Kelenteng Sanggar Agung

bangunan kuil di Indonesia
(Dialihkan dari Sanggar Agung)

Kelenteng Sanggar Agung atau Klenteng Hong San Tang adalah sebuah klenteng di Kota Surabaya. Alamatnya berada di Jalan Sukolilo Nomor 100, Pantai Ria Kenjeran, Surabaya. Kuil ini, selain menjadi tempat ibadah bagi pemeluk Tridharma, juga menjadi tempat tujuan wisata bagi para wisatawan. Klenteng ini dibuka pada tahun 1999.

Klenteng Sanggar Agung
Sisi depan Klenteng Sanggar Agung (mengarah ke laut)
Peta
Informasi umum
LokasiIndonesia Kota Surabaya, Jawa Timur
AlamatJalan Sukolilo Nomor 100, Pantai Kenjeran, Kota Surabaya
Mulai dibangun1999

Ciri khas dari klenteng ini adalah sebuah patung Kwan Im setinggi 20 meter yang terletak di tepi laut. Klenteng ini dipersembahkan kepada Nan Hai Guan Shi Yin Pu Sa atau Bodhisatwa Kwan Im Laut Selatan. Patung ini dibangun setelah seorang karyawan Sanggar Agung melihat sesosok wanita berjubah putih berjalan di atas air pada saat ia sedang menutup Klenteng di malam hari. Penampakan tersebut dipercaya sebagai penampakan Kwan Im sendiri. Ikon lain dari Sanggar Agung adalah patung Phra Phrom raksasa berlapis emas.

Sejarah pembangunan

sunting

Kwan Kong Bio

sunting

Pada Festival Bulan Purnama pada tahun 1978, tanggal 15 bulan 8 Imlek, sebuah klenteng dibangun sekitar 500 meter di sebelah selatan lokasi Sanggar Agung yang sekarang, yaitu Klenteng Kwan Kong Bio. Lokasi klenteng ini dipindahkan sebanyak tiga kali sampai akhirnya Sanggar Agung dibangun.[1] Pada tahun 1999, klenteng tersebut secara resmi dipindahkan ke lokasi yang sekarang yaitu Klenteng Sanggar Agung. Beberapa patung dewa di Sanggar Agung sudah diletakkan di dalam bangunan klenteng yang lebih lama semenjak puluhan tahun.[2]

Pembangunan Sanggar Agung

sunting

Klenteng Sanggar Agung didirikan oleh keluarga Soetiadji Yudho dan diresmikan pada tahun 1999, bertepatan dengan Tahun Baru Imlek. Ia bermaksud membawa semangat spiritual umat Tridharma sekaligus harapan menampilkan sebuah ikon bagi Kota Surabaya. Patung raksasa Kwan Im dibangun dua tahun kemudian.[3][4]

Lokasi dan arsitektur

sunting
 
Singa batu sebelah kanan melambangkan kekuatan Yin, wanita (betina), negatif, menerima, membawa seekor anak singa.
 
Singa batu sebelah kiri melambangkan kekuatan Yang, pria (jantan), positif, memberi, membawa sebuah bola.

Keunikan dari lokasi Klenteng Sanggar Agung adalah klenteng ini dibangun di atas laut[3] sehingga berbentuk seperti teluk kecil yang menjorok ke laut serta dikelilingi pepohonan bakau. Klenteng ini dibangun di atas area dengan luas sekitar 4000 meter persegi dengan bangunan berciri Bali dan kombinasi budaya Jawa.[1]

Menurut Freddy H. Istanto, Dekan Fakultas Teknologi dan Design Universitas Ciputra, kompleks peribadatan di Sanggar Agung sangat menarik untuk dikaji karena design eksteriornya memiliki muatan multi kultur yang unik. Dari atapnya, Sanggar Agung menggunakan perpaduan gaya Jawa yang cukup kuat meskipun secara umum bangunannya bercorak Bali. Menurutnya, terdapat kesan desain Sanggar Agung sengaja membawa image rumah tradisional Indonesia agar tak terjebak pada gaya klenteng, vihara, atau kuil kebanyakan, apalagi terjebak pada arsitektur negara China. Namun demikian, tradisi kuil China masih tampak di Sanggar Agung, misalnya pada bulatan di pagar. Freddy H. Istanto menekankan bahwa Sanggar Agung boleh disebut sebagai "representasi harmoni kondisi psikologi dan budaya dari masyarakat setempat dengan umat Tri Dharma".[4]

