Teori sistem dunia

negara inti, negara semi periferi, negara periferi

Teori sistem dunia merupakan sebuah pembagian kerja secara teritorial dalam produksi, pertukaran barang dan bahan mentah.[1] Pembagian kerja mengacu pada kekuatan dan hubungan produksi dalam ekonomi dunia secara keseluruhan.[1] Pembagian kerja ini menyebabkan adanya dua daerah yang saling bergantung, yaitu negara inti dan negara pinggiran.[1] Secara geografi dan budaya kedua negara tersebut sama sekali berbeda, satu fokus pada padat modal dan satu lagi pada padat karya.[1] Sementara itu, negara semi periferi bertindak sebagai zona penyangga antara inti dan pinggiran serta memiliki campuran jenis kegiatan yang ada di negara inti dan periferi.[1]

negara inti (biru), negara semi periferi (ungu), negara periferi (merah)

Latar belakang

sunting

Negara modern merupakan bagian dari sistem dunia kapitalisme.[2] Sistem inilah yang ingin dipahami oleh Immanuel Wallerstein.[2] Ia percaya bahwa hanya ada tiga jenis sistem sosial, yaitu mini sistem, kerajaan dunia (world empires) dan ekonomi dunia.[2] Pertama, Wallerstein menyebut mini sistem sebagai masyarakat homogen yang dipelajari oleh antropolog.[2] Kegiatan dari masyarakat ini adalah berburu, meramu dan gembala.[2] Masyarakat ini bisa dikatakan sebagai masyarakat hortikultura yang mempunyai unit ekonomi sendiri dan memproduksi semua barang dan jasa dalam sistem sosial budaya mereka sendiri.[2] Kedua, sistem kerajaan dunia memiliki ekonomi yang didasarkan pada ekstraksi barang dan jasa dari daerah pinggiran.[2] Sebagian dari surplus ini digunakan untuk membayar para administrator yang mengekstrak barang dan jasa tersebut dan membayar militer untuk memastikan bahwa kekuasaan akan tetap berlanjut serta sisanya digunakan oleh para penguasa politik di kerajaan.[2] Ketiga, sistem ekonomi dunia tidak memiliki sistem politik dan kekuasaannya tidak hanya pada militer.[2] Meskipun begitu, sistem ini masih memiliki kesamaan dengan sistem kerajaan dunia dalam hal ekstraksi barang dan jasa dari daerah pinggiran.[2]

Sejarah

sunting

Teori sistem dunia lahir karena dua teori sebelumnya, yaitu teori modernisasi dan teori dependensi menuai banyak kritik.[3] Teori modernisasi dikritik sebagai rasionalisasi imperialisme.[3] Oleh karena itu, lahirlah teori dependensi yang pertama kali di Amerika Latin.[3] Teori ini lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga.[3] Akan tetapi, penganut teori modernisasi beranggapan bahwa teori dependensi hanya merupakan alat propaganda politik dari ideologi revolusioner Marxisme, bukan merupakan karya ilmiah, melainkan lebih merupakan pamflet politik dan dianggap tidak mampu bahkan putus asa dalam usahanya untuk berlomba dan bertarung dalam kajian ilmiah[3] Pada pertengahan pertama tahun 1970-an lahir ajaran baru yang dikembangkan oleh Wallerstein dan pengikutnya.[3] Mereka menyebutnya sebagai perspektif sistem dunia atau sistem ekonomi kapitalis dunia.[3] Menurut Kaye, perspektif yang dirumuskan Wallerstein ini lahir dengan cara mengambil intisari dan menyerap pola pikir dari dua tradisi pemikiran yang dahulu ada, yakni pola pikir pembangunan negara Dunia Ketiga neomarxis dan ajaran Annales Prancis.[3] Bagi Wallerstein, perspektif sistem dunia bukan merupakan teori, tetapi sebuah protes melawan kecenderungan terbentuknya struktur pemahaman dan pengkajian ilmu sosial dari lahirnya pada pertengahan abad ke-19.[3]

Model tri kutub

sunting

Terdapat satu konsep dalam perspektif sistem dunia, yaitu konsep negara semi pinggiran (semi periferi).[3] Dalam konsep ini terkandung ajaran sistem dunia yang menjelaskan berbagai kemungkinan perubahan status relatif satu negara di dalam sistem ekonomi kapitalis dunia.[3] Menurut Wallerstein, dunia terlalu kompleks untuk dijelaskan dengan model dwi kutub, yakni sentral (inti) dan pinggiran (periferi).[3] Banyak negara yang terletak di antara dua posisi tersebut yang tidak dapat dan tidak tepat untuk dikategorikan sebagai negara sentral maupun negara pinggiran.[3] Ada dua alasan utama mengapa sistem ekonomi kapitalis dunia yang ada sekarang ini memerlukan kategori semi pinggiran.[3] Pertama, polarisasi sistem dunia yang menjadi dua kutub, dengan hanya sedikit yang memiliki status tinggi dan harus berhadapan dengan amat banyak yang memiliki status rendah, akan mudah menyebabkan disintegrasinya sistem dunia.[3] Oleh karena itu, perlu diciptakan kategori menengah untuk menghindari krisis tersebut.[3] Kedua, untuk membantu pembentukan iklim dan daerah ekonomis baru yang diperlukan oleh para pemilik modal untuk memindahkan modalnya dari tempat yang sudah tidak efisien lagi ke tempat baru yang sedang tumbuh.[3] Tempat baru ini yang disebut Wallerstein sebagai negara semi pinggiran.[3] Bagi Wallerstein, negara semi pinggiran memiliki dua karakteristik pokok.[3] Pertama, negara tersebut memiliki posisi tawar-menawar perdagangan yang berbeda dengan negara pinggiran.[3] Pertukaran barang yang terjadi antara negara sentral dengan negara semi pinggiran menggambarkan pertukaran antara barang yang diproduksi dengan upah tinggi dengan barang yang diproduksi dengan upah rendah sehingga menghasilkan pertukaran yang tidak seimbang.[3] Kedua, negara semi pinggiran memiliki kepentingan langsung untuk mengatur dan mengawasi pertumbuhan pasar dalam negeri.[3]

