Sistem kekerabatan Jawa

Sistem kekerabatan Jawa adalah sistem kekerabatan yang berkembang di antara masyarakat Jawa.[1] Istilah kerabat merujuk pada pertalian kekeluargaan yang ada dalam sebuah masyarakat.[2] Sistem kekerabatan orang Jawa lebih didasarkan pada sisi fungsi dalam pergaulan, pengenalan dan daya ingat seseorang.[1] Sistem kekerabatan Jawa tidak tergantung pada suatu sistem normatif atau sebuah konsep tertentu.[1] Pada umumnya orang Jawa hanya berhubungan dengan keluarga intinya, yaitu orang tua saudara kandung, saudara kandung orang tua.[1] Kekerabatan orang Jawa juga akan meluas ketika terjadi perkawinan antara dua orang yang melangsungkan perkawinan sah menurut agama dan adat.[3] Sistem kekerabatan ini erat kaitannya dengan pembagian warisan. Sistem kekerabatan orang Jawa lebih bersifat patrilineal.[1]

Orang Jawa memiliki sistem kekerabatan yang kuat

Fungsi

sunting

Sistem kekerabatan berfungsi dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan rumah tangga.[1] Sistem kekerabatan memberi kehangatan sebagai sebuah keluarga besar.[1] Kehangatan dan kedekatan keluarga memberi jaminan saudara pada hari tua.[1] Sistem kekerabatan juga memberikan identitas keluarga besar seseorang yang akan menentukan kedudukan dan gengsinya dalam masyarakat.[1] Selain itu, sistem kekerabatan memberi patokan untuk memberikan warisan sesuai dengan alur nenek moyang.[1]

Alur waris

sunting

Alur waris adalah suatu kelompok kekerabatan yang berdasar pada satu nenek moyang.[1] Anggota alur waris mempunyai kewajiban untuk menjaga dan merawat makam leluhur.[1] Salah satu kewajiban utama adalah mengadakan selametan dan upacara adat bagi leluhur yang sudah meninggal.[1] Anggota alur waris tidak semua tinggal dan hidup di desa yang sama.[1] Maka paling tidak ada satu anggota ahli waris di desa asal yang menjalankan kewajiban di atas.[1] Alur waris yang merantau atau pergi ke luar desa biasanya tetap menjaga kekerabatan mereka dengan mengadakan pertemuan rutin.[1] Selain itu tetap ada waktu yang ditentukan untuk berziarah ke daerah asal mereka untuk menghormati leluhur.[1] Dalam beberapa keluarga yang mempunyai adat tertentu, memelihara makam leluhur bukanlah sebuah kewajiban.[1] Maka sistem kekerabatan tetap dijaga tanpa memperhatikan tujuan untuk menjaga makam leluhur mereka di daerah asal.[1] Karena dalam agama tertentu mengujungi makam bukanlah suatu yang dibenarkan.[4]

Sanak sedherek

sunting

Sanak sedherek merupakan istilah untuk menyebut sistem kekeluargaan di luar hubungan darah.[5] Biasanya sistem ini berdasarkan pada kedekatan sosial dan pengaruh-pengaruh pergaulan sosial sehari-hari.[5] Misalnya kedekatan geografis.[1] Selain itu ada keluarga yang mempunyai pengaruh yang mengangkat keluarga-keluarga di sekitar mereka menjadi sanak sedherek.[1] Misalnya seorang kepala dusun berkerabat dengan lurah dan juga petani-petani berpengaruh di suatu desa.[1]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Koentjaraningrat (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 153-158. 
  2. ^ "Kamus Besar Bahasa Indonesia". Diakses tanggal 12 Mei 2014. 
  3. ^ Clifford Geerstz (1983). Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Pustaka Jaya. hlm. 373. 
  4. ^ Dojosantosa (1986). Unsur Religius dalam Sastra Jawa. Semarang: Aneka Ilmu. hlm. 8-9. 
  5. ^ a b Marbangun Hardjowirogo (1983). Manusia Jawa. Jakarta: Yayasan Idayu.