Nanah menurut Islam

Nanah menurut Islam termasuk najis. Tingkatan kenajisan nanah adalah pertengahan yang dapat membatalkan wudu pada kondisi tertentu. Allah telah menjadi nanah sebagai salah satu minuman penghuni neraka.

Kenajisan

sunting

Tingkatan

sunting

Nanah termasuk najis berdasarkan Al-Qur'an dan hadis.[1] Para ulama dari empat mazhab utama dalam Islam telah menyepakati bahwa nanah merupakan salah satu jenis najis.[2] Mazhab Hanafi menetapkan nanah yang tidak tercampur darah maupun yang tercampur darah dari bagian tubuh sebagai najis.[3] Nanah termasuk jenis najis pertengahan.[4] Nanah atau nanah yang bercampur dengan darah yang keluar melalui dubur maupun qubul sifatnya membatalkan wudu.[5]

Penyucian

sunting

Penyucian dan pembersihan diri dari nanah dilakukan dengan menyiramkan air.[6] Penyiraman pada bagian yang terkena nanah hingga hilang rasa, warna dan baunya.[7] Nanah yang mengalir menurut Mazhab Hanafi menjadi salah satu yang menyebabkan hadas kecil.[8] Pembersihan nanah yang terkena pada pakaian atau tubuh yang berasal dari bisul sifatnya najis yang dapat dimaafkan.[9] Menurut Mahzab Maliki, pemaafan ini hanya berlaku ketika keberadaan nanah tidak dapat dihindari.[10] Sementara pada Mazhab Maliki, najis dari nanah hanya dapat dimaafkan ketika jumlahnya sedikit dan terkena pada sesuatu selain air mengalir dan makanan.[11]

Keharaman

sunting

Nanah merupakan salah satu yang dihukum haram oleh Allah untuk diminum.[12]

Siksa neraka

sunting

Dalam Surah An-Naba' ayat 24 dan 25, disebutkan bahwa Allah telah menjadikan nanah dan air panas sebagai minuman bagi penghuni neraka.[13] Kedua minuman ini diberikan ketika para penghuni neraka merasa haus setelah dibakar.[14]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Saidah, N., dan Bunyamin, B. (2020). Hamdi, Abu, ed. Panduan Berislam dalam Berseni (PDF). Bantul: Penerbit Markumi dan Hana Publishing. hlm. 112. ISBN 978-623-7223-40-5. 
  2. ^ Nuroniyah 2019, hlm. 64.
  3. ^ Al-Juzairi 2015, hlm. 26.
  4. ^ Hambali, Muhammad (2017). Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari: Dari Kandungan hingga Kematian. Yogyakarta: Laksana. hlm. 41. ISBN 978-602-407-185-1. 
  5. ^ Al-Juzairi 2015, hlm. 126-127.
  6. ^ Tarigan, A. A, dkk (2022). Tarigan, A. A., dan Ja’far, A. T., ed. Dari Muallaf Menuju Muslim Kaffah: Ajaran-Ajaran Dasar Islam Bagi Muallaf (PDF). Medan: Merdeka Kreasi. hlm. 117. ISBN 978-623-6198-69-8. 
  7. ^ Abror 2019, hlm. 31.
  8. ^ Nuroniyah 2019, hlm. 65.
  9. ^ Abror 2019, hlm. 23.
  10. ^ Al-Juzairi 2015, hlm. 17.
  11. ^ Al-Juzairi 2015, hlm. 37.
  12. ^ Abdulhanaa (2022). Mardhaniah, ed. Dasar-Dasar Pengembangan Fiqh Muamalah: Landasan Hukum Ekonomi Islam (PDF). Bantul: Mata Kata Inspirasi. hlm. 91. ISBN 978-623-8008-14-8. 
  13. ^ Rohidin 2020, hlm. 170.
  14. ^ Rohidin 2020, hlm. 169.

Daftar pustaka

sunting