Produksi kapas di Indonesia
Produksi kapas di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Hindia Belanda dan Jepang di Indonesia. Metode penanamannya adalah tanam paksa. Produksi kapas di Indonesia baru dilanjutkan lagi oleh Pemerintah Indonesia pada periode Pelita I melalui program Intensifikasi Kapas Rakyat.
Lahan yang digunakan untuk produksi kapas adalah sawah dan lahan kering. Pola penanaman yang diterapkan adalah tumpang sari dan tumpang gilir.
Sejarah produksi
suntingMasa penjajahan Hindia Belanda dan Jepang
suntingPada masa penjajahan Hindia Belanda di Indonesia, produksi tanaman kapas merupakan bagian dari tanam paksa. Luas lahan untuk penanaman kapas seluas 82.120 ha. Lahan penanaman kapas sebanyak 60% berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah.[1] Pemerintah penjajah Jepang jemudian melanjutkan pengembangan penanaman kapas di Indonesia setelah berakhirnya masa kekuasaan Hindia Belanda.[2] Namun, lahan yang digunakan untuk penanaman kapas dikurangi. Luas lahannya hanya 17.278 ha. Lahan untuk pemanfaatan kapas kemudian berkurang hingga hampir tidak ditanam sama sekali.[1]
Masa Pemerintah Indonesia
suntingProduksi kapas kembali dikembangkan melalui Pelita I. Pemerintah Indonesia membentuk beberapa organisasi yang khusus untuk mengelola produksi kapas. Nama-namanya adalah PPN Baru, PPN Serat, dan PPN Perum Kapas. Pada awal Pelita III, diadakan program Intensifikasi Kapas Rakyat.[1] Program ini dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 34/Kpts/Umum/I/1979. Pada program Intensifikasi Kapas Rakyat, petani bermitra dengan perusahaan PTP XXIII. Perusahaan ini menyediakan dana bagi petani dengan model kredit modal kerja.[3]
Program ini dimulai pada musim tanam tahun 1978/1979. Penanggung jawab atas program ini adalah Direktorat Jenderal Perkebunan. Luas lahan untuk penanaman kapas berkisar antara 15–36 ribu hektar hingga Pelita VI. Pada periode ini, hasil produksi serat kapas per tahun berkisar antara 2.500 sampai 6.500 ton.[1]
Lahan produksi
suntingLahan produksi kapas di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu sawah dan lahan kering. Penanaman kapas di sawah dilakukan secara tumpang sari bersama kedelai. Masa penanaman dimulai setelah padi dipanen. Sementara pada lahan kering, penanaman kapas dilakukan pada musim hujan. Metode penanamannya adalah tumpang sari atau tumpang gilir. Jenis tanaman yang ditanam bersama kapas adalah jagung dan kedelai.[4]
Referensi
sunting- ^ a b c d Sahid, M., dan Wahyuni, S. A. (2001). "Keragaan dan Konsep Perbaikan Pengembangan Kapas di Indonesia" (PDF). Monograf Balittas: Kapas (7): 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-11-26. Diakses tanggal 2022-08-11.
- ^ Dewi, Elvira Sari (2014). Aspek Agronomi Tanaman Kapas (PDF). Jakarta Timur: Dapur Buku. hlm. 2. ISBN 978-602-315-036-6.
- ^ Bahagiawati dan Bermawie, N. (2017). "Potensi Sumbangan Kapas Bt untuk Peningkatan Produksi Kapas di Indonesia" (PDF). Jurnal AgroBiogen. 13 (2): 138–139.
- ^ Basuki, T., Bambang S., dan Wahyuni, S. A. "Sistem Usaha Tani Kapas di Indonesia" (PDF). Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. hlm. 55. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-03-29. Diakses tanggal 12 Agustus 2022.