Said Kelana

pemeran laki-laki asal Indonesia

Mohamad Said Harsoedin Bawazier atau yang lebih dikenal dengan Said Kelana (19 Agustus 1909 – 12 April 1991) adalah seorang pemusik Indonesia.

Said Kelana
LahirMohamad Said Harsoedin Bawazier
(1909-08-19)19 Agustus 1909
Jogjakarta, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Meninggal12 April 1991(1991-04-12) (umur 81)
Jakarta
PekerjaanPemusik
Anak6, termasuk Imaniar dan Lydia Nursaid
Karier musik
GenreJazz
InstrumenTerompet
Tahun aktif1925–1991
Artis terkaitThe Big Kids

Masa kecil dan pendidikan

sunting

Ayahnya berasal dari Madura namun memiliki darah keturunan Arab, sementara sang ibu asli Italia. Said Kelana tumbuh menjadi pribadi yang tampan, bertubuh kekar, keras, disiplin. Watak keras dan disiplin tinggi itu ia yakini berasal dari darah ibunya. Sejak kecil ia suka berdandan, penampilannya rapi dan pergaulannya lebih banyak bersama gadis-gadis.

Pendidikan terakhirnya HBS. Setamat HBS ia langsung bekerja sebagai pemusik, penyanyi dan terjun ke dunia film sebagai artis.

Karier

sunting

Awal karier

sunting

Said Kelana mengawali kariernya dengan masuk sandiwara Dardanella, bersama dengan Anjar Asmara, Bachtiar Effendi, Rempo Urip. Nama Said Kelana diperolehnya dari tokoh film Djamaludin Malik. Ia kemudian menjadi penyanyi kabaret, lalu main gitar, kemudian main bola di Bukit Tinggi (di sana iamengalami patah kaki). Bersama dengan sandiwara Dardanella, mengadakan pertunjukan keliling dari Pontianak terus ke Hong Kong, Calcuta, Amerika. Di Hollywood dia membuat film "Bulu" yang dimainkan oleh putri Bachtiar Effendi, lalu membuat lagi film "Karena Dicium" sekitar tahun tiga puluhan.

Bertualang di Amerika Serikat

sunting

Kemudian ia memisahkan dari Dardanella dan menjadi tukang tempel kertas ikan kaleng di Manhattan (Amerika Serikat), dan berkumpul dengan orang-orang Jawa. Di sini dia belajar musik yang khusus disediakan untuk orang-orang yang menganggur, dalam kesempatan ini ia berkenalan dengan Prof. Wilian Singer . Kemudian ia diberi pekerjaan pada sebuah band yang bisa main 6 sampai 9 orang, ia mendapat gaji $100 untuk 4 jam setiap malam.

Memulai karier musik

sunting

Kemudian dia dipanggil ke New York oleh Bella Connity seorang pemain saksofon dari Italia, bersamanya dengan beberapa orang kulit hitam lainnya main pada jam-session di New York sekitar 3 tahun lamanya. Sesudah itu ia diajak keliling Asia oleh Benny Goodman, ia menjadi pemain trompet no 4. Beberapa negara yang dikunjunginya antara lain: Singapura, Malaysia, dan Thailand. Di Bangkok ia sempat bergabung dengan Vivier Cugat Latin Band, dan mengadakan pertunjukan keliling lagi ke Singapura, Malaysia dan kembali lagi ke Amerika Serikat.

Kembali ke Indonesia

sunting

Setibanya di tanah air, bergabung dengan Philipino Band (1941-1943). Kemudian dia bergabung dengan sandiwara Dewi Mada yang dipimpin oleh Ferry de Cock, termasuk anggota Bram Titaley. Selama Jepang berkuasa Dewi Mada dijadikan alat untuk propagandanya, sampai Jepang dibom dan menyerah. Sesudah kemerdekaan, ia dipanggil oleh Maria Ulfah Subadio di Jakarta untuk menghibur para pahlawan dari Kementerian Pertahanan Pusat Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Pada zaman kemerdekaan, ia meneruskan kariernya dan berdiri sendiri di AMN-Kodam V Jaya. Diperintahkan ke Bangkalan untuk menggali kesenian Madura (1966), ia berhasil menggali 52 tarian dan lagu, dan pernah dipentaskan di Senayan Jakarta tahun 1967. Kemudian diminta membantu Kodam V yang diasuh oleh Mansyur Sumislan untuk membuat tim musik. Pada saat itulah, terbentuknya Trio The Kid's, berkeliling ke seluruh pelosok Indonesia, menghibur para anggota ABRI. Sampai dengan pembentukan The Big Kid's yang juga pernah tampil di TVRI. Bersama dengan grupnya tahun 1975 mengadakan perlawatan ke Singapura, Amerika Serikat, di BBC, setelah bikin Instrumentatinal Children Found di London, juga di Malaysia untuk mengadakan Tugu Pahlawan oleh Menteri Kebudayaan H. Ali Achmad. Sisa hidupnya tetap diabdikan untuk musik.

Pada tahun 1982 dalam acara "Keluarga Seniman", ditampilkan seorang tokoh musik yang pernah meraih sukses dengan anak-anaknya. Mereka adalah Said Kelana dan The Big Kids. Said Kelana dikenal sebagai seorang trompetis yang pernah mendapat julukan "Terompet Maut". Julukan ini memang wajar diterima, mengingat kebolehannya dalam bermain terompet. Pembawaannya yang khas, kekuatan dan kemampuannya dalam memainkan trompet dapat menghasilkan suara apa saja yang diinginkannya. Kebolehannya dalam bermain musik, ditampilkannya di layar TVRI Stasiun Pusat Jakarta. Ia pernah tampil dalam Hiburan Lepas Senja (1972), Lagu Lagu Daerah (1977), dan beberapa lagi acara yang diisinya. Selain bermain terompet, ia juga kadang-kadang turut bernyanyi.

Pernikahan dan keluarga

sunting

Ketika aktif menjadi personel Dardanella ia bertemu dengan wanita pujaan hatinya Dewi Mada, yang lantas dinikahinya. Tak lama kemudian, Murbawati buah hatinya lahir di Jakarta, tanggal 15 Mei 1948. Murbawati sekarang bertempat tinggal di kota Banjarmasin.

Pada tahun 1948 Said Kelana ditangkap Belanda di Cirebon. Tragedi itu berlanjut dengan meninggalnya sang istri Dewi Mada lalu disusul mertuanya juga menghadap Yang Maha Kuasa.

Sepeninggal Dewi Mada, Said menikah lagi beberapa kali. Dari pernikahannya dengan Hasnur, ia dikaruniai 6 orang anak: empat putra (Idham Noorsaid, Iromy Noorsaid, Isnan/Inang Noorsaid, Irwan/Iwang Noorsaid) dan dua putri (Lydia Noorsaid, Imaniar Noorsaid).[1] Said Kelana amat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Band The Kids dibentuk Said Kelana tahun 1967 yang terdiri dari Idham, Iromy dan Lydia. Di awal 1970-an, masyarakat di Tanah Air kepincut dengan gaya bermusik dan menyanyi mereka ketika tergabung dalam The Kids yang kemudian berubah menjadi The Big Kids saat Imaniar, Inang dan Iwang bergabung.

Referensi

sunting
  1. ^ Sakrie, Denny (2015). 100 Tahun Musik Indonesia. Jakarta: Gagas Media. ISBN 9789797807856. 

Pranala luar

sunting