Perang Salib 1197
Perang Salib 1197 (bahasa Inggris: Crusade of 1197) dikenal juga sebagai Perang Salib Henry VI (bahasa Jerman: Kreuzzug Heinrichs VI) atau Perang Salib Jerman (bahasa Jerman: Deutscher Kreuzzug) yaitu Perang Salib yang diluncurkan oleh kaisar Hohenstaufen Heinrich VI dalam melanjutkan Perang Salib Ketiga yang dilakukan oleh ayahnya, Kaisar Frederick Barbarossa pada tahun 1189-90. Ekspedisi militer perang tersebut disebut juga dengan "Perang Salib Kaisar."[1]
Perang Salib 1197 | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Salib | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Ayyubiyyah | |||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Al-Adil I | |||||||
Kekuatan | |||||||
60,000 | Tidak diketahui | ||||||
Korban | |||||||
Tidak diketahui | Tidak diketahui |
Pendahuluan
suntingPerang Salib Jerman tahun 1197-98 telah diabaikan oleh sejarawan Anglophone, dan hanya dinggap sebagai insiden kecil setelah Perang Salib Ketiga. Mengingat hal tersebut setara dengan ekspedisi sebelumnya yang dilakukan Friedrich Barbarossa dan Richard I si "Hati Singa". Jaffa al-Ādil hilang pada bulan September 1197, beberapa saat sebelum pasukan tentara salib tiba di Tanah Suci; yang kemudian ditemukan kembali melalui diplomasi pada tahun 1204. Selain itu, tentara salib Jerman berada di Timur, dan Ksatria Teutonik secara formal dibentuk sebagai tatanan monastik militer, di Acre pada bulan Maret 1198.[2]
Keterlibatan Richard I yang dicurigai dalam pembunuhan Konrad dari Montferrat membuatnya harus menyamar, tetapi saat raja pindah dengan melewati Austria, Richard I dapat dikenali dan ditangkap oleh Adipati Leopold pada bulan Desember 1192. Dia kemudian diserahkan ke Kaisar Heinrich VI, dan orang-orang di bawah kekuasaan Richard I diharuskan membayar uang tebusan sebesar 150.000 marks untuk membebaskannya. Sebagai bagian dari syarat pembebasannya, Richard I dipaksa untuk meninggalkan kekuasaannya di Siprus; dan wilayah kekuasaan berpindah tangan menjadi milik Kaisar Heinrich VI, yang menyebabkan orang-orang Jerman menduduki Mediterania Timur. Lebih jauh, dia memiliki hubungan dengan wilayah Mediterania melalui pernikahannya dengan Constance, pewaris takhta Sisilia, di bulan Desember 1194. Heinrich VI memulai Perang Salib sebagai pemenuhan janji ayahnya di Perang Salib Ketiga. Dia mulai mengumpulkan pasukannya pada tahun 1196; dan mendapat dukungan dari kepausan yang juga memaksa Bizantium supaya memberikan dukungan finansial bagi ekspedisi tersebut.[3] Perang Salib Heinrich VI adalah perang salib terakhir pada abad ke-12. Walupun pada bulan Agustus 1198, Paus Innosensius III (1198-1216) mengumumkan bahwa gerakan Perang Salib tidak akan berakhir.[4]
Panggilan Perang Salib
suntingInisiatif Perang Salib 1197 berasal dari kaisar Heinrich VI yang membawa Salib ke Bari pada Pekan Suci pada tahun 1195 dan memanggil rakyatnya untuk mengikutinya. Pasukan inti Perang Salib baru ini, terdiri dari 3.000 tentara bayaran yang dibayar oleh Heinrich VI dan dipekerjakan oleh pejabat Kekaisaran Perang Salib untuk menyelesaikan pekerjaan ayahnya Friedrich Barbarossa; yang telah meninggal dalam perang salib sebelum sampai di Tanah Suci. Hal ini juga dilakukan untuk mempromosikan kekuasaan Internasional Kaisar Jerman yang menguasai wilayah bekas Kerajaan Sisilia, yang menjadi miliknya. Pada tahun 1141 dan 1189, sebuah kontingen besar Perang Salib telah berangkat dari tanah Jerman, dengan kualitas tentara baru yang sesuai seperti pada ekspedisi sebelumnya, baik dalam jumlah dan keutamaannya.[5] Pada tanggal 1 Agustus Paus Selestinus III memproklamirkan sebuah Perang Salib baru dan menginstruksikan para pendeta Jerman untuk mengkhotbahkannya. Heinrich VI merencanakan dan menyelesaikan logistik untuk perang salib tersebut pada Dewan Wurzburg di bulan Maret 1196. Hal ini merupakan operasi pengangkutan dengan kapal, di mana tentara salib berangkat dari Bari dan pelabuhan lainnya di Italia selatan pada musim semi berikutnya, dan tiba di Acre pada tanggal 22 September 1197.[5]
