Ratu Myeongseong dari Han Raya

(Dialihkan dari Permaisuri Myeongseong)

Maharani Myeongseong (19 Oktober 1851 – 8 Oktober 1895, juga dikenal dengan nama Ratu Min) adalah seorang ratu sekaligus istri pertama dari Kaisar Gojong, raja ke-26 dari Dinasti Joseon. Pada tahun 1902, ia mendapatkan gelar penuh Hyoja Wonseong Jeonghwa Hapcheon Honggong Seongdeok Myeongseong Taehwanghu (孝慈元聖正化合天洪功誠德明成太皇后) yang disingkat menjadi Myeongseong Hwanghu (明成皇后).

Maharani Myeongseong
명성황후
Maharani dari Korea
Permaisuri Joseon
Periode20 Maret 1866 – 1 November 1873
PendahuluRatu Cheorin
PenerusRatu Sunjeong
Periode1 Juli 1894 - 6 Juli 1895
PendahuluRatu Cheorin
PenerusRatu Sunjeong
Permaisuri Wali Joseon
Periode1 November 1873 - 1 July 1894
PendahuluHeungseon Daewongun / Ratu Shinjeong
PenerusNone
MonarchGojong
Periode6 Juli 1895 - 8 Oktober 1895
PendahuluRegained title
PenerusTidak ada
MonarchGojong
Kelahiran17 November 1851
Seomrak-ri, Geundong-myeon, Yeoju, Gyeonggi, Korea
Kematian8 Oktober 1896(1896-10-08) (umur 44)
Okhoru Pavilion, Geoncheong Palace, Gyeongbok Palace, Korea
Pemakaman
Pasangan
(m. 1866⁠–⁠1895)
Keturunan
  • Putra tanpa nama
  • Putri tanpa nama
  • Kaisar Sunjong
  • Putra tanpa nama
  • Putra tanpa nama
Nama anumerta
효자원성정화합천홍공성덕제휘열목명성태황후[1]
孝慈元聖正化合天洪功誠德齊徽烈穆明成太皇后
WangsaYeoheung Min
AyahMin Chi-Rok
IbuIbunda Hanchang Hansan Yi clan
AgamaShamanism
Korean name
Hangul
명성황후
Hanja
明成皇后
Alih AksaraMyeongseong Hwanghu
McCune–ReischauerMyŏngsŏng Hwanghu
Nama lahir
Hangul
민자영
Hanja
閔玆暎
Alih AksaraMin Ja-yeong
McCune–ReischauerMin Cha-yŏng

Pemerintahan kolonial Jepang menganggap Myeongseong sebagai kerikil dalam usaha ekspansi kolonialismenya. Berbagai usaha untuk mengenyahkannya dari arena politik sengaja dilakukan oleh ayah dari Raja Gojong, Heungseon Daewongun (tokoh yang dikenal sangat dekat dengan Jepang). Namun, hal ini malah membuatnya semakin keras dalam menentang Jepang.

Setelah kemenangan Jepang dalam Perang Tiongkok-Jepang, Ratu Min semakin mempererat hubungan Joseon dan Rusia untuk mengantisipasi pengaruh Jepang yang semakin meluas atas Korea karena Heungseon Daewongun yang memihak Jepang. Gubernur Jepang untuk Korea saat itu adalah pensiunan letnan jenderal bernama Miura Goro. Miura Goro diduga berada di belakang faksi yang didirikan Daewongun untuk mendukung Jepang.

Maharani Myeongseong mengalami akhir hidup yang mengenaskan pada pagi hari tanggal 8 Oktober 1895 karena dibunuh oleh mata-mata yang menyusup ke Istana Gyeongbok.

Pembunuhan Maharani Myeongseong menimbulkan protes dunia internasional. Untuk meredakan kritikan, pemerintah Jepang memanggil Miura dan menuntutnya di Pengadilan Distrik Hiroshima, sementara para personel militer yang terlibat didakwa di pengadilan militer. Namun keputusan hakim menyatakan mereka tidak bersalah karena tidak ditemukan adanya bukti yang cukup kuat.

Setelah peristiwa Aneksasi Jepang oleh Korea pada tahun 1910, Miura diberi penghargaan dan jabatan di Dewan Pribadi (Sumitsuin), badan penasihat Kaisar Jepang.

Di Korea Selatan, perhatian masyarakat semakin meningkat terhadap profil kehidupannya yang berakhir tragis. Kisah hidupnya diangkat dalam berbagai pertunjukkan drama tv dan teater musikal serta novel-novel. Ia dianggap sebagai salah seorang pahlawan wanita yang berperan penting dalam politik dan diplomasi untuk mempertahankan harga diri negara daripada campur tangan pihak asing.

Latar belakang

sunting

Maharani Myeongseong lahir dari keluarga bangsawan Min Yeoheung pada tanggal 19 Oktober 1851 di Kabupaten Yeoju, Gyeonggi.

