasti Berbahasa Asing. Menggunakan bahasa asing seperti Sanskerta, Pali, atau Cina. Contoh: Prasasti Ligor yang menggunakan bahasa Sanskerta.
  • Prasasti Campuran. Memuat kombinasi bahasa lokal dan asing. Contoh: Prasasti Ciaruteun yang menggunakan bahasa Sanskerta dengan aksara Pallawa.

Peristilahan

sunting

Etimologi

sunting

Secara etimologi, istilah prasasti merupakan kata serapan dari istilah dalam bahasa kuno Jawa-Bali ꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶ (prasasti) dan ᬧ᭄ᬭᬰᬲ᭄ᬢᬶ (praśasti) yang memiliki arti "piagam" atau "dokumen", istilah ini diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta प्रशस्ती (praśasti) yang mempunyai makna sebagai "pujian".[2][3][4]

Penggunaan

sunting

Pada zaman modern, prasasti juga dapat merujuk kepada segala sesuatu tulisan yang dituliskan atau dipahat pada batu maupun logam. Leluri atau tradisi prasasti pada zaman modern dapat tampak pada kebiasaan yang umumnya untuk menandai sebuah peresmian, peringatan, penghormatan, perayaan, dan sebagainya.

Di kalangan arkeolog, prasasti juga sering dikenali sebagai inskripsi, dan bagi kalangan orang awam, prasasti juga kerap kali disebut sebagai batu bertulis ataupun batu bersurat.

Meskipun prasasti dalam bahasa Sanskrit berarti "pujian", tidak semua prasasti mengandung puji-pujian (khususnya kepada raja). Secara umum, sebagian besar prasasti diketahui memuat keputusan mengenai penetapan sebuah desa atau daerah menjadi sima atau daerah perdikan. Sima adalah tanah yang diberikan oleh raja atau penguasa kepada masyarakat yang dianggap berjasa. Karena itu keberadaan tanah sima dilindungi oleh kerajaan.

Isi prasasti lainnya berupa keputusan pengadilan tentang perkara perdata (disebut prasasti jayapatra atau jayasong), sebagai tanda kemenangan (jayacikna), tentang utang-piutang (suddhapatra), dan tentang kutukan (sapatha) atau sumpah. Prasasti tentang kutukan atau sumpah hampir semuanya ditulis pada masa kerajaan Sriwijaya. Serta adapula prasasti yang berisi tentang genealogi raja atau asal usul suatu tokoh.

Sampai kini prasasti tertua di Indonesia teridentifikasi berasal dari abad ke-5 Masehi, yaitu prasasti Yupa dari kerajaan Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti tersebut berisi mengenai hubungan genealogi pada masa pemerintahan raja Mulawarman. Prasasti Yupa adalah prasasti batu yang ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Periode terbanyak pengeluaran prasasti terjadi pada abad ke-8 hingga ke-14. Pada saat itu aksara yang banyak digunakan adalah Pallawa, Prenagari, Sanskerta, Jawa Kuno, Melayu Kuno, Sunda Kuno, dan Bali Kuno. Bahasa yang digunakan juga bervariasi dan umumnya adalah bahasa Sanskerta, Jawa Kuno, Sunda Kuno, dan Bali Kuno.

 
Batu bertulis dari Sumatera Barat

Prasasti dapat ditemukan dalam bentuk angka tahun maupun tulisan singkat. Angka tahun dapat ditulis dengan angka maupun candrasengkala, baik kata-kata maupun tulisan. Tulisan singkat dapat ditemukan pada dinding candi, pada ambang pintu bagian atas dan pada batu-batu candi.

Pada zaman kerajaan Islam, prasasti menggunakan aksara dan bahasa Arab ataupun aksara Arab namun berbahasa Melayu aksara Pegon. Sebagian besar prasasti terdapat pada lempengan-lempengan tembaga bersurat, makam, masjid, hiasan dinding, baik di masjid maupun dirumah para bangsawan, pada cincin cap dan cap kerajaan, mata uang, meriam, dll. Pada masa yang lebih muda yaiyu masa kolonial, aksara Latin banyak digunakan, meliputi bahasa-bahasa Inggris, Portugis, dan Belanda. Prasasti Latin umumnya terdapat pada gereja-gereja, rumah dinas pejabat kolonial, benteng-benteng, tugu peringatan, meriam, mata uang, cap, dan makam. Prasasti beraksara dan berbahasa Tionghoa juga dikenal di Indonesia yang tersebar antara masa Klasik sampai masa Islam. Prasasti tersebut terdapat pada mata uang, benda-benda porselin, gong perunggu dan batu-batu kubur yang biasanya terbuat dari batuan pualam.

Bahan yang digunakan untuk menuliskan prasasti biasanya berupa batu atau lempengan logam, daun, dan kertas. Selain andesit, batu yang digunakan adalah batu kapur, pualam, dan basalt. Dalam arkeologi, prasasti batu disebut upala prasasti. Prasasti logam yang umumnya terbuat dari tembaga dan perunggu, biasa disebut tamra prasasti. Hanya sedikit sekali prasasti yang berbahan lembaran perak dan emas. Adapula yang disebutripta prasasti, yakni prasasti yang ditulis di atas lontar atau daun tal. Beberapa prasasti terbuat tanah liat atau tablet yang diisi dengan mantra-mantra agama Buddha.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/prasasti/
  2. ^ Zoetmulder, P.J. (1982). Old-Javanese English Dictionary. The Hague: Martinus Nijhoff. 
  3. ^ Kamus Bahasa Bali Kuno. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985. 
  4. ^ Maziyah, Siti (2018). "Implikasi Prasasti dan Kekuasaan Pada Masa Jawa Kuna". ANUVA - Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro. 2 (2): 177–192. ISSN 2598-3040.