}} Sri Dewa adalah seorang maharaja, yang pada tahun 1028 M mengirimkan utusan ke Tiongkok.[1][2][3] Dalam kronik Sejarah Song (Sòng Shǐ), namanya dicatat sebagai Shih-li Tieh-hua, yang diperkirakan bukan gelarnya yang lengkap.[1] Ia memerintah tidak lama setelah berbagai wilayah Sriwijaya diserang oleh Raja Rajendra I dari Dinasti Chola pada tahun 1025,[2][3] yang mana Raja Sangrama Wijayottunggawarman dari Sriwijaya berhasil dikalahkan dan tertawan oleh lawannya.[1] Penyerangan Chola tidak disertai dengan penjajahan wilayah Sriwijaya.[4][5]

Setelah penyerangan Chola, kekuasaan Sriwijaya di Sumatra tampaknya berhasil dipulihkan, tetapi berdamai dengan Kerajaan Kahuripan yang lalu mengklaim kekuasaan atas seluruh Jawa.[2] Raja Kahuripan Airlangga diperkirakan menikahi salah satu putri Sriwijaya tahun 1030, untuk memperkuat komitmen perdamaian tersebut.[1][2]

Ajaran Budha Mahayana sangat populer di Sriwijaya sekitar masa pemerintahan raja ini,[2] terbukti dari ditemukannya arca Lokanatha (Bodhisatwa Lokeswara) di Tapanuli yang dibuat pada tahun 1024,[2] serta cerita dalam catatan pendeta Nepal Atisha yang berkunjung ke Sriwijaya antara tahun 1011-23.[1]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e Cœdès, George (1968). The Indianized States of South-East Asia (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. hlm. 142-144. ISBN 9780824803681. 
  2. ^ a b c d e f Hall, D.G.E. (1981). History of South East Asia (dalam bahasa Inggris). Macmillan International Higher Education. hlm. 67-68. ISBN 9781349165216. 
  3. ^ a b Hazra, Kanai Lal (2007). Indonesia: Political History and Hindu, and Buddhist Cultural Influences (dalam bahasa Inggris). Decent Books. hlm. 25. ISBN 9788186921388. 
  4. ^ Journal of Ancient Indian History (dalam bahasa Inggris). D.C. Sircar. 1972. hlm. 111. 
  5. ^ Asiatic Society (Calcutta, India) (1965). Year Book of the Asiatic Society (dalam bahasa Inggris). hlm. 16.