Wangsa Min Yeoheung adalah kaum yangban yang menempatkan banyak tokoh penting dalam bidang pemerintahan, bahkan tiga orang ratu Joseon berasal dari wangsa Min Yeoheung, yakni Ratu Wongyeong, istri pertama Raja Taejong, Ratu Inhyeon dari istri Raja Sukjong. Ibu dan istri Daewongun (ayah Gojong) pun berasal dari wangsa Min Yeoheung, dan mereka mendukung Myeongseong menjadi ratu. Sebelum menikah, Myeongseong dikenal sebagai anak perempun Min Chi-rok. Beberapa catatan fiksi menyebutkan nama aslinya adalah Min Ja-yeong (閔紫英). Pada usia 8 tahun, ia telah kehilangan kedua orang tuanya dan sedikit yang dapat diketahui tentang ibu dan masa kecilnya, serta penyebab dari kematian kedua orang tuanya.

Gojong menikah saat mencapai usia 15 tahun dan ia sangat selektif dalam mencari pasangan. Gojong mencari seorang ratu yang tidak memiliki relasi dekat yang dapat menjalankan politik serta dapat membela kepentingan istana dan rakyat. Satu per satu wanita ditolak sampai istri Daewongun, ibunda Gojong (Yeoheung Budaebuin) mengajukan calon pengantin yang cocok dari garis keluarga mereka, wangsa Min Yeoheung. Deskripsi yang diberikannya adalah seorang gadis yatim piatu dengan wajah yang cantik, tubuh yang sehat, serta taraf pendidikan yang sedang. Pertemuan pertama calon pengantin dengan Daewongun dapat dengan mudah dilaksanakan karena ia tinggal di Anguk-dong yang dekat dengan istana.

Pertemuan tersebut berhasil, dan pada tanggal 20 Maret 1866, anak gadis dari wangsa Min tersebut resmi menikah dengan Gojong. Foto pernikahan mereka diambil di Aula Injeong di Istana Changdeok. Dalam upacara penobatannya, ia diangkat menjadi Ratu Joseon dan bergelar Yang Mulia Ratu Min (閔大妃). Setelah menjadi ratu, di istana ia disapa Jungjeon Mama (harfiah; Yang Mulia Istana Tengah) Ratu Min dikenal memiliki sifat ambisius dan terus terang, sangat berbeda dengan ratu-ratu yang lain sebelumnya. Ia tidak pernah berpartisipasi dalam pesta pora istana yang ia anggap sebagai pemborosan, dan juga jarang sekali meminta dibuatkan pakaian yang mewah. Ia pun tidak pernah menghadiri pesta minum teh sore hari dengan para putri dan anggota istana lain, malahan ia lebih suka berurusan dengan masalah politik. Sebagai ratu, ia diharapkan untuk dapat berperilaku sebagaimana mestinya kaum kelas atas, tetapi ia menolak perilaku seperti ini. Ia lebih suka berkutat mempelajari buku-buku politik yang biasanya dibaca kaum pria seperti Riwayat Musim Semi dan Musim Gugur (春秋), Komentar Zuo (춘추좌씨전) serta berbagai buku filsafat, sejarah, ilmu pengetahuan, politik dan agama.

Dominasi istana

sunting

Menjelang dewasa, Min secara diam-diam membuat faksi rahasia penentang Heungseon Daewongun. Pada usia 20, ia mulai keluar masuk kediamannya di Istana Changgyeong dan berkiprah aktif dalam politik. Sifatnya yang agresif dalam masalah politik mulai tidak disukai para pejabat tinggi karena dianggap suka mencampuri urusan mereka begitu pula dengan Heungseon Daewongun.

Konflik Min dengan ayah mertuanya mencuat ke permukaan saat anak laki-laki yang dilahirkannya meninggal karena lahir prematur. Heungseon Daewongun mengeluarkan pernyataan bahwa Min tidak dapat melahirkan bayi yang sehat dan menganjurkan Gojong untuk punya anak dari selir Yeongbodang Yi. Pernyataan ini sangat menyinggung perasaanya. Pada tahun 1880, selir tersebut melahirkan bayi laki-laki sehat yang diberi nama Pangeran Wanhwagun yang kemudian digelari Heungseon Daewongun menjadi Putra Mahkota.

Min merespon dengan faksinya bersama para pendukungnya yang terdiri dari para pejabat tinggi, sarjana serta anggota keluarganya untuk menjungkirbalikkan kursi kekuasaan Heungseon Daewongun. Bersama seorang anggota keluarganya, Min Seung-ho dan sarjana Choe Ik-hyeon, ia menulis surat resmi yang meminta agar Heungseon Daewongun segera diturunkan dari kekuasaanya kepada Dewan Administrasi Istana. Min menyebutkan alasan bahwa Gojong yang telah berusia 22 tahun harus memerintah dengan kekuatannya sendiri. Surat itu pun diterima dan Heungseon Daewongun dipaksa untuk pensiun ke kediaman pribadinya di Yangju pada tahun 1872. Ratu Min lalu mengasingkan selir Yeongbodang Yi dan anaknya ke desa di luar kota dan mencopot semua gelar istananya. Tak lama kemudian anak selir tersebut meninggal dan beberapa mulai mengkritik Min karena perbuatannya.

Dengan keluarnya Heungseon Daewongun, selir dan anaknya dari istana, sekarang Min memegang kendali penuh atas istana serta menempatkan anggota wangsanya dalam berbagai posisi penting di istana. Peran politik Ratu Min dianggap lebih aktif dibandingkan suaminya sendiri.

