Sapa Tresna (bahasa Jawa: ꦱꦥꦠꦿꦼꦱ꧀ꦤ, translit. Sapa Tresna) berarti "siapakah yang berkasih sayang" adalah perkumpulan pengajian yang didirikan oleh Nyai Ahmad Dahlan pada 1914 bagi wanita dan buruh batik di Kampung Kauman, Yogyakarta. Perkumpulan inilah embrio berdirinya organisasi Aisyiyah pada 19 Mei 1917. Selain pengajian, program perkumpulan tersebut adalah mengusahakan setiap wanita peserta pengajian memakai kudung dari kain sorban berwarna putih. Melalui perkumpulan itulah, kaum wanita di Kauman mendapatkan pendidikan berorganisasi dan aktif bergerak di bidang sosial-keagamaan.

Hoofdbestuur Sapa Tresna.

Riwayat

sunting

Suratmin, ketika menulis riwayat Nyai Dahlan, menyebut bahwa Sapa Tresna adalah buah dari advokasi pendidikan bagi buruh batik oleh Nyai Dahlan, sedangkan Adaby Darban dalam bukunya berjudul Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah, mengatakan bahwa perkumpulan ini berdiri dengan andil Sjoeja’, Ketua Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), yang dimaksudkan sebagai wadah kegiatan wanita Kauman. Saat itu, perkumpulan tersebut belum menjadi suatu organisasi, tetapi hanya gerakan pengajian saja.[1] Perkumpulan inilah yang kelak diubah namanya menjadi Aisyiyah pada 19 Mei 1917 dan menjadi organisasi otonom (ortom)[2] yang diberi hak mengatur organisasinya secara mandiri.[3]

Menurut Adaby, para aktivis perkumpulan inilah yang berinisiatif membentuk organisasi wanita dan disambut baik oleh Ahmad Dahlan beserta pimpinan Muhammadiyah lainnya. Tidak ada keterangan yang pasti tentang penggagas berdirinya Aisyiyah, rata-rata peneliti bersepakat bahwa Sapa Tresna adalah embrio berdirinya Aisyiyah dan pertemuan pembentukannua digelar di rumah Dahlan pada 1917, yang dihadiri oleh Fachrodin, Mochtar, Bagus Hadikusumo, serta enam wanita kader Muhammadiyah, yaitu Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah, dan Siti Badilah Zubair.[4]

Amal usaha

sunting

Pengajian yang dilaksanakan di Sapa Tresna terus berlangsung sampai namanya diubah menjadi Aisyiyah.[5] Selain pengajian, program perkumpulan tersebut adalah mengusahakan setiap wanita peserta pengajian memakai kudung dari kain sorban berwarna putih. Perkumpulan ini lantas mengembangkan Pengajian Wal-Ashri dan Muballighin[a] yang diselenggarakan setiap hari Senin sore.[6]

Pembentukan amal usaha yang dilakukan oleh para wanita di dalam Sapa Tresna tidak tergantung kepada kelompok atau organisasi lain, termasuk Muhammadiyah sebagai organisasi induknya.[7] Salah satu kegiatan utama perkumpulan tersebut adalah membantu kerja Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), serta mengasuh beberapa orang anak yatim atau anak-anak yang tidak mampu meneruskan sekolah. Hal inilah yang menjadi modal dasar bagi Aisyiyah, sehingga mampu memiliki dan mengelola berbagai jenis usaha layanan publik, terutama bidang kesehatan dan pendidikan.[8]

Melalui perkumpulan itulah kaum wanita di Kauman, mendapatkan pendidikan berorganisasi dan aktif bergerak di bidang sosial-keagamaan.[7] Sembari menjalani pendidikan di Madrasah Diniyah, para wanita tersebut juga dididik menjadi pemimpin yang memiliki sikap terbuka.[9]

Lihat pula

sunting

Keterangan

sunting
  1. ^ Muballighin merupakan embrio dari Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah (FIAD) yang menjadi cikal bakal berdirinya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada 1980-an (Mulkhan 2013, hlm. 8).

