Nampo

kota di Korea Utara

Templat:Korean membutuhkan parameter |hangul=. Nampo, kadang dieja sebagai Namp'o atau Nampho adalah salah satu kota di Korea Utara dan berstatus sebagai kota spesial. Terletak 55 km atau 35 mil di sebelah barat daya Pyongyang,[2] kota ini pelabuhan terbesar di Korea Utara dan menjadi daerah penyokong (kota satelit) bagi Pyongyang. Nampo adalah kota dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di Korea Utara.[3] Dikenal sebagai pusat industri dan manufaktur di kawasan Pyongan-Hwanghae,[1] Nampo dan Pyongyang diusulkan menjadi koridor transportasi dan ekonomi.[4][5]

Nampo
남포시
남포특별시
Transkripsi  
 • Josŏn-gŭl
 • Hancha
 • McCune-ReischauerNamp'o T'ŭkpyŏlsi
 • Alih Aksara yang DisempurnakanNampo Teukbyeolsi
Ikon Kota Nampo
Ikon Kota Nampo
Motto: 
Negara Korea Utara
DaerahP'yŏngan
Ditemukan1122 SM
Distrik
Luas
 • Total1.281 km2 (495 sq mi)
Populasi
 (2014)
 • Total983,660[1]
 • Dialek
P'yŏngan
Nampo
Hangul
Alih AksaraNampo
McCune–ReischauerNamp'o
Kota Spesial Nampo
Hangul
Hanja
Alih AksaraNampo Teukbyeolsi
McCune–ReischauerNamp'o T'ŭkpyŏlsi

Etimologi

sunting

Sebelum bernama Nampo daerah ini dahulu merupakan desa nelayan yang bernama Daejin.[6] Pada Masa Pendudukan Jepang diubah namanya menjadi Chinnampo (진남포; 鎭南浦).[6] Kata Chinnampo terdiri dari tiga karakter, chin (진; 鎭) yang berarti "garnisun" atau "barak"; nam (남; 南) yang berarti "selatan"; serta po (포; 浦) yang berarti "mulut sungai". Nama ini kemudian diterjemahkan sebagai kota garnisun yang ada di mulut sungai yang terletak di daerah selatan. Sungai yang dimaksud dalam konteks ini adalah Sungai Taedong. Karakter chin (진; 鎭) kemudian dihapus saat Korea meraih kemerdekaan. Karakter tersebut dinilai memiliki konotasi kolonial yang kuat.[1]

Sejarah

sunting

Prasejarah dan Pra-Pendudukan Jepang

sunting

Ekskavasi arkeologi yang dilakukan tahun 1955 mengindikasikan daerah telah dihuni sejak lama. Terdapat desa prasejarah di sekitar Pelabuhan Nampo. Di sana ditemukan artefak yang diduga berasal dari Zaman Jeulmun dan Mumun. Terdapat pula peninggalan lain yang berasal dari Masa Dinasti Han (25 s.d. 220 Masehi) yang menyiratkan kehadiran orang-orang Tionghoa ketika wilayah ini menjadi bagian dari Lelang Jun.[7]

Antara abad 3 Sebelum Masehi hingga 7 Masehi, Nampo menjadi bagian dari Kerajaan Koguryo. Koguryo adalah kerajaan besar di Semenanjung Korea dan memiliki pengaruh yang kuat di wilayah Manchuria. Peninggalan yang menakjubkan dari peradaban Koguryo adalah makam-makam yang besar dan indah. Sebagian makam tersebut berada di wilayah Kota Nampo.[3] Sebagian yang lain ada di Provinsi Hwanghae Selatan dan Pyongan Selatan. Kompleks pemakaman Koguryo di tiga wilayah ini diakui UNESCO sebagai situs warisan sejarah dunia pada tahun 2004.[8]

 
Pasukan Jepang dalam Perang Sino-Jepang I tahun 1894

Masa Pendudukan Jepang

sunting

Sebelum berkembang menjadi pelabuhan, kota ini adalah desa nelayan kecil.[9] Desa ini dipilih oleh Pasukan Jepang sebagai pangkalan militer mereka selama Perang Sino-Jepang I tahun 1894-1895. Pada 1897 Pemerintah Kekaisaran Korea yang berada di bawah tekanan asing membuka daerah ini sebagai pelabuhan internasional. Sejak saat itu Nampo dan daerah di sekitarnya mulai berkembang. Salah satu pihak asing yang menekan Pemerintahan Korea adalah Jepang. Jepang mulai ikut campur dalam urusan dalam negeri Korea. Bersamaan dengan itu pula mulai banyak warga Jepang yang berpindah ke Korea. Mereka mempelopori pembangunan di Nampo dengan membuat permukiman di rawa-rawa yang dikeringkan dengan ditimbun tanah.[6]

