Siklus karbon laut

Siklus karbon di laut adalah bagian penting dari siklus karbon dunia yang melibatkan pertukaran karbon antara atmosfer, perairan laut, dan organisme laut. Laut menyerap karbon dioksida (CO₂) dari atmosfer, yang kemudian dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis serta oleh organisme laut lainnya. Selain itu, laut berfungsi sebagai penyimpan karbon jangka panjang melalui pengendapan bahan organik di dasar laut yang membentuk sedimen karbon. Proses dekomposisi bahan organik di laut turut berkontribusi pada pelepasan karbon kembali ke perairan. Laut juga memainkan peran penting dalam pengaturan suhu Bumi dan iklim, yang memengaruhi kemampuan laut untuk menyerap dan melepaskan karbon.[1]

Penyerapan karbon di samudera

sunting

Lautan mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, sebagian besar dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-hidrogen, memainkan peran penting dalam berbagai reaksi kimia di dalam air. Pertukaran karbon ini sangat berperan dalam mengontrol pH laut dan dapat berfungsi sebagai sumber (source) atau penampung (sink) karbon. Karbon dapat dengan mudah berpindah antara atmosfer dan lautan. Di wilayah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer, sedangkan di wilayah downwelling, karbon dioksida (CO2) diserap dari atmosfer ke lautan. Ketika   masuk ke lautan, asam karbonat terbentuk melalui reaksi berikut:

  +   ⇌ H2CO3 

Reaksi ini bersifat dua arah, mencapai kesetimbangan kimia. Reaksi lain yang penting dalam mengontrol pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan bikarbonat, yang dijelaskan melalui reaksi berikut:

   +  

Reaksi ini memegang peran kunci dalam menjaga kestabilan pH laut.[2]

Fitoplankton dalam siklus karbon di samudera

sunting
 
Fitoplankton di Laut

Fitoplankton memiliki peran penting dalam siklus karbon karena keterkaitannya dengan unsur karbon. Karbon digunakan oleh fitoplankton untuk membentuk senyawa karbohidrat ( ) yang berfungsi sebagai sumber energi utama bagi organisme tersebut. Proses ini terjadi melalui reaksi anabolisme yang disebut fotosintesis.

Selama proses fotosintesis, fitoplankton menyerap karbon dioksida (CO₂) dari kolom air, yang kemudian diubah menjadi karbohidrat ( ) melalui reaksi kimia yang dikenal sebagai Siklus Calvin. Untuk menghasilkan satu molekul karbohidrat, diperlukan enam molekul karbon dioksida (6CO₂) dan enam molekul air (6H₂O). Air berfungsi sebagai sumber elektron dan energi dalam Siklus Calvin, dengan energi diperoleh melalui oksidasi molekul air yang menggunakan energi cahaya matahari. Oksidasi ini menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH, serta produk samping berupa oksigen (O₂).

Oksigen yang dihasilkan oleh fitoplankton di lautan diperkirakan hampir setara dengan oksigen yang dihasilkan oleh seluruh vegetasi di daratan. Penyerapan karbon oleh fitoplankton selama fotosintesis menyebabkan perpindahan karbon dari air (hidrosfer) ke dalam tubuh fitoplankton. Karbon ini disimpan dalam bentuk biomassa fitoplankton. Meskipun karbon yang diserap oleh fitoplankton secara individual relatif kecil, dalam skala global akumulasi karbon yang diserap mencapai 40–50 Pg karbon bersih setiap tahun, menjadikan fitoplankton sebagai komponen penting dalam siklus karbon global.[3] Selain itu, karbon juga bergerak melalui proses alami lainnya di samudera, yaitu melalui mekanisme pompa biologis dan pompa karbonat.

Pompa biologis dan pompa fisis

sunting

Peredaran karbon di lautan, baik dalam bentuk organik maupun anorganik, serta transportasi karbon dari permukaan ke laut dalam, diatur oleh proses biologis. Proses ini dikenal sebagai biological pump (pompa biologis) dan carbonate pump (pompa karbonat), yang berperan meningkatkan konsentrasi karbon dioksida (CO₂) di bagian dalam laut.

