dr. H. Purnomo Prawiro adalah seorang pengusaha transportasi yang berasal dari Indonesia. Ia dikenal sebagai pemilik bisnis transportasi Blue Bird. Pada 2014, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, ia menduduki peringkat ke-25.[2]

dr.
Purnomo Prawiro
Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia ke-2
Masa jabatan
30 Januari 2007 – 2012
Sebelum
Pendahulu
Mochtar Riady
Pengganti
Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj (sebagai Ketua MWA Transisi)
Erry Riyana Hardjapamekas
Informasi pribadi
KebangsaanIndonesia Indonesia
Suami/istriEndang Basuki
AnakNoni Purnomo[1]
Sri Adriyani Lestari Purnomo
Adrianto Djokosoetono
Orang tuaDjokosoetono (ayah)
AlmamaterUniversitas Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Purnomo Prawiro & Blue Bird Group

sunting

Awalnya pada tahun 1965, Blue Bird didirikan oleh ibunya, Mutiara Fatimah Djokosoetono, sebagai “Taksi Gelap” tanpa meteran dengan nama Chandra Taxi. Ayahnya Djokosoetono, adalah dosen yang juga salah satu pendiri dan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Pada 6 September 1965, ayahnya wafat, Sebagai penghargaan pengabdian ayahnya, PTIK dan PTHM menghibahkan dua buah mobil bekas, sedan Opel dan Mercedes. Untuk membiaya kehidupan mereka, timbulah ide untuk mengoperasikan dua mobil tersebut sebagai Taksi.

Usaha Taksi ini dijalankan bersama dr. Chandra Suharto (anak laki-laki pertama) dan dr. Purnomo Prawiro (anak laki-laki paling bungsu).[3] Dalam operasionalnya, Chandra Suharto, bertindak sebagai operator telepon. Sedangkan Purnomo, menjadi salah satu sopirnya.[4] Usaha ini terus berkembang dan hasil keuntungan mereka digunakan untuk membeli mobil lagi, hingga 25 unit taxi pertama yang didatangkan dari Surabaya. Berlanjut sekitar tahun 1970-an jumlah mobilnya sudah mencapai 60 unit taxi.

Pada tahun 1970, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, mengumumkan bahwa Jakarta akan memberlakukan izin resmi bagi operasional taksi. Akhirnya setelah mengantongi izin operasional, mereka berekspansi dengan meminjam dana dari Bank untuk membeli 100 unit Taksi baru. Taksi Chandra tetap dijalankan sebagai taksi per-jam. Sedangkan taksi baru di bawah PT Sewindu Taksi disiapkan dengan nama “Blue Bird”. Blue Bird memiliki logo sederhana berupa siluet burung berwarna biru tua yang sedang melesat, hasil karya pematung Hartono. Ini berasal dari ide ibunya, tentang kisah ‘’The Bird of Happiness’’ yang sering ia baca saat masih kecil.

Sekitar tahun 1975, Purnomo Prawiro dipercaya untuk memimpin Blue Bird sebagai direktur operasional, setelah sang kakak Chandra Suharto lebih fokus di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Pada tahun 1985, Blue Bird di bawah kepemimpinannya sudah mencapai 2.000 unit taksi. Nilai-nilai dan brand yang ditanamkan adalah Blue Bird sebagai taksi ternyaman, teraman, dengan pengemudi yang santun. Tahun 1993, Blue bird meluncurkan Silver Bird, taksi eksekutif dengan fasilitas mobil mewah yang sebagian unitnya merupakan eks-sedan mewah yang digunakan pada KTT Non-Blok yang digelar di Indonesia, 1992. Pada 10 Juni 2000, ibunya wafat di RS Medistra, ia secara tidak langsung melanjutkan kepemimpinan ibunya di Blue Bird Group.

Memasuki tahun 2010, taksi ini semakin populer, apalagi sejak Presiden AS Barack Obama datang ke Jakarta pada 2010. Saat itu, Obama menggunakan Blue Bird untuk rombonganya melakukan kunjungan di Indonesia.[1] Tahun 2014, dengan total sekitar 22 ribu unit taksi,[5] Blue Bird berkembang di berbagai kota selain Jakarta, seperti Bandung, Banten, Batam, Lombok, Manado, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya. Perusahaan taksi terbesar di Indonesia ini akhirnya juga melepas saham perdananya ke publik (IPO) dan berhasil meraup dana sebesar Rp 2,44 triliun pada November 2014.[6] Ekspansi bisnis Blue bird meluas hingga ke mobil carteran, bus carteran, angkutan truk kontainer, layanan logistik, produksi bodi kendaraan, distributor tunggal alat-alat pemadam kebakaran merk Rosenbauer Internasional dan hotel.

Melalui Blue Bird Group, pada 2014, Purnomo Prawiro dinobatkan sebagai orang terkaya no. 25 oleh majalah Forbes dengan kekayaan 1,3 miliar US$.[7][8]

Riwayat Pendidikan

sunting

Keluarga

sunting

Purnomo Prawiro dilahirkan sebagai putra bungsu dari pasangan Mutiara Fatimah Djokosoetono dan Djokosoetono. Ia memiliki saudara, yaitu Brigjen Pol (P) Dr. H. KRH Chandra Suharto, MBA, SpJp dan Mintarsih Lestiani. Ia menikah dengan Endang Basuki dan memiliki anak,Sri Adriyani Lestari Purnomo Adrianto Djokosoetono dan Noni Sri Ayati Purnomo. Saat ini Noni menempati posisi Direktur Utama di PT Blue Bird Tbk.

Perseteruan dengan Mintarsih Lestiani

sunting

Sepeninggal ibundanya, Mutiara Fatimah Djokosoetono yang wafat pada 10 Juni 2000, konflik internal mulai muncul. Konflik terjadi antara Purnomo Prawiro dengan kakaknya Mintarsih Lestiani atau Mintarsih A. Latief, yang juga memiliki perusahaan taksi PT Gamya. Perseteruan ini berujung pada saling menggugat secara hukum. Mintarsih menggugat pembubaran CV Lestiani. CV ini didirikan bersama oleh Mintarsih dan Purnomo. Mintarsih melayangkan gugatan di pengadilan negari Jakarta Pusat, dengan tuntutan ganti rugi materiil Rp 25 miliar dan imateriil Rp 50 miliar. Purnomo balik menuntut, ia menuding Mintarsih cs telah menelantarkan perusahaan tersebut sejak 1993. Mereka justru fokus mengurusi Gamya. Ia menggandeng Hotman Paris & Partners melayangkan gugatan di Pengadilan negeri Jakarta Selatan.[9]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting