R.P. Petrus Carolus Noyen, S.V.D., adalah Prefek Apostolik di Kepulauan Sunda Kecil. Ia merupakan Prefek Apostolik pertama yang berkarya di sana sejak terpilih pada tanggal 8 Oktober 1913. Ia dikenal sebagai tokoh yang memiliki kharisma sebagai pemimpin, pengamat dan perencana.[2] Selama menjadi pemimpin di Kepulauan Sunda Kecil, ia dikenal sebagai pribadi yang ambisius dan dinamis sebagai seorang arsitek misi yang besar.

R.P.

Petrus Carolus Noyen

Prefek Apostolik Kepulauan Sunda Kecil
GerejaGereja Katolik Roma
TakhtaPrefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil
Awal masa jabatan
8 Oktober 1913
(43 tahun, 35 hari)
Masa jabatan berakhir
24 Februari 1921
(50 tahun, 174 hari)
PenerusArnold Verstraelen, S.V.D.
Imamat
Tahbisan imam
7 Desember 1893
(23 tahun, 95 hari)
Informasi pribadi
Nama lahirPetrus Carolus Noyen
Lahir(1870-09-03)3 September 1870
Belanda Helmond, Belanda[1]
Meninggal24 Februari 1921(1921-02-24) (umur 50)
Belanda Steyl, Belanda
MakamBelanda Helmond, Belanda
Kewarganegaraan Belanda
DenominasiKatolik Roma

Latar belakang

sunting

Noyen lahir dari sebagai anak kedua sebuah keluarga kelas menengah di Helmond, Belanda yang masuk dalam wilayah Keuskupan s-Hertogenbosch.[3] dari pasangan Peter Noyen dan Margaret Sanders.[1] Ayahnya merupakan seorang buruh pabrik dan ibunya merupakan penjaga toko.[4]

Pada 1 Oktober 1883, ia mulai bergabung dan belajar di seminari menengah Serikat Sabda Allah di Steyl. Kehidupannya di lembaga saat itu bercorak Jerman. Setelah menyelesaikan masa novisiat, ia melanjutkan dengan mempelajari filsafat dan teologi hingga tahbisan imamatnya.[5]

Pada 7 Desember 1893, ia ditahbiskan menjadi imam. Satu tahun kemudian, ia berangkat ke Tiongkok dan bekerja di Shantung hingga tahun 1909. Setelah bermisi selama 15 tahun di Tiongkok, ia kembali ke Belanda dan sejak 1909 ia diangkat sebagai rektor pertama seminari SVD di Uden, yang dibuka secara resmi pada 8 September 1911.[6] Seminari ini bertujuan melatih para calon imam SVD untuk kemudian bekerja di misi koloni Belanda. Noyen lalu berkeliling di seluruh Belanda untuk merekrut para calon seminaris.

Pada 7 Desember 1912, ia diangkat untuk memimpin misi koloni Belanda di Kepulauan Sunda Kecil. Pada 9 Desember 1912, ia meninggalkan Steyl dan bertolak ke Marseille, Prancis dan pada 12 Desember 1912 ia bertolak ke Batavia. Ia tiba di Batavia pada 4 Januari 1913 dan sempat bertemu dengan Mgr. Luypen SJ, Vikaris Apostolik Batavia, serta mengunjungi sebuah sekolah Belanda di Muntilan. Ia kemudian berangkat dari Surabaya ke Kepulauan Timor pada 12 Januari 1913, dan tiba di Kupang pada 18 Januari. Ia tiba di Pelabuhan Atapupu, Timor pada 20 Januari 1913.[7] Pada saat bersamaan Pater Vander Putten, S.J. meninggalkan Timor. Sepekan kemudian pada 27 Januari 1913, Noyen berangkat ke pusat misi di Lahurus, Kepulauan Timor, dan mempelajari bahasa Tetun.

Pada 1 Maret 1913, misi geraja Katolik Timor diserahterimahkan oleh Pastor Adrianus Mathjisen, S.J., pemimpin misi Timor di kala itu, mewakili Serikat Yesuit kepada dirinya yang mewakili misionaris Serikat Sabda Allah.[8][9] Pastor Mathjisen S.J. kemudian meninggalkan Timor sebagai misionaris terakhir Yesuit. Setelah penyerahan daerah misi, Pater Noyen segera menata reksa pastoral dengan memetakan daerah misi SVD dan melakukan berbagai kunjungan. Ia mulai berkenalan dan menjalin persahabatan dengan para raja. Ia juga belajar bahasa Tetun dan Melayu, serta mendirikan gedung gereja dan sekolah. Dengan dibantu Pater Arnoldus Verstraelen dan Br. Lusianus Molken, mereka melaksanakan karya misi melalui pendekatan antropologis dan kultural, dan berhasil menciptakan "rasa memiliki" masyarakat Timor terhadap iman Katolik.