Patung raksasa Kwan Im

sunting
 
Gerbang samudra Sanggar Agung dihiasi patung raksasa Kwan Im yang diapit Long Nu dan Sancai, bersama 4 Maharaja Langit, dan sepasang naga

Secara resmi, Sanggar Agung menyatakan bahwa tinggi patung Kwan Im di sisi timur bangunan Klenteng adalah 18 meter. Patung tersebut dikawal oleh dua penjaga Shan Nan dan Tong Nu serta 4 Maharaja Langit pelindung empat penjuru dunia. Gerbang langit di bawah kaki patung Kwan Im dijaga oleh sepasang Naga Surgawi.[1] Kebanyakan sumber mengklaim bahwa patung Dewi Kwan Im di Sanggar Agung memiliki tinggi sekitar 20 meter, sementara dua patung naga di bawahnya masing-masing sepanjang 6 meter.[3] Orang bisa melihat Jembatan Suramadu jika berdiri di bawah gerbang tersebut.

Stupa Maha Brahma

sunting
 
Umat berdoa di Stupa She Mien Fo

Patung Maha Brahma, She Mien Fo, atau Four Face Buddha berada di bagian belakang bangunan Klenteng Sanggar Agung (sisi yang menghadap ke jalan). Patung ini didaftarkan di MURI sebagai patung Four Face Buddha terbesar di Indonesia.

Pembangunan Stupa Maha Brahma dimulai pada Juli 2003 dan diresmikan pada tanggal 9 November 2004. Persemian tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk petinggi agama seperti Viriyanadi Mahatera, Phrarajkhru Sivacharaya dari Thailand, dan Gede Anom Jala Karana Manuaba.[4]

Luas lahan yang digunakan untuk pembangunan adalah sekitar 1,5 hektare. Bangunan inti berukuran 9×9 meter berada tepat di tengah lahan. Perhitungan pembangunan stupa ini banyak menggunakan angka sembilan karena disesuaikan dengan referensi patung serupa di Thailand. Selain itu, angka sembilan juga memiliki makna tersendiri. Stupa Maha Brahma dikelilingi taman bunga dan empat patung gajah putih dengan tinggi sekitar empat meter di setiap sudutnya.[4]

Stupa disokong oleh empat pilar berwarna hijau keemasan. Secara garis besar, stupa terdiri atas tiga bagian, yaitu stupa, patung Maha Brahma, dan singgasana. Bagian atas stupa memiliki ketinggian 18 meter. Sedangkan patung Maha Brahma dan singgasana masing-masing setinggi sembilan meter. Keseluruhan kulit patung dilapisi oleh kampoh ("kertas emas") 22 karat asli dari Thailand. Keseluruhan biaya pelapisan emas mencapai Rp 1,5 miliar. Monumen ini menjadi yang terbesar di Indonesia, meskipun patung Four-Faced Buddha di Thailand masih jadi yang terbesar di dunia.[4] Secara keseluruhan, tinggi Stupa Maha Brahma adalah 36 meter.

Fungsi Sosial

sunting

Tempat ibadah

sunting

Klenteng Sanggar Agung merupakan tempat ibadah bagi umat Tridharma, yaitu dari agama Konghucu, agama Buddha, dan Taoisme.[2] Karena berlokasi di tepi laut, Klenteng Sanggar Agung sering menjadi tempat rujukan bagi keluarga yang hendak nyekar leluhur mereka, terutama yang dikremasi.

