Setangan Berloemoer Darah

Setangan Berloemoer Darah adalah novel Tionghoa Melayu tahun 1927 karya Tjoe Hong Bok yang diterbitkan di Semarang, Hindia Belanda. Novel ini menceritakan seorang pemuda yang hendak balas dendam atas pembunuhan ayahnya sebelum akhirnya memaafkan sang pembunuh. Versi filmnya diproduksi oleh Tan Boen Soan tahun 1928.

Setangan Berloemoer Darah
PengarangTjoe Hong Bok
NegaraHindia Belanda
BahasaMelayu Rendah
Diterbitkan1927

Tan Hian Beng menyelamatkan kakak adik Lim Kiat Nio dan Lim Liang Tin dari sekelompok perampok yang diotaki Li Djin Hin. Setelah mereka selamat, mereka mencari tahu latar belakang Tan. Tan mengatakan bahwa pasca pembunuhan ayahnya, ibunya memaksa Tan untuk pergi ke Batavia bersama pamannya secara mendadak pada dini hari. Setelah Tan dewasa, ia diberikan sarung tangan berdarah dan diberitahu bahwa sarung tangan tersebut dipakai oleh ibunya untuk menghentikan pendarahan yang dialami ayah Tan. Tan pun diminta untuk melacak dan membunuh pembunuhnya.

Selesai bercerita, Tan dan Lin bersaudara berangkat ke Semarang. Di sana Tan akan bekerja dengan kapitan Goei Tjeng Tin. Mereka menyelidiki kasus pembunuhan seorang perempuan yang dilempar keluar jendela. Pemubunuhnya – Kam Po Sin, putra pembunuh ayah Tan – berusaha menggagalkan mereka tetapi gagal. Tan kemudian mengunjungi rumah Goei dan bertemu ibunya.

Di sisi lain, Li bekerja sama dengan Kam Po Sin. Keduanya menculik Lim Kiat Nio dan menciduk Tan dan Goei. Saat kedua penjahat ini berebut Kiat Nio, hubungan kerja sama pun bubar. Setelah Kiat Nio berhasil kabur, kedua penjahat ini berkelahi sampai mati. Kam Po Sin menang namun ia ditangkap dan dihukum mati.

Pada hari eksekusi, Tan dan teman-temannya melewati rumah Kam Po Sin dan mendengar suara tangisan. Mereka menemukan bahwa ayah Po Sin, Tiok Tjoen, dalam keadaan sendiri. Ketika Kam Tiok Tjoen melihat Tan, ia ketakutan karena kemiripan Tan dengan ayahnya. Kam yang sudah tua percaya bahwa korbannya bangkit dari kubur untuk balas dendam. Meski sadar akan tindakan Kam Tiok Tjoen, Tan memahami rasa sakit dan penderitaan yang dialami orang tua itu. Tan akhirnya memaafkan Kam.

Penulisan dan penerbitan

sunting

Setangan Berloemoer Darah ditulis oleh Tjoe Hong Bok. Pada pengantar novelnya, Tjoe menulis bahwa novel ini didasarkan pada serangkaian surat yang pernah dikirimnya yang menjabarkan peristiwa-peristiwa nyata abad ke-18 dan 19. Menurut Tjoe, ia hanya mengubah nama orang-orang yang terlibat dan lokasinya. Karena itu, kritikus sastra Tionghoa Melayu Nio Joe Lan mengelompokkan Setangan Berloemoer Darah sebagai novel sejarah.[1] Chris Woodrich dari Universitas Gadjah Mada menulis bahwa novel Tionghoa Melayu sudah sering mengaku terinspirasi dari kisah nyata meski seluruh ceritanya fiktif.[2]

Novel ini diterbitkan di Semarang, Hindia Belanda, pada tahun 1927.[1] Tahun 1930, novel ini dijual di Singapura, wilayah Negeri-Negeri Selat.[3]

Adaptasi film novel ini dibuat oleh Tan Boen Soan, wartawan Soeara Semarang.[4] Ini merupakan adaptasi kedua novel ini setelah Eulis Atjih (1927) yang disutradarai G. Krugers.[5] Tidak banyak diketahui soal film ini, termasuk pemeran dan pendapatannya,[2] namun dapat dipastikan sebagai film bisu hitam putih.[6] Sebagaimana film-film lain dari zaman Hindia Belanda, film ini kemungkinan besar hilang.[4]

Seperti Lily van Java (1928), versi film Setangan Berloemoer Darah ditujukan pada penonton Tionghoa. Layaknya film-film sebelumnya, film ini diproduseri pebisnis Tionghoa yang bergantung pada kesuksesan film-film yang dibuat di Shanghai, Cina.[7] Sejak 1929, seiring dirilisnya Rampok Preanger dan Si Tjonat, penggunaan seni bela diri mulai lazim digunakan oleh rumah produksi dalam negeri melalui serangkaian film bertemakan perampok.[8]

Referensi

sunting

Sumber

sunting

Pranala luar

sunting