Palagan Ambarawa

Pertempuran antara pasukan Indonesia dengan pasukan NICA dan Inggris di Ambarawa
(Dialihkan dari Palagan ambarawa)

Serangan Semarang merupakan gabungan dari Pertempuran Ambarawa (20 Oktober--15 Desember 1945; 55 hari), Pertempuran Magelang (26 Oktober--15 Desember 1945; 49 hari)[2], Pertempuran Ungaran atau Serangan Ungaran, dan Serangan Semarang (15 Desember 1945--2 Maret 1946; 87 hari). Pertempuran besar ini terjadi antara Tentara Nasional Indonesia yang baru saja dibentuk dan Angkatan Darat Britania Raya dengan pasukan Belanda yang terjadi antara 20 Oktober 1945 dan 2 Maret 1946 di Kota Semarang, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Magelang di Jawa Tengah, Indonesia. Mungkin serangan Indonesia yang paling sukses dalam Revolusi Nasional Indonesia, serangan ini memperketat kontrol Britania Raya dan Belanda dari wilayah Magelang dan Semarang Raya menjadi hanya Kota Semarang. Di zaman modern, 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri Nasional Indonesia.

Palagan Ambarawa / Serangan Semarang
Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia

Pasukan Britania Raya di Ambarawa membakar sebuah desa sebagai pembalasan atas penahanan kaum nasionalis Indonesia, 1945.
Tanggal20 Oktober - 16 Desember 1945
(1 bulan dan 5 hari)
LokasiJawa Tengah, Indonesia
Hasil

Kemenangan Indonesia

Perubahan
wilayah
Kabupaten Semarang dan Magelang sepenuhnya direbut kembali oleh pasukan Indonesia.
Pihak terlibat
Indonesia Indonesia Didukung oleh:
NICA
Tokoh dan pemimpin
Indonesia Kol. Soedirman (Pemimpin Tentara Keamanan Rakyat, Divisi V/Banyumas)
Indonesia Letkol. Isdiman 
Indonesia Letkol. Gatot Soebroto (Divisi V/Purwokerto)
Indonesia Letkol. M. Sarbini (Resimen Kedu Tengah)
Indonesia Mayor Sardjono (Batalyon VIII Divisi III/Surabaya)
Indonesia Mayor Soeharto (Batalyon X Divisi IX/Yogyakarta)
Britania Raya Brigadir R. G. Bethell
Pasukan
Kekuatan
10,000+ (Ambarawa) Tidak diketahui
Korban
2,000 tewas[1] (Ambarawa, termasuk warga sipil) 100 tewas (Ambarawa)

Latar belakang

sunting

Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diwakili dari pihak Tentara Inggris. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Namun, ketika pasukan Tentara Inggris telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di Magelang, hingga terjadi pertempuran.

Pertempuran

sunting

Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan membuat kekacauan. TKR Resimen I Kedu pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh, dan Surakarta.

Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, tetapi ia gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.

Akibat

sunting

Hanya tiga hari setelah kemenangan, Soedirman dipromosikan menjadi mayor jenderal dan pemilihannya sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang berlaku surut sejak tanggal 12 November, dikukuhkan, menggantikan Oerip Soemohardjo, pemimpin sementara angkatan perang, yang ditunjuk sebagai kepala staf.

Monumen Palagan Ambarawa di Ambarawa didirikan untuk mengenang pertempuran tersebut. Peringatan pertempuran ini juga dirayakan secara nasional sebagai Hari Juang Kartika TNI Angkatan Darat, sebuah hari untuk merayakan kemenangan pertama tentara muda dalam Revolusi Nasional Indonesia.

Referensi

sunting
  1. ^ Matanasi, Petrik (15 December 2017). "Pertempuran Ambarawa, Kemenangan yang Memakan Banyak Korban". Tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-18. Diakses tanggal 10 November 2021. 
  2. ^ "Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang, Tokoh, Akibat, dan Akhir", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/22/161749679/pertempuran-ambarawa-latar-belakang-tokoh-akibat-dan-akhir. KOMPAS.com

Pranala luar

sunting