Klenteng ini juga mengikutsertakan umat beragama lain sebagai pekerja maupun pengurusnya, misalnya dari umat Islam dan Kristen.[2]

Kawasan pariwisata

sunting
 
Seorang pengunjung sedang berfoto di antara sepasang patung naga

Selain menjadi tempat ibadah bagi umat Konghucu, kelenteng ini juga menarik para wisatawan untuk berfoto atau duduk di tepi pantai.[3] Pada tanggal 21 September 2010, Sanggar Agung mengadakan perayaan Bulan Purnama (Zhongqiu/ Tiong Chiu) dengan pengisi acara berasal dari berbagai grup kesenian di dalam dan luar daerah, seperti dari Minahasa, Bali, Solo, Ponorogo, dan lainnya. Festival juga dimeriahkan grup drum band dari sekolah Muhammadiyah dan AAL.[5]

Agar kedatangan wisatawan non-Konghucu tidak mengganggu aktivitas peribadatan, semenjak tahun 2015, jalan yang diperuntukkan bagi para wisatawan yang hendak ke halaman tepi pantai diarahkan tidak melewati bagian dalam kelenteng, melainkan melewati ruang pengelola kelenteng di sayap kiri bangunan.

Kawasan suaka alam

sunting
 
Kelenteng Sanggar Agung dikelilingi hutan mangrove difoto dari kejauhan

Hutan bakau di sekitar Klenteng Sanggar Agung menjadi habitat alamiah bagi berbagai jenis hewan, seperti burung bangau, kepiting, burung gereja, dan ikan gelodok. Oleh sebab itu, Klenteng ini biasanya menjadi tempat rujukan bagi umat Buddhis dan Tridharma yang melakukan ritual fangshen atau "melepas kembali hewan ke alam liar".

Rekor MURI

sunting

Museum Record Indonesia (MURI) beberapa kali memberi penghargaan pada aktivitas yang dilakukan di Sanggar Agung. Pada bulan September 2002, penghargaan diberikan pada Soetiadji Yudho karena memprakarsai pemasangan 2000 lampion. Pada 9 November 2004, Sanggar Agung mendapat penghargaan MURI karena memprakarsai pembuatan patung Maha Brahma Empat Muka tertinggi dan terbesar di Indonesia.[4]

Pada tahun 2007, PT Bintang Toedjoe menyelenggarakan konvoi sebanyak 108 kepala barongsai yang dimulai dari Kya Kya Surabaya dan berakhir di Sanggar Agung, Kenjeran. Rekor tersebut tercatat sebagai Konvoi Kepala Barongsai Terbanyak oleh MURI dan dicatat oleh PT. Jawa Pos Media Televisi.[6]

Daftar altar

sunting

Altar dalam klenteng

sunting

Urutan altar berdasarkan penomoran urutan bersembahyang, dimulai dari sisi depan klenteng yang menghadap ke laut.

0. Dewa Naga (bukan termasuk altar resmi, tetapi digunakan umat sebagai altar)
  1. Tian
  2. Para Buddha, Bodhisatwa (Nan Hai Guan Shi Yin Pu Sa, Ti Cang Wang Pu Sa, Maitreya), dan 18 Arhat
  3. Siddharta Gautama
  4. Tai Shang Lao Jun
  5. Tian Shang Sheng Mu
  6. Xuan Tian Shang Di
  7. Guan Sheng Di Jun
  8. Fu De Zheng Shen
  9. Cai Shen Ye & Ba Xian
  10. Nabi Khongcu

Altar di lokasi Maha Brahma

sunting
1. Altar Ganesha
2-5. Altar Maha Brahma

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Dikutip dari brosur Sanggar Agung.
  2. ^ a b c Miftah Faridl. Editor: Rudy Hartono. 21 Januari 2013. Akses= 14 April 2013. Sanggar Agung Rumah Berbagai Umat.
  3. ^ a b c d eastjava. Akses= 14 April 2013. Kelenteng Sanggar Agung Surabaya.
  4. ^ a b c d e f Redaksi EastJava Traveler. 30 April 2009. Akses= 3 Juni 2013. Berlabuh di Sanggar Agung.
  5. ^ Epochtimes. 23 September 2010. Akses= 16 April 2013. PERAYAAN BUDAYA TANPA RASA (RAS DAN AGAMA) Diarsipkan 2013-07-02 di Archive.is.
  6. ^ MURI. 11 Oktober 2008. Akses= 15 April 2013. Konvoi Kepala Barongsai Terbanyak.

Pranala luar

sunting