Revolusi sosial

sunting

Pada tahun 1877, sebuah misi yang dikepalai Kim Gwang-jip dikirim ke Jepang oleh Raja Gojong dan Ratu Min untuk mempelajari kemajuan dan penemuan yang telah dicapai Jepang. Kim dan kelompoknya sangat terkejut melihat kemajuan pesat kota-kota di Jepang. Lima puluh tahun sebelumnya, Seoul dan Busan di Korea adalah pusat perdagangan Asia Timur, tetapi sekarang Tokyo dan Osaka telah mengalami westernisasi dan kemajuan yang begitu pesat dan meninggalkan kota-kota di Joseon. Saat berada di Jepang, Kim Gwang-jip bertemu dengan duta besar Tiongkok untuk Jepang, Ho Ju-chang dan penasehatnya Huang Tsun-hsien. Mereka mendiskusikan keadaan internasional serta peran Tiongkok dan Korea dalam peta politik dunia. Huang Tsun-hsien menghadiahkan Kim sebuah buku yang ia tulis berjudul Strategi Korea.

Menurutnya Tiongkok sudah bukan lagi kekuatan dominan di Asia Timur, dan Korea pun tidak lagi di atas Jepang dalam bidang militer. Lalu Rusia baru saja memulai ekspansi ke Asia. Huang menganjurkan agar Korea mengadopsi kebijakan yang pro-Tiongkok, tetapi tetap menjalin hubungan yang dekat dengan Jepang. Tiongkok juga menganjurkan agar Korea melakukan upaya untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat sebagai tameng atas kekuatan Rusia, mengadopsi teknologi barat dan mengirimkan para pelajarnya ke Tiongkok dan Jepang untuk belajar. Huang mengatakan bahwa Korea pasti akan lebih dapat mencapai moderenisasi karena wilayahnya lebih kecil, sementara Tiongkok menghadapi kendala karena wilayahnya sangat luas.

Saat Kim Gwang-jip kembali ke Seoul, Ratu Min sangat tertarik dengan buku Huang dan memerintahkan agar salinannya dibagikan kepada semua menteri. Min berharap agar kaum intelektual Korea menerima niatnya untuk mengundang tokoh-tokoh dari barat ke Korea. Ratu Min berencana pertama mengundang Jepang untuk memulai proyek moderenisasi namun rencana-rencana tertentu dikerjakan oleh orang barat. Tenaga barat dilihat sangat berguna untuk memajukan perdagangan dan investasi serta untuk mengimbangi dominasi Jepang.

Idenya untuk membuka pintu moderenisasi kurang dapat diterima oleh kaum yangban. Choe Ik-hyeon, salah seorang yang berjasa dalam menurunkan Heungseon Daewongun juga memilih untuk sependapat dengan kaum penolak dibukanya Korea kepada dunia luar. Choe menyatakan keberatannya bahwa Jepang sama saja dengan orang barat yang barbar yang mencoba menyebarkan paham yang dianggapp tidak benar seperti agama Kristen.

Dalam pandangan kaum yangban dan intelektual, rencana tersebut akan membuat kekacauan sosial. Tak lama ide tersebut ditolak kaum terpelajar di seluruh negeri. Alasannya adalah ide-ide yang tertuang dalam buku Huang tentang moderenisasi hanyalah teori abstrak dan tidak dapat direalisasikan. Mereka menuntut agar jumlah utusan asing dan kapal dagang harus dibatasi serta buku-buku asing dihancurkan.

Walau mengalami penolakan, pada tahun 1881, rombongan besar kembali dikirim untuk meninjau kembali ide moderenisasi ke Jepang selama 70 hari mengunjungi kantor-kantor pemerintahan, pabrik, organisasi kepolisian dan militer dan perdagangan. Informasi yang mereka petik adalah inovasi undang-undang oleh pemerintah yang mencontoh kebijakan barat.

Atas laporan ini, Min mulai merombak kabinet pemerintahannya. Dua belas lembaga baru didirikan untuk mengurus hubungan luar negeri seperti dengan Tiongkok, negara barat dan Jepang. Lembaga lainnya didirikan untuk memajukan hubungan dagang, bidang militer yang memperbaharui teknik dan persenjataan, serta mengimpor teknologi dari barat. Pada tahun yang sama, Ratu Min mengirimkan para angkatan militer berbakat ke Tiongkok. Pihak Jepang cepat merespon dengan menghadiahkan secara sukarela senapan dan melatih mereka untuk mempergunakannya. Hal itu disetujui Ratu Min, tetapi ia tetap memperingatkan bahwa mereka akan tetap dikirim ke Tiongkok untuk belajar lebih jauh tentang teknologi militer.

Moderenisasi angkatan bersenjata juga menimbulkan penolakan. Perlakuan khusus terhadap unit yang dilatih menimbulkan kecemburuan unit militer lain. Pada bulan September 1881, sebuah rencana Heungseon Daewongun untuk menjatuhkan faksi Min dan menggantikan posisi Gojong dengan adiknya yang bernama Yi Jae-seon terbongkar.

Insiden tahun 1882

sunting

Pada tahun 1882, karena merasa dianaktirikan, unit militer lama mengamuk dan merusak kediaman Min Gyeom-ho, seorang relasi ratu yang bertanggung jawab sebagai pimpinan pelatihan anggota prajurit baru. Mereka pergi menuju ke rumah Daewongun dan meminta dukungan padanya.