Ekspedisi
suntingHeinrich VI melakukan ekspedisi ke Levant, melalui Mediterania Timur. Pasukan Jerman dan Italia Selatan dikirim ke Acre ketika berita kematian ayahnya yang tidak diketahui tiba-tiba pada 28 September 1197. Penaklukan Sidon dan Beirut merupakan pembangunan kembali hubungan darat antara kerajaan Yerusalem dan daerah Tripoli, yang secara militer dan ekonomi sangat penting.[4] Heinrich VI tidak dapat memimpin Perang Salib secara langsung karena kesehatan dan pemberontakan yang buruk di antara orang barunya di Italia Selatan mengharuskan kehadirannya di sana. Keseluruhan perintah dipercayakan kepada seorang Uskup Agung Mainz, yaitu Konrad dari Wittelsbach. Perang Salib mencapai perhubungan Tirus dengan negara Tripoli dengan mengepung kota-kota di pesisir Sidon, Beirut, Jubail dan Botron. Namun. berita tentang kematian Heinrich VI di Messina pada tanggal 28 September 1197 mengakibatkan ditinggalkannya Perang Salib pada musim panas tahun 1198.[5]
Sekelompok tentara salib Jerman berlayar dari Laut Utara dan, seperti pendahulu mereka dalam ekspedisi 1147, bertempur di Portugal dalam perjalanan ke Tanah Suci. Tentara Jerman berkumpul di Bari di Italia selatan pada musim panas 1197 yang terdiri dari 4.000 ksatria dan 12.000 tentara. Kanselir Jerman berhenti di Siprus dan menawarkan sebuah mahkota kerajaan di Kekaisaran kepada Aimery dari Lusignan. Aimery setuju, dengan senang hati mendapatkan pelindung yang begitu kuat, terutama mengingat ketakutannya akan serangan Bizantium di pulau itu. Tentara Salib mencapai Tanah Suci pada akhir musim gugur 1197 dan pada bulan September mereka mengepung kota tersebut, dan menaklukan Beirut, menguasai wilayah pantai dan membangun kembali kendali suku Franka di wilayah laut. Jerman mengepung kota Toron, tetapi kabar kematian Kaisar Heinrich VI menyebar di awal musim dingin. Ratu Isabella sekarang mengantisipasi suami nomor empat (Humphrey IV dari Toron, Konrad dari Montferrat, Heinrich VI), dan dia menikahi Aimery, dan mewarisi kedua harta Frankis.[3]
Prihatin dengan dampak politik atas kematian Heinrich VI bagi tanah air mereka, pasukan tentara segera memutuskan untuk kembali ke Barat dan Perang Salib pun berakhir. Bagaimanapun, dunia Muslim masih terbagi antara Saifuddin (saudara laki-laki Salahuddin Ayyubi) dan putra-putra emir. Gencatan senjata 5 tahun 8 bulan telah diakhiri. Sementara orang Prancis telah mewakili pengaruh eksternal utama di Timur Latin selama abad ke-12, terutama karena asal mula tentara salib pertama dan pemukim berikutnya, kerajaan kekaisaran Siprus dan dasar tatanan militer baru (Ksatria Teutonik) meletakkan benih keterlibatan kekaisaran yang jauh lebih besar di wilayah Levant, yang akan berkembang secara signifikan selama abad ke-13.[3]
Lihat pula
suntingCatatan kaki
sunting- ^ Richard, Jean. (1999). The Crusades, c. 1071-c. 1291. Cambridge, U.K.: Cambridge University Press. hlm. 237. ISBN 9780521625661. OCLC 40305576.
- ^ "The German Crusade of 1197-1198 - Medievalists.net". Medievalists.net (dalam bahasa Inggris). 2015-03-19. Diakses tanggal 2017-11-13.
- ^ a b c Phillips, Jonathan. (2002). The Crusades, 1095-1197. Harlow: Longman. hlm. 152–153. ISBN 9780582328228. OCLC 49641168.
- ^ a b Nikolas., Jaspert, (2006). The crusades. New York: Routledge. hlm. 51. ISBN 0415359678. OCLC 74459205.
- ^ a b c Lock, Peter. (2006). The Routledge companion to the crusades. London: Routledge. hlm. 155. ISBN 0415247322. OCLC 61130823.
Pranala luar
suntingSumber pustaka mengenai Perang Salib 1197 |
- (Inggris) Crusade and Christendom: Annotated Documents in Translation from Innocent III to the Fall of Acre, 1187–1291 oleh Jessalynn Bird, dkk. dalam Journal of Medieval and Renaissance Studies.
- (Inggris) Letters Of The Crusaders oleh Dana Munro.