Surastri Karma Trimurti

Menteri Perburuhan Indonesia Ke-1
(Dialihkan dari Soerastri Karma Trimurti)

Dra. Hj. Surastri Karma Trimurti (ejaan lama Soerastri Karma Trimoerti, 11 Mei 1912 – 20 Mei 2008) adalah wartawan, penulis dan guru Indonesia, yang mengambil bagian dalam gerakan kemerdekaan Indonesia terhadap penjajahan oleh Belanda.[3] Ia kemudian menjabat sebagai menteri tenaga kerja pertama di Indonesia dari tahun 1947 sampai 1948 di bawah Perdana Menteri Indonesia Amir Sjarifuddin.[4]

Surastri Karma Trimurti
Menteri Perburuhan Indonesia Ke-1
Masa jabatan
3 Juli 1947 – 29 Januari 1948
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada
Pengganti
Kusnan
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Soerastri Karma Trimoerti

(1912-05-11)11 Mei 1912
Boyolali, Surakarta Hadiningrat, Hindia Belanda[1]
Meninggal20 Mei 2008(2008-05-20) (umur 96)
Jakarta, Indonesia[2]
Partai politik
Suami/istriSayuti Melik
Anak2
AlmamaterFakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Pekerjaan
  • Wartawan
  • penulis
  • politikus
ProfesiGuru, ekonom
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Biografi

sunting

Nama sebenarnya adalah Surastri. Namun sebagai wartawati sekaligus pejuang kemerdekaan, setiap kali menulis artikel di surat kabar ia menggunakan nama samaran Karma atau Trimurti atau terkadang disingkat menjadi SK Trimurti, untuk menghindari penangkapan oleh pemerintah kolonial.

Awal Kehidupan

sunting

Trimurti lahir pada tanggal 11 Mei 1912 di Desa Sawahan Boyolali, Surakarta Hadiningrat. Trimurti memiliki hubungan kekerabatan dengan Keraton Kasunanan Surakarta, Jawa Tengah. Ia terlahir dari seorang ibu bernama R.A. Saparinten dan ayahnya adalah seorang asisten wedana bernama R.Ng. Salim Banjaransari Mangunkusumo.[5]

Pada awal pendidikan, Trimurti menghadiri ke Sekolah Guru Putri. Ia pernah menempuh pendidikan di Normaal School dan AMS di Surakarta. Kemudian melanjutkan studinya di Jurusan Ekonomi, Universitas Indonesia (UI).[3] Meskipun ia telah meraih gelar Doktoranda dari Universitas Indonesia (UI), ia tetap aktif di bidang jurnalistik

Gerakan Kemerdekaan Indonesia

sunting

Trimurti menjadi aktif dalam gerakan kemerdekaan Indonesia selama tahun 1930, secara resmi bergabung dengan nasionalis Partai Indonesia (Partindo) pada tahun 1933, tak lama setelah menyelesaikan sekolahnya di Tweede Indlandsche School.

Trimurti memulai kariernya sebagai guru sekolah dasar setelah meninggalkan Tweede Indlandsche School. Ia mengajar di sekolah-sekolah dasar di Bandung, Surakarta dan Banyumas pada 1930-an. Namun, ia ditangkap oleh pemerintah Belanda pada tahun 1936 karena mendistribusikan pamflet anti-kolonial. Trimurti dipenjara selama sembilan bulan di Penjara Bulu di Semarang.

Trimurti beralih karier dari mengajar ke jurnalistik setelah dibebaskan dari penjara. Ia segera menjadi terkenal di kalangan jurnalistik dan anti-kolonial sebagai wartawan kritis. "Trimurti" sering digunakan berbeda, biasa digunakan sebagai nama samaran, seperti "Trimurti" atau "Karma", dalam tulisan-tulisannya untuk menghindari penangkapan oleh pemerintah kolonial. Selama karier laporannya, Trimurti bekerja di sejumlah surat kabar Indonesia termasuk Pesat, Genderang, Bedung, dan Pikiran Rakyat. Ia menerbitkan Pesat bersama suaminya. Saat pendudukan Jepang, Pesat dilarang oleh pemerintah militer Jepang. Ia ditangkap dan disiksa.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

sunting

Trimurti menjadi salah satu tokoh yang hadir dalam momen Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Bersama Fatmawati Soekarno, ia berdiri di barisan depan dan menyaksikan langsung pengibaran bendera merah putih.