Daewongun memerintahkan mereka untuk menyerang pusat kota Seoul, distrik duta besar asing, dan fasilitas-fasilitas publik lain. Mereka juga menyerang seperti pos polisi untuk membebaskan rekan mereka yang ditahan lalu merusak kediaman para saudara ratu. Beberapa pelatih unit militer Jepang terbunuh dan senjata mereka dirampas. Duta besar Jepang pun hampir terbunuh namun berhasil menyelamatkan diri ke Incheon. Kelompok pemberontak ini akhirnya merangsek masuk ke Istana Gyeongbok dengan sasaran raja dan ratu. Keduanya berhasil diungsikan ke rumah relasi Ratu Min di Cheongju dengan cara menyamar.

Saat Heungseon Daewongun tiba di istana, ia langsung mengambil alih kendali pemerintahan dan memerintahkan para pendukung Ratu Min untuk dihabisi satu per satu. Segala kebijakan yang sebelumnya dibuat oleh Ratu Min dihapus dan ide negara yang tertutup segera dikembalikan serta mengusir para utusan Tiongkok dan Jepang dari Korea.

Mendengar keributan yang terjadi di Korea dari utusan Min, Li Hung-chang mengirimkan bantuan 4.500 orang tentara untuk mengatasi kericuhan dan sekaligus menyelamatkan kepentingan mereka di Korea. Pasukan segera menangkap Daewongun dan dibawa ke Tiongkok untuk diadili karena perbuatannya. Min dan Gojong kembali ke istana dan memulihkan peraturan dan kebijakan yang lama.

Pemerintah Jepang memaksa Raja Gojong tanpa sepengetahuan Ratu Min untuk menandatangani perjanjian pada tanggal 10 Agustus 1882 untuk membayar sebanyak 550.000 yen atas kerugian yang mereka derita akibat kerusuhan. Mereka juga menginginkan agar duta besar mereka dijaga ketat. Saat Min mengetahui tentang perjanjian tersebut, ia mengajukan permintaan kepada pemerintah Tiongkok untuk kebijakan perdagangan yang baru dengan memberikan hak khusus untuk melewati pelabuhan-pelabuhan yang tidak dilalui Jepang. Min juga meminta agar komandan militer Tiongkok dapat melatih unit militer Joseon yang baru.

Utusan ke Amerika Serikat

sunting

Pada bulan Juli 1883, Ratu Min mengirimkan utusan khusus untuk mengunjungi Amerika Serikat yang dipimpin Min Young-ik. Utusan mendarat di San Fransisco dan mengunjungi berbagai situs bersejarah, mempelajari sejarah Amerika serta menghadiri undangan khusus wali kota San Fransisco dan pejabat-pejabat tinggi Amerika Serikat. Mereka juga diundang makan malam oleh Presiden Chester A. Arthur dan mendiskusikan tentang ancaman Jepang dan investasi Amerika di Korea. Min Young-ik kembali ke Korea pada akhir September 1883 dan memberikan laporan kepada Ratu yang intinya untuk segera melakukan moderenisasi seperti yang telah dilakukan negara-negara barat untuk mengejar ketertinggalan dari Jepang.

Konflik faksi progresif dan konservatif

sunting

Kelompok progresif yang didirikan pada akhir tahun 1870-an oleh kaum yangban mendukung penuh proses moderenisasi Korea, tetapi menginginkan pemutusan hubugan diplomatik dengan Tiongkok. Tidak mengetahui sentimen anti-Tiongkok mereka, ratu sering mengadakan diskusi dan pertemuan untuk membicarakan tentang ide-ide dan rencana politiknya yang progresif. Mereka mengusulkan agar negara merombak tatanan pendidikan dan sosial dengan memberikan kesempatan sejajar antara hak kaum pria dan wanita dimana isu ini tidak berlaku di negara yang sudah maju seperti Jepang. Min sangat kagum awalnya akan ide kaum progresif, tetapi saat mengetahui mereka anti-Tiongkok, ratu mulai berbalik. Memutuskan hubungan dengan Tiongkok bukanlah rencananya dalam memulai moderenisasi.

Ia menganalisis konsekuensi yang akan dihadapi Joseon jika memutuskan hubungan dengan Tiongkok. Selain itu ia juga adalah pendukung kuat faksi Sadae yang pro-Tiongkok dan juga pro-moderenisasi. Konflik faksi progresif dan Sadae mulai memanas pada tahun 1884. Saat utusan Amerika Serikat yang bernama George C. Foulk mendengar konflik yang terjadi antara dua faksi tersebut, ia langsung menghadap ke istana. Amerika Serikat berniat mendamaikan kedua faksi tersebut agar dapat membantu rencana dan kebijakan ratu untuk memajukan dan memoderenisasi Joseon. Ratu Min sebenarnya mendukung penuh pendapat dan pandangan kedua belah pihak itu kecuali memutuskan hubungan dengan Dinasti Qing.