  • Pompa biologis berperan penting dalam siklus karbon laut melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Fitoplankton menyerap nutrien dan CO₂ dari air laut, dan laju proses ini dikenal sebagai produktivitas primer. Beberapa bahan organik yang dihasilkan fitoplankton didistribusikan melalui jaring-jaring makanan di laut bagian atas, sementara sebagian tenggelam ke dasar laut. Sebagian karbon ini kemudian diubah kembali menjadi CO₂ melalui dekomposisi, sementara sebagian kecil lainnya terkubur dalam sedimen laut. Ekspor karbon yang terjadi bergantung pada jalur yang dilalui CO₂ dalam jaring-jaring makanan. Karbon dioksida yang diproses melalui jalur fitoplankton besar dan makrozooplankton menghasilkan ekspor karbon yang besar ke kedalaman laut. Sebaliknya, CO₂ yang diambil oleh fitoplankton kecil dan dimakan oleh mikrozooplankton sebagian besar akan dikembalikan ke permukaan laut melalui sirkulasi, mengurangi ekspor ke kedalaman. Pompa biologis memainkan peran kunci dalam kemampuan laut menyerap CO₂ atmosfer. Tanpa fotosintesis di laut, konsentrasi CO₂ atmosfer dapat mencapai 1000 ppm, jauh lebih tinggi dari kondisi saat ini yang sekitar 365 ppm. Namun, jika pompa biologis berfungsi secara efisien, konsentrasi CO₂ atmosfer bisa turun hingga 110 ppm.[4]
  • Pompa karbonat bertugas menyekuestrasi karbon anorganik partikulat (PIC) dan didorong oleh organisme penghasil kalsium karbonat (CaCO3) seperti kokolitofor. Kokolitofor, yang merupakan fitoplankton uniseluler, memproduksi kepingan kalkit (kokolit) dan memainkan peran penting dalam pembentukan sedimen karbonat di laut dalam. Produksi kokolit ini mengikat karbon di dalam  dan melepaskan CO2 sebagai hasil sampingan, yang berkontribusi terhadap penurunan konsentrasi CO2 atmosfer dalam jangka panjang. Proses kalsifikasi pada organisme ini mengubah   terlarut menjadi ion karbonat ( ) yang bergabung dengan ion kalsium ( ) untuk membentuk  , yang kemudian terperangkap dalam sedimen laut saat organisme mati dan tenggelam. Meski proses ini melepaskan  , karbon tetap terperangkap dalam struktur   dan disimpan dalam sedimen untuk waktu yang lama. Sebagai contoh, spesies Emiliania huxleyi merupakan produsen kalkit terbesar dan berperan penting dalam transportasi karbon ke dasar laut. Pompa karbonat juga berkontribusi dalam penguburan jangka panjang  , yang pada akhirnya akan mengurangi kadar   atmosfer. Seiring waktu, sedimen yang mengandung   dapat berubah menjadi batu kapur melalui proses geologis, yang mengunci karbon di dalamnya selama jutaan tahun, sebelum akhirnya karbon tersebut kembali ke laut melalui pelapukan dan erosi.[5]

Sirkulasi karbon di laut dalam

sunting

Pompa fisis berperan dalam siklus karbon di dalam laut dengan cara membawa CO₂ atmosferik ke kedalaman laut melalui proses pertukaran gas antara udara dan air. Pertukaran gas ini dipengaruhi oleh kecepatan angin dan perbedaan tekanan parsial antara udara dan air. Selain itu, kelarutan CO₂ dalam air laut juga dipengaruhi oleh suhu; air yang lebih dingin memiliki kemampuan lebih besar untuk melarutkan CO₂ daripada air yang hangat. Sirkulasi termohalin, yang menggambarkan aliran global air laut, juga berkontribusi dalam siklus karbon di laut. Proses ini dimulai dengan pembentukan air dalam di Atlantik Utara yang tenggelam ke kedalaman setelah mendingin, membawa serta CO₂ yang tersimpan dalam air permukaan. Air ini kemudian bergerak ke selatan dan bergabung dengan air dingin dari Antartika, yang mengalir ke dasar laut di berbagai samudra. Proses ini menghubungkan berbagai perairan laut dunia, memungkinkan distribusi CO₂ ke kedalaman laut. Setelah mengalami dekomposisi bahan organik selama peredarannya, air dalam yang kaya akan CO₂ bergerak kembali ke permukaan laut melalui upwelling, dan sebagian CO₂ ini akan terlepas kembali ke atmosfer. Proses pompa fisis ini merupakan bagian penting dari siklus karbon di laut, yang membantu mengatur konsentrasi CO₂ di atmosfer dan di laut dalam jangka panjang, siklus lengkap ini memakan waktu sekitar 1000 tahun.[4]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Peranan Laut dalam Siklus Karbon Dunia: Pompa Biologi, Pompa Karbonat, dan Pompa Kelarutan". Warung Sains Teknologi. 2024-02-24. Diakses tanggal 2024-11-21. 
  2. ^ N, Restu. "Siklus Karbon: Pengertian, Sumber, dan Keterkaitannya dengan Iklim Global". Gramedia. Diakses tanggal 2024-11-21. 
  3. ^ Firdaus, Mochamad Ramdhan (2019). "FITOPLANKTON DAN SIKLUS KARBON GLOBAL" (PDF). Jurnal Oseana. XLIV (2): 35–48. 
  4. ^ a b Balino, Betariz M (2000). Biogeokimia Laut dan Perubahan Global. Swedia: IGBP Science. hlm. 8–9. 
  5. ^ "The three carbon pumps of the ocean: biological, carbonate, and physical". The Ocean: Explained. 2021-07-13. Diakses tanggal 2024-11-21. 

Pranala luar

sunting