Orang Depok

suku bangsa di Indonesia

Orang Depok atau Kaum Depok, lebih dikenal dengan Belanda Depok adalah istilah yang merujuk pada keturunan dari pekerja-pekerja milik Cornelis Chastelein, seorang pensiunan Perusahaan Hindia Timur Belanda dan pemilik tanah partikelir di Gemeente Depok. Orang Depok sebenarnya pribumi Indonesia yang memiliki gaya hidup seperti bangsa Eropa, terutamanya Belanda.

Belanda Depok
Depoksche Nederlanders
Jumlah populasi
±3.000
Daerah dengan populasi signifikan
Depok, Indonesia
Bahasa
Agama
Protestanisme (mayoritas)
Kelompok etnik terkait
Orang Indo

Sejarah

sunting
 
Monumen Cornelis Chastelein di Pitara, ca 1930

Pada awalnya, Cornelis Chastelein bekerja sebagai petugas di pergudangan logisltik milik Perusahaan Hindia Timur Belanda—diakronimkan menjadi VOC—yang pada akhirnya memutuskan untuk pensiun dini pada 1691 dengan alasan kesehatan.[1] Namun, kemundurannya dari VOC disebabkan adanya perbedaan pandangan dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Willem van Outhoorn. Empat tahun setelahnya, Chastelein membeli tanah partikelir di beberapa kawasan di Batavia, termasuk Seringsing dan Depok.[2] Ia membangun rumah di atas kawasan Seringsing sebagai tempat peristirahatan di masa pensiunnya, sedangkan kawasan Depok menjadi lahan pertanian.

Depok yang menjadi kawasan pertanian dan perkebunan tentu membutuhkan pekerja-pekerja demi mengelola hasil pertanian. Oleh karena itu, Chastelein mendatangkan budak dari Nusa Tenggara, Makassar, Maluku, hingga Melaka, Filipina, India, Bangladesh, dan Sri Lanka.[2] Saat itu, Depok merupakan penghasil nila, biji kakao, sirsak, nangka, dan belimbing.

Pada 28 Juni 1714, Chastelein wafat dan mewariskan tanah partikelirnya kepada 150 pekerjanya.[2] Ia mewasiatkan untuk memerdekakan para budaknya dan menyematkan marga khusus kepada mereka. Seluruh marganya diberikan oleh pemuka agama bernama Baprima Lucas, kecuali marga Soedira yang diberikan langsung oleh Chastelein. Marga tersebut di antaranya Bacas, Iskah, Jacob, Jonathans, Josef, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh. Dari kedua belas marga ini hanya Zadokh yang telah hilang akibat tidak adanya keturunan laki-laki dari marga Zadokh. Sebelum disematkan marga, para budak yang telah dimerdekakan itu memeluk agama Protestanisme dan memilih salah satu dari dua belas marga yang ada. Kedua belas marga ini mengacu pada dua belas murid Yesus.

Mereka yang telah diberi marga umumnya menggunakan bahasa Belanda (dialek Indonesia) sebagai bahasa sehari-hari.[3] Kekinian, hanya minoritas saja "Kaoem Depok" yang menuturkan Bahasa Belanda, di mana para keturunannya lebih fasih berbahasa Indonesia.

Referensi

sunting
  1. ^ Lestari, Sri (23 Juli 2017). "Cornelis Chastelein, 'Belanda Depok' dan daerah otonom zaman kolonial". BBC Indonesia.com. Diakses tanggal 12 Maret 2023. 
  2. ^ a b c Sitompul, Martin (6 Desember 2018). "Depok, Tanah Warisan Saudagar VOC". Historia.id. Diakses tanggal 12 Maret 2023. 
  3. ^ Priyambodo, Utomo (22 Oktober 2022). "Begini Asal-usul Julukan Orang Belanda Depok, Jangan Salah Kaprah!". National Geographic. Diakses tanggal 12 Maret 2023.