Kaum progresif yang mulai khawatir dengan berkembangnya pengaruh Tiongkok dan faksi Sadae, mencari dukungan utusan tentara Jepang dan pada tanggal 4 Desember 1884 menyerbu faksi Sadae. Mereka membunuh para petinggi faksi Sadae dan merebut kursi di pemerintahan yang mereka tinggalkan. Merasa kecewa akan tindakan keras yang dilakukan kaum progresif, Ratu Min menolak untuk mendukung aksi mereka dan menyatakan setiap dokumen yang ditandatangani atas nama dirinya tidak sah. Baru 2 hari dalam menduduki jabatan di istana, petinggi militer Tiongkok, Yuan Shih-kai dan pasukannya meringkus dan mengeksekusi para pemimpin faksi progresif. Jepang kembali memanfaatkan kondisi ini sebagai kesempatan untuk menguras uang dari pemerintahan Joseon dengan memaksa Raja Gojong untuk kembali membayar kerugian atas kerusakan yang diakibatkan kerusuhan terhadap fasilitas Jepang. Perjanjian Hanseong kembali ditandatangani tanpa sepengetahuan Ratu Min dengan membayar sejumlah besar uang kepada Jepang.

Pada tanggal 18 April 1885, Perjanjian Li-Ito ditandatangani oleh pihak Jepang dan Tiongkok di Tianjin. Dalam perjanjian disebutkan bahwa kedua belah pihak sepakat menarik tentaranya dari Korea dan baru dapat dikirimkan jika properti mereka berada dalam bahaya. Mereka juga menarik para instruktor militer masing-masing dan membiarkan orang Amerika yang mengerjakan tugas itu. Pasukan Jepang ditarik dari Korea dengan menyisakan sedikit untuk menjaga duta besar mereka. Ratu Min memanggil utusan Tiongkok dan meyakinkan mereka untuk tetap membiarkan 2000 orang tentara mereka tinggal di Korea untuk menjaga perbatasan dan menjadi pelatih namun disamarkan menjadi tentara Joseon untuk mengawasi gerak-gerik Jepang yang dianggap mencurigakan.

Inovator

sunting

Ratu Min dianggap sebagai inovator yang brilian dalam memajukan pendidikan dan media massa di Korea. Setelah sebagian besar tentara Jepang keluar dari Korea dan pasukan Tiongkok mengamankan wilayah perbatasan, rencana untuk moderenisasi mulai dilaksanakan. Tahap pertama adalah dengan memperbaiki kualitas pendidikan dengan membangun akademi yang menggunakan bahasa Inggris dan kurikulum sekolah barat.

Pada bulan Mei 1885, sebuah sekolah berbahasa Inggris pertama di Korea dibuka atas prakarsa ratu. Sekolah yang bernama Yugyeong Gungwon tersebut mendidik anak-anak para bangsawan dengan pengajar seorang misionaris Amerika bernama Dr. Homer B. Hulbert dan 2 orang pengajar lain. Sekolah ini mempunyai 2 departemen, departemen 1 mengajarkan tentang pendidikan liberal dan yang ke-2 mengajarkan tentang pendidikan militer.

Pada saat yang sama pula, ratu memprakarsai pendirian akademi pendidikan untuk perempuan yang pertama kali di Korea, yang sekarang dikenal dengan nama Universitas Ewha. Institusi ini disambut baik oleh masyarakat karena seluruh perempuan Korea dari kaum rakyat bawah maupun bangsawan berhak mengikuti pendidikan di akademi ini. Pada tahun 1887, dengan bantuan perawat berkebangsaan Amerika bernama Annie Ellers mendirikan sebuah sekolah perempuan lain yang bernama Akademi Yeondong. Ratu Min tidak hanya memperkenalkan bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan berbahasa para murid sekolah, tetapi juga mengajarkan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Prancis, Jerman dan Spanyol.

Para misionaris Kristen berperan penting dalam penyampaian pendidikan modern pertama di Korea. Tidak seperti Daewongun yang keras terhadap orang Kristen, Ratu Min menjalin hubungan persahabatan dengan para misionaris dan ia sangat menghargai pengetahuan dan keterampilan yang mereka ajarkan. Ratu Min dikenal sebagai tokoh yang mendukung toleransi terhadap umat Kristiani dengan mendirikan sekolah Kristen pertama di Korea yang bernama Akademi Baeje pada bulan Juni 1885. Sekolah Kristen lain didirikan pada tahun yang sama atas bantuan Dr. Horace G. Underwood dari Gereja Presbiterian Utara dari Amerika Serikat bernama Akademi Kyeongshin. Sekolah lain didirikan di luar ibu kota seperti sekolah lanjutan Kwangseon di Pyongyang dan Sungdok di Yongbyon.

Penerbitan surat kabar

sunting

Surat kabar pertama yang terbit di Korea adalah Hanseong Sunbo yang diprakarsai oleh raja dan ratu. Surat kabar ini dicetak dalam karakter hanja dan terbit 3 kali sebulan. Naskahnya dikerjakan oleh para pejabat pemerintahan di kantor Pangmun-guk, sebuah agen Menteri Luar Negeri. Isinya memberitakan tentang berita-berita, esai serta artikel tentang kejadian-kejadian penting di Korea. Pada bulan Januri 1886, surat kabar lain juga diterbitkan dengan dukungan raja dan ratu bernama Hanseong Jubo (Mingguan Hanseong). Hanseong Jubo dicetak dalam tulisan hangeul dengan kombinasi hanja. Penerbitan surat kabar di Korea memainkan peran penting sebagai media komunikasi masyarakat sampai akhirnya ditutup pada tahun 1888 atas tekanan Tiongkok. Pemerintah Tiongkok merasa khawatir akan meningkatnya kritikan yang ditujukan terhadap mereka. Raja dan ratu Joseon menjamin kemerdekaan terhadap pers, ide yang diadposi dari barat, gagasan yang tidak berkembang di Jepang dan Tiongkok. Surat kabar lain terbit dalam cetakan penuh hangeul pada tahun 1894 berjudul Hanseong Sinbo. Koran ini ditulis sebagian dalam bahasa Jepang.