Pada Masa Pendudukan Jepang, Pulau Pibal yang berada di tengah Sungai Taedong dihubungkan dengan daratan utama melalui proyek reklamasi pada tahun 1915. Pelabuhannya semakin ramai sehingga pada tahun 1934 Pelabuhan Nampo menjadi pelabuhan terbesar ketiga di Semenanjung Korea setelah Incheon dan Busan.[9] Berkat pelabuhannya, Nampo kemudian dikembangkan menjadi pusat industri pemrosesan hasil pertanian dan pengolahan bahan tambang yang dihasilkan oleh daerah-daerah di sekitar kota itu. Produk-produk yang dihasilkan sebagian besar dikapalkan ke Jepang.[9]

Pasca Perang Dunia II

sunting

Pasca Perang Dunia II, peran Nampo sebagai kota industri berlanjut.Pemerintah Korea Utara melakukan investasi besar-besaran untuk memodernisasi pelabuhan ini.[7] Korea Utara menjadikan kota ini sebagai pusat industri mesin dan pembuatan kapal. Perkembangan industri berat tersebut didukung dengan melimpahnya produksi bijih besi. Nampo pada tahun-tahun berikutnya mulai memproduksi kaca dan produk optik sekaligus menegaskan status kota ini sebagai kota industri utama di Korea Utara.[9]

Pada tahun 1946 Nampo dipisahkan dari Provinsi Pyongan Selatan dan dinaikkan statusnya menjadi chikhalsi (직할시; 直轄市 ) alias kota yang diatur secara langsung oleh pemerintah pusat.[7] Pihak Amerika Serikat menyerang kota ini dalam Perang Korea. Sebagian besar wilayahnya luluh lantak karena menjadi salah satu target utama pihak Amerika Serikat (AS). Militer AS disebut melakukan kejahatan perang melalui penggunaan senjata kimia. Negara Paman Sam setidaknya melakukan empat kali penggunaan senjata kimia. Salah satunya, yang pertama dan paling besar terjadi pada 6 Mei 1951. Pada tanggal tersebut militer AS mengerahkan tiga pesawat pengebom B-29 untuk menjatuhkan bom kelelawar ke Kota Nampo. Hal ini menyebabkan terjadinya 1.379 kasus keracunan, 480 jiwa di antaranya meninggal akibat asfiksia.[10]

Setelah Perang Korea selesai, kota ini dikembalikan lagi statusnya sebagai kota biasa di bawah naungan Provinsi Pyongan Selatan. Sebelum akhirnya tahun 1979 statusnya dinaikkan menjadit'ŭkpyŏlsi (특별시; 特別市) yang setingkat dengan provinsi.[1] Kim Il-sung mengunjungi kota pelabuhan ini tahun 1981. Dalam kesempatan itu pemimpin Korea Utara tersebut merancang rencana besar pengembangan Nampo. Rencana itu diejawantahkan dalam tiga fokus. Fokus pertama adalah mengembangkan Nampo sebagai pintu masuk Ibu Kota Pyongyang sekaligus kota satelitnya utama. Fokus ini akan diwujudkan melalui pembangunan dan peningkatan mutu sehingga Nampo menjadi pelabuhan internasional yang banyak dikunjungi orang luar Korea Utara. Fokus kedua adalah pengembangan Nampo sebagai kota perdagangan utama berbasis ekspor. Fokus ketiga adalah menjadikan kota ini sebagai pusat industri utama di kawasan barat Korea Utara yang ditandai dengan aktivitas industri berat seperti mesin, baja, peleburan, dan konstruksi.[9]

Pada 1983 kota industri ini mempunyai lima distrik (guyŏk) dan satu kabupaten (gun).[1] Saat itu Taean-si dan Ryonggang-gun belum menjadi bagia Nampo.[1] Pemerintah Korea Utara memutuskan untuk kembali menurunkan status Nampo dan mengembalikannya ke Provinsi Pyongan Selatan pada tahun 2004. Wilayah Nampo diperkecil sehingga hanya meliputi dua distrik yaitu Waudo-guyŏk dan Hanggu-guyŏk. Enam tahun kemudian kota ini dikembalikan lagi statusnya sebagai kota spesial dan mendapatkan kembali seluruh wilayahnya. Onchon-gun yang berada di pesisir Laut Kuning yang sebelumnya bukan merupakan bagian Nampo turut dimasukkan dalam kota ini.[9]

