Serdadu Jepang yang tetap tinggal

Serdadu Jepang yang tetap tinggal (Jepang: 残留日本兵 Zanryū nipponhei) atau Serdadu Jepang yang menolak menyerah adalah para anggota Tentara Kekaisaran Jepang dalam Perang Pasifik yang setelah kapitulasi Jepang Agustus 1945 yang menandai akhir Perang Dunia II, secara tegas meragukan kebenaran penyerahan formal Kekaisaran Jepang karena prinsip dogmatis atau militeristik yang kuat, atau tidak menyadari hal itu karena komunikasi yang terputus karena strategi perang Lompatan Pulau yang dijalankan Amerika Serikat.

Serdadu Jepang yang tetap tinggal
残留日本兵
Zanryū Nipponhei
Serdadu Jepang yang menolak menyerah
Aktif2 September 1945 - 18 Desember 1974
NegaraJepang Jepang
Aliansi Tentara Kekaisaran Jepang
CabangTentara Kekaisaran Jepang
Tipe unitInfanteri
Jumlah personelTidak diketahui
MarkasBerbagai pulau di Asia Pasifik, Vietnam
PelindungTidak ada
PertempuranPerang Kemerdekaan Indonesia
Perang Indochina Pertama

Walaupun perang telah berakhir, mereka terus berperang melawan pasukan pendudukan, dan kemudian juga polisi setempat, bertahun-tahun setelah perang berakhir. Tentara Jepang yang menolak menyerah lainnya juga menjadi sukarelawan dalam Perang Indocina Pertama dan Perang Kemerdekaan Indonesia.

Petugas Intelijen Hiroo Onoda, yang menyerah di Pulau Lubang, Filipina bulan Maret 1974, dan Teruo Nakamura, yang menyerah di Pulau Morotai di Indonesia pada bulan Desember 1974 tampaknya telah dikonfirmasi sebagai tentara Jepang terakhir yang menolak menyerah.

Tentara Jepang yang memisahkan diri setelah berakhirnya Perang Dunia II

sunting

1945-1949

sunting
  • Kapten Sakae Oba, yang memimpin kompi 46 orangnya dalam aksi-aksi gerilya melawan pasukan AS setelah Pertempuran Saipan, tidak menyerah sampai 1 Desember 1945, tiga bulan setelah perang berakhir.
  • Mayor Sei Igawa (井 川 省) menjadi sukarelawan perwira staf dan komandan Viet Minh di Vietnam. Igawa tewas dalam pertempuran dengan pasukan Prancis pada tahun 1946.[1][2]
  • Letnan Angkatan Laut Hideo Horiuchi (堀 内 秀雄) menjadi sukarelawan Letnan Kolonel pejuang kemerdekaan sukarela Indonesia. Horiuchi ditangkap oleh tentara Kerajaan Belanda pada tanggal 13 Agustus 1946 saat luka-lukanya dirawat di sebuah desa setelah pertempuran dengan pasukan Belanda.
  • Letnan Ei Yamaguchi dan 33 prajuritnya muncul pada Peleliu pada akhir Maret 1947, menyerang detasemen Marinir yang ditempatkan di pulau itu. Bala bantuan kemudian dikirim bersama dengan seorang laksamana Jepang yang mampu meyakinkan mereka bahwa perang telah berakhir. Mereka akhirnya menyerah pada bulan April 1947.
  • Yamakage Kufuku dan Matsudo Linsoki, dua perwira penembak senapan mesin dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, menyerah di Iwo Jima pada tanggal 6 Januari 1949.
  • Rahmat Shigeru Ono, Tentara Jepang yang memilih untuk mendukung Kemerdekaan Indonesia demi memenuhi janji Bangsanya yaitu Mengusir bangsa Barat dan Menganggap Jepang adalah Saudara sebangsa. Janjinya baru terpenuhi saat dirinya memutuskan untuk meninggalkan Jepang dan berjuang dalam Perang Kemerdekaan Indonesia
  • Mayor Takuo Ishii (石井卓 雄) terus berjuang sebagai penasihat Viet Minh di Vietnam, perwira staf dan komandan. Ishii tewas dalam pertempuran dengan pasukan Prancis pada tanggal 20 Mei 1950.[3][4]
  • Prajurit Satu Yuichi Akatsu terus berperang di Pulau Lubang dari 1944 sampai menyerah di desa Filipina dari Looc. Pada Maret 1950.[5]
  • Kopral Shoichi Shimada (岛 田庄 一) terus bertempur di Pulau Lubang sampai ia terbunuh dalam bentrokan dengan tentara Filipina bulan Mei 1954.[6]
  • Letnan Kikuo Tanimoto menjadi sukarelawan sebagai penasihat dan komandan Viet Minh di Vietnam. Tanimoto kembali ke Jepang pada tahun 1954, setelah kemerdekaan Vietnam.
  • Prajurit Bunzō Minagawa bertahan dari 1944 sampai bulan Mei 1960 di Guam.[7]
  • Sersan Tadashi Itō, superior Minagawa, menyerah berhari-hari kemudian, 23 Mei 1960 di Guam.[8]
 