Kehidupan pribadi

sunting

Perpustakaan Dewan Nasional Korea mempunyai sedikit catatan yang menjelaskan tentang kepribadian ratu. Kesan yang sama dapat terbaca dari catatan Lilian Underwood, seorang misionaris berkebangsaan Amerika yang datang ke Korea pada tahun 1888 yang ditunjuk sebagai dokter pribadi ratu. Catatan-catatan tersebut umumnya menuliskan bahwa ratu memiliki wajah yang lembut namun garis wajahnya tegas, suaranya lembut dan hangat dan bila sedang berbicara tentang masalah negara, suaranya akan dipertegas. Penampilannya di hadapan publik selalu formal dan beretika. Underwood menggambarkan ratu sebagai berikut:

Saya harap saya dapat memberikan gambaran jelas mengenai ratu kepada publik pada saat penampilan terbaiknya, namun hal ini pasti tidak mungkin karena bahkan harus meminta izin kepadanya untuk mengambil foto, dan ekspresi kehangatannya saat berbicara, karakter dan kecerdasan yang ia perlihatkan hanyalah sebagian yang dapat terbaca jika wajahnya sedang dalam keaadan tenang. Ia mengikat rambutnya sama seperti semua wanita Korea, sebagian di tengah, diikat kencang dan rapi serta dikonde agak rendah di belakang kepala. Ornamen kecil…yang dipakai di atas kepalanya dikencangkan dengan pengikat berwarna hitam. Yang Mulia tampaknya tidak begitu perduli terhadap ornamen-ornamen, karena ia cuma memakai sedikit saja. Tidak ada wanita Korea yang memakai anting, begitu pula dengan sang ratu, tidak pula saya melihatnya memakai kalung, bros, atau gelang. Ia pasti punya banyak cincin, tapi saya tidak melihatnya mengenakan lebih dari satu atau dua produk Eropa… Berdasarkan tradisi Korea, ia membawa sejumlah orname filigree emas dengan pita panjang berwarna perak yang dikencangkan di sampingnya. Begitu sederhana dan anggun seleranya dalam berbusana, sulit untuk menganggapnya sebagai pemimpin dari negara yang dianggap setengah beradab…tampak sedikit pucat dan kurus, dengan wajah yang tegas dan mata kecil yang bercahaya, pada pandangan pertama bagi saya ia tidak tampak terlihat cantik, namun tidak ada satu pun orang yang tidak bisa membaca ambisi, kecerdasan dan kekuatan karakter dari wajahnya…

Pada awal pernikahannya, Gojong dan Min kurang menemukan kecocokan. Antara satu dan yang lain merasa segan. Ratu Min lebih suka berdiam diri di kamarnya untuk belajar dan membaca buku-buku sejarah, filsafat dan politik, sementara Gojong menghabiskan waktunya siang dan malam dengan minum dan berpesta. Min yang lebih peka terhadap masalah negara suatu kali pernah mengatakan kepada teman dekatnya bahwa suaminya menjijikkan baginya.

Menurut para pejabat pemerintahan, saat Min naik tahta menjadi ratu, ia dikenal sangat cermat dalam memilih orang yang dapat diajak untuk bekerja sama. Pertama-tama ia merasa peraturan di istana begitu ketat namun akhirnya dapat beradaptasi untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai pemimpin. Upayanya untuk memiliki anak yang diharapkan akan menjadi penerus kerajaan tidak dapat terlaksana karena putra pertamanya meninggal karena kondisi kesehatannya yang kurang baik. Namun upaya kedua membuahkan hasil dengan lahirnya putra ke-2 dengan selamat yang dinamakan Sunjong. Sunjong sendiri bukanlah anak yang sehat, karena sering terkena sakit dan berminggu-minggu terbaring di tempat tidur. Pada akhirnya hubungannya dengan sang suami berangsur-angsur membaik dan keduanya dapat bekerja sama memimpin kerajaan.

 
Iring-iringan pemakaman Maharani Myeongseong secara nasional setelah 2 tahun kematiannya pada tahun 1895.

Pada masa-masa akhir, Min dan Gojong mulai merasa dekat dengan satu sama lain. Gojong ditekan oleh para penasehatnya untuk menjalankan pemerintahan dan kebijakan negara. Menurut kebanyakan orang, sebenarnya Gojong tidak akan dipilih jadi raja dikarenakan dirinya tidak memiliki kualitas yang diperlukan sebab ia tidak pernah secara formal mengikuti pendidikan tapi karena kesalahan wangsa Jo yang menganggap mereka bisa mengendalikannya melalui ayahnya. Saat waktunya Gojong untuk menunjukkan tanggung jawabnya terhadap negara, ia selalu membutuhkan bantuan istrinya untuk menangani masalah domestik ataupun luar negeri. Gojong sangat menghargai kepandaian dan kecerdasan sang istri dan semakin mengandalkannya saat masalah semakin rumit mendera negara. Di saat frustasi, hanya Min yang menjadi batu sandarannya.

Insiden Eulmi

sunting
 
Aula Geoncheong di Istana Gyeongbok dimana Ratu Min dibunuh.