Rujukan

sunting
  1. ^ Sudja (1989), hlm. 39
  2. ^ "Organisasi Otonom". Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 April 2020. Diakses tanggal 8 April 2020. 
  3. ^ Nashir, dkk (2010), hlm. 120
  4. ^ "Sopo Tresno, Perkumpulan Cikal Bakal Aisyiyah". Republika Online. Diakses tanggal 23 Juni 2024. 
  5. ^ Nashir, dkk (2010), hlm. 122
  6. ^ Mulkhan (2013), hlm. 8
  7. ^ a b Mulyati (2021), hlm. 146
  8. ^ Noer (1988), hlm. 90
  9. ^ Suratmin (1990), hlm. 44

Daftar pustaka

sunting

Buku

  • Amini, Mutiah (2021). Sejarah Organisasi Perempuan Indonesia (1928–1998). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 978-602-3869-60-2. 
  • Anshoriy, Muhammad Nasruddin (2010). Matahari Pembaruan: Rekam Jejak K.H. Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. ISBN 978-602-9703-21-4. 
  • Arifin, M.T. (1990). Muhammadiyah Potret yang Berubah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. ISBN 978-602-6268-01-3. 
  • Baha'uddin, dkk (2010). Aisyiyah dan Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia: Sebuah Tinjauan Awal. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. ISBN 978-979-1407-21-2. 
  • Blackburn, Susan (2007). Kongres Wanita Pertama: Tinjauan Ulang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan KITLV. ISBN 978-979-4616-10-9. 
  • Burhanudin, Jajat, dkk (2002). Ulama Perempuan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-6866-44-1. 
  • Darban, Ahmad Adaby (2000). Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah. Yogyakarta: Tarawang. ISBN 978-979-8681-26-4. 
  • Dzuhayatin, Siti Ruhaini (2015). Rezim Gender Muhammadiyah: Kontestasi Gender, Identitas, dan Eksistensi. Yogyakarta: Suka Press UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. ISBN 978-602-2295-85-3. 
  • Fauzia, Amelia; Fathurahman, Oman (2004). Tentang Perempuan Islam: Wacana dan Gerakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Jakarta. ISBN 978-979-2210-55-2. 
  • Harnoko, Darto, dkk (2014). Rumah Kebangsaan Ndalem Jayadipuran Periode 1900–2014 (PDF). Yogyakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. ISBN 978-602-1222-23-2. 
  • Mulkhan, Abdul Munir (2013). Marhaenis Muhammadiyah: Ajaran dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Galang Pustaka. ISBN 978-602-9431-27-8. 
  • Nakamura, Mitsuo (1983). Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin: Studi tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 978-602-6268-02-0. 
  • Nashir, Haedar, dkk (2010). Profil 1 Abad Muhammadiyah. Jakarta: Lembaga Pustaka dan Informasi PP. Muhammadiyah. ISBN 978-979-7094-98-0. 
  • Noer, Deliar (1988). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942. Jakarta: LP3ES. ISBN 978-019-6382-54-8. 
  • Setyowati, Hajar Nur; Mu'arif (2014). Srikandi-Srikandi Aisyiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. ISBN 978-979-3708-97-3. 
  • Soeratno, Siti Chamamah, dkk (2009). Muhammadiyah Sebagai Gerakan Seni dan Budaya: Suatu Warisan Intelektual yang Terlupakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ISBN 978-602-8479-49-3. 
  • Suminto, Husnul Aqib (1985). Politik Islam Hindia-Belanda. Jakarta: LP3ES. ISBN 978-979-8015-10-6. 

Buku lama

  • Anis, Junus (1969). Haji Fachrodin. Yogyakarta: PT. Percetakan Persatuan. 
  • Benda, Harry Jindrich (1985). Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya. 
  • Fauzan, Al (2001). Kitab Tauhid. Jakarta: Yayasan Al-Sofwa. 
  • Hamzah, Amir (1962). Pembaruan Pendidikan dan Pengajaran Islam yang Diselenggarakan Oleh Pergerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Penyelenggara Publikasi Pembaruan Pendidikan/Pengajaran Islam. 
  • Kartodirdjo, Sartono, dkk (1975). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 
  • Kutoyo, Sutrisno (1983). Kyai Haji Ahmad Dahlan. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 
  • Ohorella, G.A.; Sutjiatiningsih, Sri; Ibrahim, Muchtaruddin (1992). Peranan Wanita Indonesia pada Masa Pergerakan Nasional (PDF). Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 
  • Pijper, Guillaume Frédéric (1984). Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900–1950. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 
  • Sudja (1989). Muhammadiyah dan Pendirinya. Yogyakarta: PP. Muhammadiyah Majelis Pustaka. 
  • Suratmin (1990). Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan Nasional: Amal dan Perjuangannya. Yogyakarta: PP. Aisyiyah Seksi Khusus Penerbitan dan Publikasi. 
  • Suratmin, dkk (1991). Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama (PDF). Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 
  • Suryochondro, Sukanti (1984). Potret Pergerakan Wanita di Indonesia. Jakarta: Rajawali dan Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial. 

Dokumen resmi

  • Congresnummer: Congres Perempoean Indonesia jang Pertama 22–25 December 1928 di Mataram. 1928. 

Jurnal

Pranala luar

sunting