Seong dari Baekje
Seong dari Baekje (?-554, bertahta tahun 523-554) adalah raja kedua puluh enam Baekje, salah satu Tiga Kerajaan Korea. Ia adalah putra dari raja Muryeong dari Baekje. Ia menjadikan agama Buddha menjadi agama resmi negara, memindahkan ibu kota nasional dan berhasil memperoleh kembali pusat Semenanjung Korea, hanya untuk dikhianati oleh sekutunya.
Seong dari Baekje | |
Hangul | 성왕, 명왕, 성명왕 |
---|---|
Hanja | 聖王, 明王, 聖明王 |
Alih Aksara | Seong-wang, Myeong-wang, Seongmyeong-wang |
McCune–Reischauer | Sŏng-wang, Myŏng-wang, Sŏngmyŏng-wang |
Nama lahir | |
Hangul | 명농 |
Hanja | 明襛 |
Alih Aksara | Myeongnong |
McCune–Reischauer | Myŏngnong |
Hubungan Asing & Agama Buddha
suntingSeong dikenal sebagai pelindung besar agama Buddha di Korea, dan membangun banyak kuil dan menyambut biarawan yang membawa teks agama Buddha langsung dari India. Pada tahun 528, Baekje dengan resmi mengakui agama Buddha sebagai agama dinegaranya. Ia memelihara hubungan diplomatik negaranya dengan Dinasti Liang Cina dan juga Wa Jepang.
Ia mengirim misi ke Liang pada tahun 534 dan 541, pada misi keduanya ia meminta pengrajin juga para pekerja agama Buddha dan seorang guru. Menurut catatan riwayat Cina, semua permintaan ini dikabulkan. Misi yang berikutnya dikirimkan pada tahun 549, hanya untuk menemukan ibu kota Liang berada di tangan pemberontak Hou Jing, yang menjebloskan mereka ke penjara untuk meratapi jatuhnya ibu kota.
Ia diberikan kredit atas jasanya mengirimkan misi pada tahun 538 ke Jepang yang membawa sebuah gambar Shakyamuni dan beberapa sutra ke istana Jepang. Hal ini secara tradisional dianggap sebagai perkenalan resmi agama Buddha ke Jepang. Riwayat ini dicatat di dalam Gangōji Garan Engi.
Pindah Ibu kota
suntingPada tahun 538, ia memindahkan ibu kota dari Ungjin (yang sekarang Gongju) lebih jauh ke arah selatan Sabi (yang sekarang kabupaten Buyeo), di Sungai Geum. Tidak seperti kepindahan ibu kota yang lainnya dari yang sekarang wilayah Seoul ke Ungjin, didesak oleh dorongan militer dari Goguryeo, kepindahan ke Sabi diarahkan oleh raja untuk memperkokoh kekuasaan kerajaan, dibantu oleh dukungan politik dari klan Sa yang berbasis di Sabi.[1]
Ia mengorganisasi kembali dengan lengkap administrasi negara untuk memperkokoh kontrol pusat, untuk melawan kekuatan politik para klan bangsawan. Ia mengganti nama negaranya menjadi Nambuyeo,[1] untuk menekankan hubungan kuno dengan negara Buyeo.
Pertempuran di antara Tiga Kerajaan
suntingBaekje telah menjaga persekutuan yang seabad lamanya dengan negara tetangganya, Silla, untuk mengimbangi ancaman kerajaan di bagian utara, Goguryeo. Dengan bantuan Silla dan konfederasi Gaya, Seong memimpin kampanye yang panjang untuk mendapatkan kembali lembah Sungai Han, bekas daerah pedalaman Baekje yang direbut oleh Goguryeo pada tahun 475. Baekje mendapatkan kembali ibu kota aslinya pada tahun 551. Kampanye tersebut memuncak pada tahun 553 dengan kemenangan dalam serangkaian serangan mahal di benteng Goguryeo.
Namun, di bawah perjanjian rahasia dengan Goguryeo, pasukan Silla tiba dengan berpura-pura menawarkan bantuan, menyerang pasukan Baekje yang kelelahan dan merebut harta di seluruh lembah Sungai Han. Marah oleh pengkhianatan, pada tahun berikutnya Seong meluncurkan serangan balasan terhadap perbatasan barat Silla. Serangan ini dipimpin oleh putra mahkota dan raja pengganti Wideok) dan bergabung dengan konfederasi Gaya. Namun Seong dan 30,000 pasukan Baekje terbunuh di dalam bencana perang tersebut. Kekalahan ini memimpin pengikisan signifikan kekuasaan kerajaan.
Warisan
suntingPutranya yang ketiga, Imseongtaeja (琳聖太子), melarikan diri ke Jepang lewat Taiwan, setelah kematian ayahnya. Imseongtaeja dikreditkan untuk memainkan peran kunci di dalam pembentukan awal negara Jepang.
Referensi
sunting- ^ Il-yeon: Samguk Yusa: Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Korea, translated by Tae-Hung Ha and Grafton K. Mintz. Book Two, page 119. Silk Pagoda (2006). ISBN 1-59654-348-5