Sesar Palu-Koro (bahasa Inggris: Palu-Koro Fault) atau Patahan Palu-Koro merupakan suatu sistem zona patahan sesar mendatar mengkiri besar aktif yang memanjang dari utara-barat laut ke selatan-tenggara di pulau Sulawesi di Indonesia. Sesar tersebut memiliki panjang 240 km, memanjang dari dekat Dondowa, Kabupaten Luwu Utara, di selatan, di mana itu bertemu Sesar Matano. Sesar tersebut memanjang terus ke utara, lepas pantai melewati Teluk Palu dan melintas di sisi barat Semenanjung Minahasa, sebelum akhirnya bertemu dengan Zona Subduksi Sulawesi Utara. Patahan ini merupakan yang terpanjang kedua di Indonesia, setelah Sesar Semangko yang memiliki panjang 1.900 km. Sesar ini bertanggung jawab atas peristiwa mematikan gempa bumi pada 28 September 2018 yang membunuh lebih dari 4.000 jiwa.

Sesar Palu-Koro
LokasiSulawesi Tengah
NegaraIndonesia
WilayahKota Palu, Sigi, Kabupaten Poso
Karakteristik
Panjang240 km
Pergeseran30–40mm/tahun
Tektonika lempeng
LempengLempeng Sunda, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik
StatusAktif
Gempa bumiGempa bumi Sulawesi 1968 (M7.2)
Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 (M7.5)
JenisStrike-slip
UmurMiocene

Sesar Palu-Koro menjadi salah satu patahan aktif yang paling berbahaya di Indonesia. Meskipun ini adalah sesar mendatar, ada beberapa titik di mana sesar tersebut bergerak tegak lurus. Dekat kota Palu, sesar ini membentuk sisi barat Cekungan Palu, suatu cekungan tarik terpisah kecil yang berkembang sejalan sistem sesar. Sesar ini membatasi dua mikroblok besar yang membentuk Pulau Sulawesi - blok Sula Utara dan Blok Makassar. Saat ini laju pergerakan di sepanjang Sesar Palu-Koro diperkirakan berada di kisaran 30-40 mm per tahun, dibandingkan dengan laju rata-rata 40-50 mm per tahun selama kurun waktu 5 juta tahun terakhir.[1][2][3]

Setting tektonik

sunting
 
Peta lempeng tektonik di Sulawesi, antara lempeng Sunda, lempeng Laut Banda dan Lempeng Laut Maluku. (Sesar Palu-Koro berwarna garis merah)

Sesar Palu-Koro memiliki panjang total 240 km, di darat, patahan ini membelah Kota Palu sepanjang 200 kilometer, mengikuti alur Sungai Palu, melewati Danau Lindu, serta Kecamatan Kulawi dan Desa Gimpu, dan berakhir di Teluk Bone.

Patahan Palu-Koro terbagi lagi menjadi lima segmen patahan mendatar, mulai dari Palu Koro-Timur, Palu Koro-Barat, Palu Koro-segmen Kulawi, Palu Koro-segmen Bada-Masamba, hingga Palu Koro-Tanjung Mangkaliat.

Sesar Palu Koro merupakan salah satu peristiwa tektonik atau pergeseran lapisan kulit bumi karena terlepasnya energi di zona subduksi. Sesar Palu Koro terbentuk akibat tekanan yang timbul dari benturan benua kecil (mikrokontinen) Banggai-Sula yang merangsek ke arah barat di mana Pulau Sulawesi berada. Peristiwa benturan benua kecil ini diperkirakan terjadi pada 5 hingga 0 juta tahun yang lalu.[4][5][6]

Aktivitas gempa bumi

sunting

Sesar Palu-Koro diketahui sangat aktif dan beberapa gempa bersejarah diperkirakan pernah terjadi di zona ini, seperti pada tahun 1905, 1907, 1909, 1927, 1934, 1968, 1985, 1993 dan 2018. Dari penggalian di sepanjang patahan tersebut, tiga gempa bumi besar telah diidentifikasi selama 2.000 tahun terakhir, dan menunjukkan interval terulangnya gempa bumi besar sekitar 700 tahun. Interval perulangan tersebut tidak cukup untuk memperhitungkan laju slip jangka panjang, yang menunjukkan bahwa creep aseismik penting di zona sesar ini atau untaian lainnya telah aktif, jauh dari jejak sesar utama.[7]

Lihat pula

sunting

Sesar aktif lainnya di Sulawesi

Referensi

sunting
  1. ^ Heriyanto, Devina. "Central Sulawesi quake: what we know so far". Jakarta Post. Diakses tanggal 29 September 2018. 
  2. ^ Socquet A.; Simons W.; Vigny C.; McCaffrey R.; Subarya C.; Sarsito D.; Ambrosius B.; Spakman W. (2006). "Microblock rotations and fault coupling in SE Asia triple junction (Sulawesi, Indonesia) from GPS and earthquake slip vector data". Journal of Geophysical Research: Solid Earth. 111 (B8). doi:10.1029/2005JB003963. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-08. Diakses tanggal 2018-10-02. 
  3. ^ Bellier O.; Sébrier M.; Beaudoin T.; Villeneuve M.; Braucher R.; Bourlès D.; Siame L.; Outranto E.; Pratomo I. (2001). "High slip rate for a low seismicity along the Palu-Koro active fault in central Sulawesi (Indonesia)" (PDF). Terra Nova. 13 (6): 463–470. doi:10.1046/j.1365-3121.2001.00382.x. 
  4. ^ Heriyanto, Devina. "Central Sulawesi quake: what we know so far". The Jakarta Post. Diakses tanggal 29 September 2018. 
  5. ^ Socquet A.; Simons W.; Vigny C.; McCaffrey R.; Subarya C.; Sarsito D.; Ambrosius B.; Spakman W. (2006). "Microblock rotations and fault coupling in SE Asia triple junction (Sulawesi, Indonesia) from GPS and earthquake slip vector data". Journal of Geophysical Research: Solid Earth. 111 (B8). Bibcode:2006JGRB..111.8409S. doi:10.1029/2005JB003963 . 
  6. ^ Bellier O.; Sébrier M.; Beaudoin T.; Villeneuve M.; Braucher R.; Bourlès D.; Siame L.; Outranto E.; Pratomo I. (2001). "High slip rate for a low seismicity along the Palu-Koro active fault in central Sulawesi (Indonesia)". Terra Nova. 13 (6): 463–470. Bibcode:2001TeNov..13..463B. doi:10.1046/j.1365-3121.2001.00382.x . 
  7. ^ Watkinson I.M.; Hall R. (2016). "Fault systems of the eastern Indonesian triple junction: evaluation of Quaternary activity and implications for seismic hazards" (PDF). Dalam Cummins P.R.; Meilano I. Geohazards in Indonesia: Earth Science for Disaster Risk Reduction. Geological Society, London, Special Publications. 441. hlm. 71–120. doi:10.1144/SP441.8. ISBN 9781862399662.