Letnan Hiroo Onoda
  • Kopral Shoichi Yokoi, yang bertugas di bawah Ito, ditangkap di Guam pada bulan Januari 1972.[9]
  • Prajurit Satu Kinshichi Kozuka bertahan dengan Onoda selama 28 tahun sampai ia terbunuh dalam sebuah baku tembak dengan polisi Filipina pada Oktober 1972.[10]
  • Letnan Hiroo Onoda, yang bertahan dari Desember 1944 sampai Maret 1974 di Pulau Lubang di Filipina dengan Akatsu, Shimada dan Kozuka, menyerah kepada mantan komandannya di bulan Maret 1974.[6]
  • Prajurit Teruo Nakamura ditemukan oleh TNI AU di Pulau Morotai, Indonesia dan menyerah ke patroli pencarian pada tanggal 18 Desember 1974.[11]

Dalam budaya populer

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "ベトナム独立戦争参加日本人の事跡に基づく日越のあり方に関する研究" (PDF). 井川 一久. Tokyo foundation. October 2005. Diakses tanggal 2010-06-10. 
  2. ^ "日越関係発展の方途を探る研究 ヴェトナム独立戦争参加日本人―その実態と日越両国にとっての歴史的意味―" (PDF). 井川 一久. Tokyo foundation. May, 2006. Diakses tanggal 2010-06-10. 
  3. ^ "ベトナム独立戦争参加日本人の事跡に基づく日越のあり方に関する研究" (PDF). 井川 一久. Tokyo foundation. October 2005. Diakses tanggal 2010-06-10. 
  4. ^ "日越関係発展の方途を探る研究 ヴェトナム独立戦争参加日本人―その実態と日越両国にとっての歴史的意味―" (PDF). 井川 一久. Tokyo foundation. May, 2006. Diakses tanggal 2010-06-10. 
  5. ^ "Three Jap Stragglers Hold Out on Tiny Isle," The Lima (O.) News, April 8, 1952, hal.5
  6. ^ a b "Onoda Home; 'It Was 30 Years on Duty'," Pacific Stars and Stripes, 14 Maret 1974, hal.7
  7. ^ "Japanese Soldier Finds War's Over," Oakland Tribune, 21 Mei 1960, hal.1
  8. ^ "Straggler Reports to Emperor," Pacific Stars and Stripes, 8 Juni 1960, hal.1
  9. ^ Kristof, Nicholas D. "Shoichi Yokoi, 82, Is Dead; Japan Soldier Hid 27 Years," New York Times. 26 September 1997.
  10. ^ "The Last PCS for Lieutenant Onoda," Pacific Stars and Stripes, 13 Maret 1974, hal.6
  11. ^ ""The Last Last Soldier?," TIME, 13 Januari 1975". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-22. Diakses tanggal 2011-01-13. 
  12. ^ ムルデカ 17805(2001) allcinema

Pranala luar

sunting