Negara inti merupakan negara kapitalis dominan yang mengeksploitasi negara periferi dalam hal tenaga kerja dan bahan-bahan mentah.[4] Negara ini paling diuntungkan dalam sistem ekonomi kapitalis.[5] Sebagian besar negara di Eropa Barat (Inggris, Belanda, Prancis) merupakan kawasan inti pertama.[5] Secara politik, negara-negara tersebut mengembangkan pemerintahan pusat yang kuat, birokrasi yang ekstensif dan tentara yang besar.[5] Hal ini memungkinkan kaum borjuis lokal mendapatkan kontrol atas perdagangan internasional dan surplus modal dari perdagangan tersebut untuk keuntungan mereka sendiri.[5]

Periferi

sunting

Negara periferi bergantung pada negara inti dalam hal modal.[4] Karakteristik negara ini ditunjukkan dengan industrinya yang masih terbelakang.[4] Negara periferi tidak memiliki pemerintah pusat yang kuat atau dikendalikan oleh negara-negara lain, bahan baku diekspor ke negara inti dan bergantung pada praktik kerja yang koersif.[5] Negara inti mengambil sebagian besar surplus modal yang dihasilkan oleh pinggiran melalui hubungan perdagangan yang tidak adil.[5] Negara di Eropa Timur (terutama Polandia) dan Amerika Latin menunjukkan karakteristik dari negara periferi.[5] Di Polandia, raja kehilangan kekuatan untuk menjadi eksportir utama gandum ke seluruh Eropa.[5] Untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah dan mudah dikontrol, tuan tanah memaksa pekerja di desa menjadi budak di perkebunan komersial mereka.[5] Di Amerika Latin, penaklukan Spanyol dan Portugis menghancurkan struktur otoritas adat dan menggantinya dengan birokrasi yang lemah di bawah kendali negara-negara Eropa.[5] Tuan tanah lokal yang kuat asal Hispanik menjadi petani kapitalis aristokrat.[5] Perbudakan penduduk asli, impor budak Afrika, dan praktik kerja koersif memungkinkan ekspor bahan baku murah ke Eropa.[5] Sistem tenaga kerja di kedua daerah periferi ini didirikan tidak hanya untuk konsumsi internal, tetapi juga untuk menghasilkan barang bagi ekonomi dunia kapitalis.[5]

Semi periferi

sunting

Negara semi periferi bisa dikatakan sebagai negara inti yang mengalami penurunan atau negara periferi yang berusaha meningkatkan posisi dalam sistem ekonomi dunia.[5] Contoh negara yang menurun dari negara inti menjadi semi periferi adalah Portugal dan Spanyol.[5] Negara semi periferi lainnya saat ini adalah Italia, Jerman selatan dan Prancis selatan.[5] Negara ini gagal mendominasi perdagangan internasional dan dengan demikian tidak mendapat keuntungan pada tingkat yang sama seperti negara inti.[5]

Eksternal

sunting

Negara ini mempertahankan sistem ekonomi mereka sendiri sehinga berada di luar sistem ekonomi dunia modern.[5] Rusia merupakan negara yang berada pada sistem ekonomi ini.[5] Rusia memasok gandum untuk pasar dalam negeri.[5] Gandum ini juga diperdagangkan dengan negara di Asia dan Eropa.[5] Akan tetapi, perdagangan di dalam negeri tetap lebih penting dibandingkan dengan perdagangan dengan negara lain.[5] Kekuatan Rusia yang besar ini membantu ekonomi dalam negeri dan membatasi pengaruh dari luar.[5]

Perbandingan teori dependensi dengan teori sistem dunia

sunting
Elemen perbandingan [3] Teori dependensi [3] Teori sistem dunia [3]
Unit analisis Negara-bangsa Sistem dunia
Metode kajian Historis-struktural: masa jaya dan surut negara-bangsa Dinamika sejarah sistem dunia: kecenderungan sekuler dan irama perputaran (siklus)
Struktur teori Dwi kutub: sentral dan pinggiran Tri kutub: sentral, semi pinggiran dan pinggiran
Arah pembangunan Deterministik ketergantungan selalu merugikan Kemungkinan mobilitas naik dan turun
Arena kajian Negara pinggiran Negara pinggiran, semi pinggiran, sentral dan sistem ekonomi dunia

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e (Inggris) Carlos A. Martínez-Vela. "World Systems Theory" (PDF). hlm. 4. Diakses tanggal 30 April 2014. 
  2. ^ a b c d e f g h i j (Inggris) Frank W. Elwell. "Wallerstein's World-Systems Theory". Diakses tanggal 1 Mei 2014. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y Suwarsono, Alvin Y. So (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia: Teori-teori Modernisasi, Dependensi dan Sistem Dunia. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. hlm. 95-204. 
  4. ^ a b c (Inggris) "World Systems Theory". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-02. Diakses tanggal 30 April 2014. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w (Inggris) "Modern History Sourcebook: Summary of Wallerstein on World System Theory". Diakses tanggal 30 April 2014.  line feed character di |title= pada posisi 28 (bantuan)