Paska Kemerdekaan

sunting

Trimurti, yang cukup lantang dalam memperjuangkan hak-hak pekerja, diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama di Indonesia di bawah Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. Ia menjabat tahun 1947 hingga 1948. Ia aktif sebagai eksekutif di Partai Buruh Indonesia (PBI), dan memimpin sayap wanitanya.

Ia ikut mendirikan Gerwis, sebuah organisasi perempuan Indonesia, pada tahun 1950, yang kemudian berganti nama sebagai Gerwani. Pada tahun 1956, ia meninggalkan organisasi tersebut, lalu kembali ke perguruan tinggi. Ia belajar ekonomi di Universitas Indonesia, yang diselesaikannya pada tahun 1960. Ia menolak tawaran menjadi Menteri Sosial pada tahun 1959 karena sedang menyelesaikan gelar sarjana.

Trimurti adalah anggota dan penandatangan Petisi 50 pada tahun 1980, yang memprotes Soeharto atas penyalahgunaan Pancasila terhadap lawan politiknya. Para penanda tangan Petisi 50 termasuk pendukung kemerdekaan Indonesia terkemuka serta pemerintah dan pejabat militer, seperti Trimurti dan mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.

Pada tahun 1994, Trimurti mengalami kecelakaan mobil yang cukup parah, namun ia mampu bertahan meski sejak saat itu ia harus memakai tongkat untuk berjalan.

Hingga usia lanjut, Trimurti masih aktif menghadiri acara-acara kenegaraan. Pada tahun 2007, ia meluncurkan buku autobiografi 95 Tahun SK Trimurti, yang berisi kumpulan tulisan-tulisannya dari tahun 1939 hingga 1991.

Kematian

sunting

Trimurti meninggal dunia pada tanggal 20 Mei 2008 pukul 06.20, pada usia 96 tahun, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD), Jakarta setelah dirawat di rumah sakit selama dua minggu. Menurut anaknya, Heru Baskoro, Trimurti meninggal karena pecahnya pembuluh darah vena. Ia juga menderita hemoglobin rendah dan tekanan darah tinggi. Untuk menghargai jasa-jasanya sebagai "pahlawan kemerdekaan Indonesia", diadakan upacara yang digelar di Istana Negara, Jakarta Pusat. Ia dimakamkan TMP Kalibata.

Kehidupan pribadi

sunting

Pada tahun 1938 ia menikah dengan Muhammad Ibnu Sayuti (Sayuti Melik) yang merupakan pengetik dari Deklarasi Kemerdekaan Indonesia, yang diproklamasikan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945. Trimurti banyak menghabiskan sisa hidupnya di rumah kontrakan nya di Bekasi, Jawa Barat.

Namun karena pada masa kemerdekaan keduanya memiliki perbedaan ideologi, akhirnya mereka bercerai. Mohammad Ibnu Sayuti menjadi anggota DPR dari Golkar, sedangkan Trimurti melanjutkan aktivitasnya di bidang politik dan jurnalistik.[6]

Trimurti dan Sayuti memiliki dua orang putra, yaitu Musafir Karma Budiman dan Heru Baskoro.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Nugraheni, Naomy A. (11 Mei 2022). "SK Trimurti Menteri Tenaga Kerja Pertama Indonesia 1947 - 1948, Begini Profilnya". Nasional Tempo.co. Diakses tanggal 12 Maret 2024. 
  2. ^ Nugraheni, Naomy A. (11 Mei 2022). "SK Trimurti Menteri Tenaga Kerja Pertama Indonesia 1947 - 1948, Begini Profilnya". Nasional Tempo.co. Diakses tanggal 12 Maret 2024. 
  3. ^ a b Antologi Biografi Pengarang Sastra Jawa Modern.
  4. ^ Magdalene.co (2020). Her Story:Perempuan Nusantara di Tepi Sejarah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hlm. 55. 
  5. ^ Hanifah, Ratih Widihastuti Ayu (April 2021). "S.K. Trimurti: Sosok Lengkap Pejuang Perempuan". Intisari: 29–52. 
  6. ^ Prabowo, Dhanu Priyo. (2010). Ensiklopedi sastra Jawa. Pradopo, Sri Widati., Rahayu, Prapti, 1959-, Balai Bahasa Yogyakarta (Indonesia) (edisi ke-Cet. 1). Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa, Balai Bahasa Yogyakarta. ISBN 9789791852357. OCLC 801810329. 

Daftar pustaka

sunting
  • Suwondo, Tirto dkk. (Agusuts 2016). Antologi Biografi Pengarang Sastra Jawa Modern (edisi ke-1). Jakarta: Adi Wacana. hlm. xvi+292. ISBN 979-99604-8-7. 

Pranala luar

sunting