Pada dini hari tanggal 8 Oktober 1895, sekelompok penyusup bersenjata menerobos Istana Gyeongbok. Dalam usahanya mereka sempat bertarung dengan penjaga pintu gerbang Gwanghwamun, tetapi seorang pasukan penjaga yang bernama Hong Gye-hun dan menteri bernama Yi Gyeong-jik terbunuh. Para mata-mata suruhan Miura Goro tersebut masuk ke dalam aula kediaman ratu di Paviliun Okhoru di Aula Geoncheong dan membunuh tiga orang wanita, salah satunya adalah Myeongseong. Ratu Min berusia 43 tahun saat kematiannya. Peristiwa berdarah ini dikenal dengan Insiden Eulmi (乙未事變).

Pembunuhan Ratu Min segera memicu sentimen anti Jepang di Korea dan di luar negeri. Seorang mantan jenderal bernama Miura Goro dan beberapa pengikutnya dituduh bertanggung jawab dan didakwa di pengadilan Hiroshima. Pihak Jepang akhirnya melepaskan Miura Goro dan pengikutnya dengan alasan tidak ditemukannya bukti yang mendukung.

Diketahui setelah kematian Min, Gojong sangat bersedih dan mengunci dirinya dalam kamar selama berminggu-minggu dan meninggalkan semua tugasnya. Saat ia kembali, ia seakan-akan kehilangan tenaga dan bahkan menerima dan menandatangani perjanjian demi perjanjian tanpa analisis yang membuat pengaruh Jepang semakin menjadi-jadi. Saat Daewongun kembali ke istana, ia dan pihak Jepang mengajukan proposal untuk menjadikan status sang ratu menjadi seperti rakyat biasa. Gojong menolak menandatangani roposal tersebut dan mengatakan dengan keras "Aku lebih baik memotong kedua lenganku dan membiarkannya terluka daripada merendahkan wanita yang telah menyelamatkan negara ini." Setelah insiden itu, Raja Gojong dan Putra Mahkota Sunjong mengungsi dari Istana Gyeongbok ke kedutaan besar Rusia pada tanggal 11 Februari 1896. Raja meminta dukungan dari Rusia dan dunia internasional untuk mendukung kemerdekaan Korea secara penuh. Raja kemudian kembali ke Istana Deoksu dan memproklamasikan berdirinya Kekaisaran Han Raya. Sejak saat itu Gojong mengganti gelar raja menjadi Kaisar.

Di Jepang, 56 orang dituduh terlibat dalam pembunuhan Ratu Min dan disidangkan di Pengadilan Distrik Hiroshima dan pengadilan militer Jepang, tetapi dilepaskan karena tidak ditemukan bukti yang mendukung. Beberapa diantaranya:

  • Miura Gorō, mantan letnan jenderal Jepang.
  • Okamoto Ryūnosuke (岡本柳之助), petinggi di kedutaan besar dan mantan petinggi militer Jepang
  • Hozumi Torakurō, Kokubun Shōtarō, Hagiwara Shujiro, merupakan pegawai kantor kedutaan besar
  • Sugimura Fukashi (杉村 濬), sekretaris kedutaan besar
  • Adachi Kenzo, editor surat kabar Kanjō Shimpō[23] (漢城新報, Hanseong Shinbo)
  • Kusunose Yukihiko, jenderal Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang
  • Kunitomo Shigeaki (國友重章),[24] anggota Seikyōsha (Lembaga Pendidikan Politik)
  • Shiba Shirō (柴四朗), sekretaris rahasia Menteri Pertanian dan Perdagangan Jepang yang belajar di Wharton dan Universitas Harvard
  • Sase Kumadestu (佐瀨熊鐵), dokter
  • Terasaki Taikichi (寺崎泰吉)
  • Nakamura Tateo (中村楯雄)
  • Horiguchi Kumaichi (堀口 九萬一)
  • Ieiri Kakitsu (家入嘉吉)
  • Kikuchi Kenjō (菊池 謙讓)
  • Hirayama Iwahiko (平山岩彦)
  • Ogihara Hidejiro (荻原秀次郎)
  • Kobayakawa Hideo (小早川秀雄), editor kepala di Kanjō Shimpō[27]
  • Sasaki Masayuki dan sebagainya

Di Korea, Raja Gojong mengumumkan orang-orang yang terlibat sebagai Empat Pengkhianat Eulmi pada tanggal 11 Februari 1896.

  • Jo Hui-yeon (趙羲淵)
  • Yu Kil-chun (兪吉濬)
  • Kim Hong-jip (金弘集)
  • Jeong Byeong-ha (鄭秉夏)
 
Para tertuduh berada di depan bangunan Hanseong Sinbo di Seoul (1895).

Laporan saksi mata

sunting

Sunjong, putra Raja Gojong dan Ratu Min melaporkan tentang keterlibatan jenderal Woo Beom-seon ayah dari Woo Jang-choon, seorang sarjana pertanian, dalam pembunuhan ibunya. Woo Beom-seon terbunuh oleh utusan Sunjong yang dikirimkan ke Hiroshima pada tahun 1903.