Juga pada bulan Maret, Noyen memimpin Jalan Salib pertama dalam bahasa Tetun, disusul sebulan kemudian ia mampu mendengan pengakuan dosa dalam bahasa setempat. Pada Hari Raya Pentakosta, 11 Mei 1913, untuk pertama kalinya, Noyen memberi homili dalam bahasa Tetun. Selama di Tiongkok, ia tidak melakukan hal seperti ini, tetapi baru dua tahun setelah tiba.[7] Pada tahun 1913, P. Petrus Noyen, SVD dan P. Arnoldus Verstraellen, SVD sempat menemukan Gua Bitauni, sebuah gua Maria alamiah.[10][11]

J. Freindemetz sebagai provinsial sempat menulis Noyen sebagai 'seorang misionaris yang rajin, seorang religius yang patuh, memiliki sifat yang baik, punya pendirian dan prinsip yang baik, mampu berbuat banyak untuk karya misi' sehingga 'layak masuk dalam daftar calon Uskup'.[3]

Seiring pendirian Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil pada 16 September 1913, Noyen diangkat menjadi Prefek Apostolik setempat dengan berkedudukan di Lahurus, Halilulik, Timor pada 8 Oktober 1913. Bermisi selama 15 tahun di Tiongkok membuat dirinya dapat merancang strategi misi yang tepat. Ia berencana untuk membangun sebuah perkampungan Kristen yang terpusat di sekolah dan Gereja, yang dibiayai dari sebuah perkebunan yang akan dikerjakan oleh penduduk setempat di bawah bimbingan para bruder SVD. Ia mengubah strategi misi yang sebelumnya bekerja sama dengan para penguasa tradisional dan mendirikan gereja di pusat kerajaan, menjadi misi yang berpusat pada kaum muda dan pendidikan. Permintaan ini sempat ditolak karena ukuran lahan yang terlalu besar, tetapi berkat pengajuan berulang olehnya, dikabulkanlah perkebunan berukuran 36 hektare. Kebun ini direncanakan menjadi pemasok bahan makanan bagi pos misi dan pendidikan, yang dikelola Br. Callixtus Osterholt. Namun kemudian perkebunan ini gagal karena tidak mampu menyediakan bibit bagus sehingga sampai tahun 1919 belum dapat menghasilkan apa-apa.

Pada 20 Juli 1914, muncul sebuah dekret dari Kongregasi Penyebaran Iman bahwa Flores juga dimasukkan ke dalam Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil, sehingga para imam Yesuit yang berkarya di Flores juga diganti dengan imam-imam SVD, juga para Suster Belas Kasih diganti oleh Suster SspS. Namun karena terjadinya Perang Dunia I, maka mereka tidak dapat datang. Mgr. Noyen kemudian meminta kesediaan para anggota Yesuit dan Suster Belas Kasih untuk tetap di Flores sampai kedatangan para anggota SVD.[12]

Sejak 14 Mei 1915, Noyen secara resmi berpindah dari Lahurus ke Ende.[13] Dengan perpindahan ini, pusat Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil juga berpindah ke Ndona, Ende. Setelah kedatangannya, ia memutuskan bahwa Ende harus menjadi pusat misi utama demi mengekang ekspansi perkembangan agama Islam. Selama di Ndona, sekolah mulai didirikan, sehingga misi mendapat dukungan baik dari para guru maupun para siswa. Ia sangat bersemangat untuk menjelajahi wilayah misinya, dari ujung Timor hingga ke Bali. Noyen juga menggagas Percetakan Arnoldus yang kini menjadi Penerbit Nusa Indah. Saat itu Percetakan Arnoldus menggunakan mesin percetakan yang didatangkan dari Jerman.[14] Noyen juga meminta kepada Congregatio Servarum Spiritus Sancti (SSpS; Serikat Biarawati Misi Abdi Roh Kudus) berkarya di Prefektur Apostolik, di mana sejak 1921, mereka telah mulai berkarya di Lahurus.

Pada 3 Mei 1920, Noyen diangkat sebagai Regional SVD Ende yang pertama.[9] Pada Agustus 1920, ia kembali ke Belanda di mana ia akan ditahbiskan menjadi uskup. Sebelum dia dapat ditahbiskan ia kemudian menderita sakit.[1][15] Mgr. Noyen kemudian meninggal pada 24 Februari 1921, ketika sedang mengikuti Kapitel Jenderal di Steyl.[16] Disentri yang telah ia derita sejak lama menjadi penyebab kematiannya. Ia dimakamkan di rumah misi di Helmond, Belanda[15] di dekat kaki pendiri ordo Pater Arnold Janssen.[4]

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting
Jabatan Gereja Katolik
Pertama Prefek Apostolik Kepulauan Sunda Kecil
8 Oktober 1913 – 24 Februari 1921
Diteruskan oleh:
Arnold Verstraelen, S.V.D.
sebagai Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil