Orang Tionghoa di Belanda

kelompok suku

Orang Tionghoa di Belanda membentuk salah satu populasi Tionghoa peranakan terbesar di benua Eropa.[1] Pada tahun 2012, statistik resmi menunjukkan bahwa terdapat 80.198 orang yang berasal dari Republik Rakyat Tiongkok atau Republik Tiongkok di Taiwan beserta keturunan mereka.[4] Namun, statistik ini tidak menggambarkan komunitas Tionghoa secara keseluruhan karena sejak awal komunitas Tionghoa tidak hanya berasal dari Tiongkok daratan, tetapi juga dari komunitas Tionghoa peranakan lainnya.[5]

Orang Tionghoa di Belanda
Overzeese Chinezen in Nederland
荷蘭華人
Daerah dengan populasi signifikan
Rotterdam (6.500), Amsterdam (5.000), Eindhoven (3.200)[1]
Bahasa
Bahasa-bahasa di Indonesia, Bahasa Belanda, Tionghoa (sebagian besar Kanton dan Bahasa Hakka di antara pendatang lama dan keturunannya; ekspat yang baru datang biasanya berbahasa Mandarin,Bahasa Wu,Bahasa Min Timur dan Minnan)[2]
Agama
Buddhisme (~18,7%[3]), agama tradisional Tionghoa, Taoisme, Kekristenan
Kelompok etnik terkait
Tionghoa perantauan

Sejarah

sunting

Para pekerja Tionghoa yang pertama kali datang ke Belanda berasal dari dua tempat: dari Qingtian, Zhejiang, setelah Perang Dunia I, dan para pelaut dari Guangdong yang berasal dari komunitas Tionghoa Britania; para pelaut ini dibawa pada tahun 1911 sebagai pekerja yang tetap bekerja walaupun terjadi mogok kerja massal. Selama Depresi Besar, banyak pelaut yang dibebastugaskan dan menjadi penjaja kaki lima (yang biasanya menjual pindakoekjes atau kue kacang); orang-orang Belanda menyebut mereka "pindaman" ("manusia kacang"). Jumlah mereka berkurang akibat migrasi keluar dan deportasi; saat Perang Dunia II, hanya 1.000 orang yang tersisa.[1]

Kelompok Tionghoa pertama lain di Belanda adalah kelompok mahasiswa; mereka pada umumnya tidak berasal dari Tiongkok, tetapi dari komunitas Tionghoa di Hindia Belanda. Jumlah mereka pada awalnya hanya 20 orang pada tahun 1911, tetapi kemudian terus bertambah; walaupun sempat terganggu oleh Perang Dunia II, pada tahun 1957 dari 1.400 orang Tionghoa Indonesia di Belanda 1.000 di antaranya adalah mahasiswa.[5] Mereka pada umumnya memiliki latar belakang Peranakan, menuturkan bahasa-bahasa di Indonesia sebagai bahasa ibu, dan pernah mengenyam pendidikan di sekolah berbahasa Belanda.[1] Namun, dengan meningkatnya ketegangan dalam hubungan Belanda dengan Indonesia pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, jumlah mahasiswa menurun drastis.[5]

Meskipun jumlah mahasiswa Tionghoa dari Indonesia berkurang, puluhan ribu orang Tionghoa terpaksa melarikan diri saat terjadinya pembantaian di Indonesia 1965–1966. Sebagian besar melarikan diri ke Tiongkok, Amerika Serikat, atau Australia, tetapi beberapa yang terdidik dalam bahasa Belanda memilih Belanda sebagai tujuan mereka; walapun tidak ada statistik yang pasti, diperkirakan terdapat 5.000 orang yang datang pada masa ini. Seperti para mahasiswa Tionghoa Indonesia sebelumnya, mereka biasanya tidak dapat berbahasa Tionghoa dan menuturkan bahasa-bahasa di Indonesia sebagai bahasa ibu serta bahasa Belanda sebagai bahasa akademik.[6] Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, banyak pendatang dari Hong Kong yang tiba di Belanda; tercatat kurang lebih 600-800 datang per tahun, yang kemudian turun menjadi 300-400 per tahun pada akhir tahun 1980-an.[7]

Selain itu, pada tahun 1980-an, Belanda mulai menjadi tujuan populer bagi para mahasiswa dari Tiongkok daratan. Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah biaya kuliah yang relatif lebih rendah dari Britania Raya dan kemudahan mendapat visa pelajar dibandingkan dengan Amerika Serikat. Pada awalnya, mahasiswa-mahasiswa yang didanai oleh pemerintah RRT ini terdiri dari mahasiswa-mahasiswa terbaik yang dipilih melalui ujian dan mereka mengenyam pendidikan di universitas-universitas ternama di Belanda seperti Universitas Leiden.[8] Namun, pada tahun 1990-an, semakin banyak mahasiswa yang mendanai pendidikannya sendiri, mahasiswa yang memperoleh beasiswa Belanda, dan mahasiswa pertukaran pelajar.[9] Pada tahun 2002, statistik di kedutaan besar menunjukkan bahwa kurang lebih terdapat 4.000 mahasiswa RRT di Belanda.[10]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b c d Pieke 1999, hlm. 322
  2. ^ Li 2002, hlm. 182
  3. ^ 15.000 Tionghoa Buddha di Belanda: BUN schat aantal boeddhisten in Nederland op 57.500. Diakses 31-12-14
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama CBS2012
  5. ^ a b c Li 2002, hlm. 174
  6. ^ Li 1998, hlm. 170
  7. ^ Pieke 1999, hlm. 324
  8. ^ Li 2002, hlm. 175
  9. ^ Li 2002, hlm. 177
  10. ^ Li 2002, hlm. 173

Daftar pustaka

sunting
  • Li, Minghuan (1998), "Living Among Three Walls? The Peranakan Chinese in the Netherlands", dalam Sinn, Elizabeth, The Last Half Century of Chinese Overseas, Hong Kong University Press, hlm. 167–184, ISBN 978-962-209-446-8 
  • Pieke, F. N. (1999), "The Netherlands", dalam Pan, Lynn, The encyclopedia of the Chinese overseas, Harvard University Press, hlm. 322–327, ISBN 978-0-674-25210-3 
  • Li, Minghuan (2002), "A Group in Transition: Chinese Students and Scholars in the Netherlands", dalam Nyíri, Pál; Savelʹev, Igorʹ Rostislavovich, Globalizing Chinese Migration: trends in Europe and Asia, Ashgate Publishing, hlm. 173–188, ISBN 978-0-7546-1793-8 
  • Staring, Richard (2008), "Controlling Human Smuggling in the Netherlands: How the Smuggling of Human Beings Was Transformed into a Serious Criminal Offence", dalam Siegel, Dina; Nelen, Hans, Organized Crime: Culture, Markets, and Policies, Studies of Organized Crime, New York: Springer, hlm. 165–181, ISBN 978-0-387-74733-0 
  • Population by origin and generation, 1 January, The Hague: Centraal Bureau voor de Statistiek, 2014, diakses tanggal 2014-10-04 

Bacaan lanjut

sunting
  • Pieke, F. N.; Guillon, Michelle; Ma Mung, Emmanuel (1992), "Immigration et entreprenariat: les Chinois aux Pays-Bas", Revue européenne des migrations internationales, 8 (2): 33–50, doi:10.3406/remi.1992.1336, ISSN 0765-0752 
  • Benton, G.; Pieke, F. N., ed. (1998), "The Chinese in the Netherlands", The Chinese in Europe, Macmillan Press, hlm. 125–167, ISBN 978-0-312-17526-9 
  • Geense, Paul (2003), "Chinese migranten in Nederland", dalam de Neef, Milleke; Tenwolde, Hans, Handboek Interculturele Zorg, 25, Maarssen: Elsevier, hlm. 83–110, OCLC 67462830 
  • Liu, Cha-Hsuan; Ingleby, David; Meeuwesen, Ludwien (2011), "Barriers to Health Care for Chinese in the Netherlands", International Journal of Family Medicine, doi:10.1155/2011/635853 

Pranala luar

sunting