Penyerbuan Pagoda Xá Lợi

(Dialihkan dari Penyerbuan Pagoda Xa Loi)

Penyerbuan Pagoda Xá Lợi merupakan serangkaian penyerangan secara serempak pada berbagai pagoda Buddhis di Vietnam Selatan di tengah malam pada tanggal 21 Agustus 1963. Penyerbuan ini dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Khusus Republik Vietnam dipimpin Kolonel Lê Quang Tung, dan polisi penyerang, yang diperintahkan oleh Ngô Đình Nhu, adik termuda Presiden Katolik Roma Ngô Đình Diệm. Xá Lợi, pagoda terbesar di Saigon, Vietnam Selatan menjadi target utama penyerangan. Lebih dari 1,400 Buddhis menjadi korban, tewas dan hilang mencapai ratusan. Dalam merespon penembakan Waisak Huế dan pelarangan bendera Buddhis di awal Mei, mayoritas Buddhis Vietnam Selatan memprotes penganiayaan agama dan diskriminasi pemerintahan Katolik Diệm.

Penyerbuan Pagoda Xá Lợi
Pagoda Xá Lợi, titik utama penyerangan
LokasiKuil Buddhis di Vietnam Selatan, terutama pagoda Xá Lợi di Saigon.
Tanggal21 Agustus 1963
SasaranPendemo Buddhis
Jenis serangan
Penembakan, pembantaian, penghancuran kuil
Korban tewas
Ratusan
Korban luka
Ratusan
PelakuPasukan Pertahanan Khusus Republik Vietnam dibawah komando Ngô Đình Nhu

Latar belakang

sunting

Di sebuah negara yang menurut survei agama pada waktu itu antara 70 hingga 90 persen penduduknya memeluk Buddhisme,[1][2][3][4][5] Presiden Ngô Đình Diệm merupakan seorang minoritas Katolik dan kerap melakukan tindak diskriminatif, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap umat Buddha untuk meng-Katolik-kan Vietnam. Secara khusus, para sejarawan menganggap pemerintahan tersebut telah menganak emaskan Katolik dalam pelayanan publik dan promosi militer, serta alokasi lahan, bantuan bisnis, dan konsesi pajak.[6]

Keluarga Diệm juga menyita usaha milik Buddhis untuk memperkaya diri sendiri. Beberapa perwira di Angkatan Bersenjata Republik Vietnam berpindah agama menjadi Katolik Roma karena prospek militer mereka bergantung kepada hal tersebut.[7] Diệm pernah memberitahu seorang perwira tinggi (dan lupa bahwa perwira tersebut merupakan seorang Buddhis) agar "menempatkan perwira Katolikmu di tempat sensitif. Mereka dapat dipercaya."[7] Distribusi senjata api hanya dibagikan ke milisi pertahanan desa yang beragama Katolik, sementara beberapa orang Buddha di angkatan bersenjata tidak akan dinaikan pangkat bila tidak menjadi Katolik.[8] Beberapa pendeta Katolik Roma pun juga memiliki pasukan pribadi,[9] dan mereka melakukan pengubahan agama paksa serta menjarah, menembaki, dan menghancurkan pagoda di beberapa area.[10] Beberapa desa Buddha menjadi Katolik secara massal untuk mendapatkan bantuan atau menghindari pemindahan paksa oleh rezim Diệm.[11]

Gereja Katolik Roma merupakan pemilik lahan terbesar di Vietnam Selatan, dan status "privat" yang ditetapkan oleh Prancis untuk Buddhisme, yang mewajibkan mereka yang hendak mengadakan kegiatan Buddhisme di depan umum untuk memiliki izin resmi, tidak dicabut oleh Diệm.[12] Sementara itu, lahan milik Gereja Katolik Roma dibebaskan dari reformasi lahan.[13] Orang Katolik juga secara de facto dibebaskan dari kerja paksa yang wajib dilakukan oleh semua warga negara, sementara bantuan dari Amerika Serikat tidak dibagikan secara proporsional dan diberikan lebih banyak ke desa yang mayoritas beragama Katolik. Dibawah kepemimpinan Diệm, Gereja Katolik Roma memperoleh pengecualian khusus dalam akuisisi properti, dan pada tahun 1959, Diệm mendedikasikan negaranya kepada Bunda Maria.[14] Bendera Vatikan selalu dikibarkan di semua acara besar umum di Vietnam Selatan.[15]

 
Bendera Buddhis

Sebuah hukum yang jarang dipraktikkan dari tahun 1958 — yang dikenal sebagai Keputusan Nomor 10 — dikeluarkan pada bulan Mei 1963 yang berisi tentang pelarangan mengibarkan bendera Buddhis pada hari Waisak, hari kelahiran Buddha Gautama. Penerapan hukum ini menyebabkan kemarahan di kalangan umat Buddha menjelang perayaan keagamaan terpenting tahun tersebut, padahal seminggu sebelumnya umat Katolik diajak mengibarkan bendera Vatikan pada acara perayaan untuk kakak Diem, Uskup Agung Pierre Martin Ngô Đình Thục.[16][17] Pada tanggal 8 Mei, di Huế, massa Buddhis memprotes pelarangan bendera Buddhis tersebut. Polisi dan tentara melumpuhkan protes tersebut dengan menembakan senjata api dan lemparan granat untuk menyerang demonstrator, sehingga menewaskan sembilan orang.[18][19]

Catatan

sunting
  1. ^ Moyar, pp. 215–216.
  2. ^ "The Religious Crisis". Time. 14 June 1963. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-20. Diakses tanggal 21 August 2007. 
  3. ^ Tucker, pp. 49, 291, 293.
  4. ^ Maclear, p. 63.
  5. ^ "The Situation In South Vietnam – SNIE 53-2-63". The Pentagon Papers, Gravel Edition, Volume 2. 10 July 1963. hlm. 729–733. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-09. Diakses tanggal 21 August 2007. 
  6. ^ Tucker, p. 291.
  7. ^ a b Gettleman, pp. 280–282.
  8. ^ "South Vietnam: Whose funeral pyre?". The New Republic. 29 June 1963. hlm. 9. 
  9. ^ Warner, p. 210.
  10. ^ Fall, p. 199.
  11. ^ Buttinger, p. 993.
  12. ^ Karnow, p. 294.
  13. ^ Buttinger p. 933.
  14. ^ Jacobs, p. 91.
  15. ^ "Diệm's other crusade". The New Republic. 22 June 1963. hlm. 5–6. 
  16. ^ Hammer, pp. 103–105.
  17. ^ Jacobs, p. 142.
  18. ^ Jacobs, p. 143.
  19. ^ Hammer, pp. 113–114.

Referensi

sunting

Templat:Krisis Buddha