Dalam teori sistem dunia, negara pinggiran (terkadang hanya disebut sebagai pinggiran) adalah negara yang kurang berkembang ketimbang negara semi-pinggiran dan negara inti. Negara tersebut biasanya mengalami pembagian kecil dari kekayaan global. Negara tersebut memiliki institusi negara yang kecil dan bergantung pada beberapa pihak, dieksploitasi oleh negara yang lebih berkembang. Negara tersebut biasanya terbelakang karena tantangan-tantangan seperti kurangnya teknologi, pemerintahan yang tidak stabil, dan pendidikan dan sistem kesehatan yang rendah.[1] Adanya perang, infrastruktur yang kurang memadai, serta keadaan non-central location dapat menjadi penyebab suatu negara menjadi negara pinggiran dalam perdagangan global. Negara-negara pinggiran cenderung memiliki populasi dengan taraf kemiskinan yang tinggi, sehingga hal ini dapat dimanfaatkan oleh negara-negara inti untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah dan bahkan mencampuri politik di negara-negara pinggiran agar tetap dapat mengeksploitasi negara-negara pinggiran. Umumnya negara-negara pinggiran memfokuskan diri pada satu industri tertentu sehingga mereka rentan akan ketidakstabilan ekonomi dan adanya keterbatasan investasi internasional. Terkadang negara-negara pinggiran memilih untuk mengisolasi diri, seperti negara Tiongkok pada abad ke-14.[2]

Peta negara-negara dunia menurut status perdagangan akhir abad ke-20, memakai pembedaan sistem dunia dalam negara inti (biru), negara semi-pinggiran (ungu), dan negara pinggiran (merah).

Referensi

sunting
  1. ^ Escudé, Carlos; Schenoni, Luis L. "Peripheral Realism Revisited". Revista Brasileira de Política Internacional. 59 (1): 1–18. 
  2. ^ L, Janet (1989). Before European Hegemony. Oxford University Press.