Pada tahun 2005 seorang profesor bernama Kim Yeo-chun dari Russian Academy of Sciences menemukan catatan mengenai insiden pembunuhan ratu yang ditulis oleh warga Rusia bernama Aleksey Seredin-Sabatin (Алексей Середин-Cабатин) dalam Arsip Kebijakan Luar Negeri Kekaisaran Rusia (Архив внешней политики Российской империи; AVPRI).[29] Seredin-Sabatin saat itu sedang bekerja untuk kerajaan di bawah jenderal Amerika bernama William McEntyre Dye. Pada tanggal 11 Mei 2005 dokumen Sabatin dipublikasikan di Universitas Myeongji, Seoul.

Salinan terjemahan dokumen tersebut kemudian dirilis oleh Center for Korean Research di Universitas Columbia pada tanggal 6 Oktober 1995 untuk memperingati 100 tahun Insiden Eulmi. Dalam catatan Seredin-Sabatin tertulis:

"The courtyard where the queen's wing was located was filled with Japanese, perhaps as many as 20 or 25 men. They were dressed in peculiar gowns and were armed with sabres, some of which were openly visible. ... While some Japanese troops were rummaging around in every corner of the palace and in the various annexes, others burst into the queen's wing and threw themselves upon the women they found there. ... I ... continued to observe the Japanese turning things inside out in the queen's wing. Two Japanese grabbed one of the court ladies, pulled her out of the house, and ran down the stairs dragging her along behind them. ... Moreover one of the Japanese repeatedly asked me in English, "Where is the queen? Point the queen out to us!" ... While passing by the main Throne Hall, I noticed that it was surrounded shoulder to shoulder by a wall of Japanese soldiers and officers, and Korean mandarins, but what was happening there was unknown to me."

("Halaman dimana tempat kediaman ratu berlokasi, dipenuhi oleh orang Jepang, kemungkinan sebanyak 20 atau 25 orang. Mereka mengenakan pakaian yang aneh dan bersenjatakan pedang, beberapa diantaranya dapat terlihat dengan jelas. …Sementara beberapa tentara Jepang menggeledah setiap sudut istana dan dalam beberapa gerombolan, yang lainnya menerobos kediaman ratu dan berkumpul melihat wanita-wanita yang mereka temukan di sana. …Saya …terus mengamati tentara Jepang membawa sesuatu keluar dari kediaman ratu, dan turun dari tangga menyeret seorang wanita di belakang mereka. …Lalu seorang Jepang menanyakan pada saya beberapa kali dalam bahasa Inggris, "Where is the queen? Point the queen out to us!" ... Sambil melewati Aula Tahta, saya melihat ia dikelilingi tubuh para tentara dan pejabat Jepang, serta pejabat Korea, dan apa yang terjadi selanjutnya di sana tidak dapat saya ketahui." )

Silsilah

sunting
Min Baekbun
Min Gihyeon
Min Chirok, Pangeran Yeoseong
Nyonya Jeong
Permaisuri Min
(Ratu Myeongseong)
Yi Gyunyeon
Nyonya Yi, Permaisuri Putri Hanchang

Foto dan ilustrasi

sunting
 
Wig kayu Joseon di Museum Istana Nasional Korea.

Tidak ada foto-foto dari Ratu Min yang tersisa saat ini. Kemungkinan Jepang sengaja melenyapkan semua fotonya setelah kematiannya. Korea menuduh foto Ratu Min disembunyikan dalam arsip Jepang namun hal itu dibantah pemerintah Jepang.

Pada laporan berita KBS pada tahun 2003 memberitakan ditemukannya foto figur Ratu Min yang sesungguhnya. Dalam foto terlihat seorang wanita yang diikuti oleh 2 orang dayang-dayang. Beberapa pihak menganggap foto ini kemungkinan asli dilihat dari penampilannya yang tampak seperti anggota kerajaan. Namun dikatakan bahwa pakaian yang dikenakan kurang memiliki jahitan bordir seperti layaknya pakaian ratu.

Pada tanggal 13 Januari 2005, profesor Lee Tae-jin dari Universitas Nasional Seoul mempublikasikan ilustrasi Ratu Min yang didapatkannya dari majalah tua di toko buku di Tokyo, Jepang. Majalah Fūzokugahō (風俗畫報) yang diterbitkan tanggal 25 Januari 1895 tersebut menggambarkan ilustrasi Raja Gojong dan Ratu Min sedang menerima utusan dari Jepang bernama Inoue Kaoru. Ilustrasi yang digambar oleh Ishizuka (石塚) dengan kutipan "Raja dan Ratu Korea, terkesan oleh saran kami yang bijak, menyadari pentingnya pembaharuan untuk pertama kalinya." Lee menyebutkan bahwa pakaian dan latar begitu detail dan menduga bahwa digambar secara langsung.

Pada bulan Mei 2005, seorang pria Jepang berusia 84 tahun bernama Tatsumi Kawano (川野 龍巳), cucu dari Kunitomo Shigeaki, salah seorang tertuduh dalam pembunuhan ratu, mengunjungi makamnya di Namyangju, Gyeonggi, Korea Selatan. Ia menyatakan permintaan maaf atas perbuatan yang telah dilakukan oleh almarhum kakeknya.

Kehidupan Maharani Myeongseong diangkat dalam serial drama TV Korea Empress Myeongseong dan pertunjukkan drama musikal "The Last Empress".

Pranala luar

sunting
  1. ^ HyoJaWonSeongJeongHwaHapCheonHongGongSeongDeokJeHwiYeolMokMyeongSeongTaeHwangHu