Geografi

sunting
 
Sungai Taedong di Nampo

Nampo terletak di kawasan barat Korea Utara.[6] Kota yang berlokasi di Cekungan Sungai Taedong ini wilayahnya didominasi dataran rendah dengan tanah jenis aluvial. 82% wilayahnya berada di ketinggian 50 meter di bawah permukaan laut.[9] Tiga dataran rendah yang utama adalah Dataran Chŏngsan seluas 180 km2 di Kangso-guyŏk, Dataran Ryonggang di Ryonggang-gun, dan Dataran Guryong.[6] Nampo dikelilingi oleh Pegunungan Osŏk yang berbatu, tetapi tidak terlalu tinggi. Puncak-puncak Pegunungan Osŏk meliputi Wŏn-san (109 m.dpl), Yŏndae-san (98 m.dpl), Myŏnghyŏp-san (35 m.dpl), dan Ma-san yang berada di barat pusat kota, serta Handu-san (61 m.dpl) di sebelah timur. Puncak-puncak yang berada di sebelah selatan umumnya lebih tinggi. Ada Osŏk-san (566 m.dpl), Kuksa-san (506 m.dpl), Baekam-san (419 m.pdl) dan Buhyŏng-san (280 m.dpl).[6] Osŏk-san dan Kuksa-san adalah titik tertinggi di wilayah ini.[9]

Wilayah ujung kota yang berada di dekat Laut Kuning dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Daerah di sekitar Teluk Kwangryang dikembangkan menjadi tambak-tambak garam yang produktif.[2][9] Selain Sungai Taedong sebagai aliran yang utama, kota ini juga dialiri beberapa aliran sungai yang lebih kecil seperti Sungai Sŏ dan Inhwang di Ryonggang-gun dan Hanggu-guyŏk, Sungai Bongsang di Kangso-guyŏk, serta Sungai Samhwa. Sistem sungai di Nampo berhulu di wilayah timur dan bermuara di barat daya. Sungai Bongsang misalnya, berhulu di Susan-ri, Kangso-guyŏk mengalir ke arah selatan dan bergabung dalam aliran Sungai Taedong bersama sungai-sungai kecil lainnya yaitu Sammyo, Yaksu, dan Jamjin sebelum bermuara ke Laut Kuning. Di bagian hulu Sungai Taedong dibangun dua buah bendungan (Myŏnghak dan Yugu) yang menyebabkan tinggi muka air di bagian hilir menjadi rendah. Terdapat pulau-pulau kecil seperti Cho-do, Ori-sŏm, Wau-do, Kadŏk-sŏm, Ǒnjŏng-do, Ilchul-do, Sayŏpjin-do, serta Jebi-do di Sungai Taedong.[6]

Batas-batas

sunting

Nampo memiliki batas-batas sebagai berikut.[11]

  • Sebelah utara berbatasan dengan Songrim-si, Pyongan Selatan
  • Sebelah timur laut berbatasan dengan Pyongyang.
  • Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Taedong.
  • Sebelah selatan berbatasan dengan Ǔnryul-gun dan Ǔnchŏn-gun, Hwanghae Selatan.
  • Sebelah barat berbatasan dengan Laut Kuning yang disebut sebagai Laut Barat oleh masyarakat Korea.

Lokasinya yang lebih selatan dibanding kota-kota utama Korea Utara yang lain membuat Nampo memiliki temperatur udara yang cukup tinggi pada bulan Januari. Curah hujannya terbilang rendah untuk standar nasional, dengan pengecualian beberapa kota di pesisir Laut Timur Korea. Kota ini memiliki kelembapan udara sebesar 837,4 mm.[12]

Cagar Alam

sunting

60% wilayah Nampo ditutupi hutan. 40% sisanya dimanfaatkan sebagai area industri, militer, pertanian, dan permukiman.[13] 43% tanah di kota ini dikategorikan sebagai tanah subur.[13] Wilayah yang ditutupi hutan di sekitar Kuwol-san ditetapkan sebagai cagar alam. Cagar alam ini terdiri dari hutan biasa dan vegetasi lahan basah atau rawa. Cagar Alam Kuwol-san memiliki formasi batu-batuan, tebing, puncak, lembah, air terjun, dan kolam yang merupakan hasil erosi dan proses pelapukan selama bertahun-tahun. Hutan biasa di Kuwol-san terdiri dari hutan berdaun jarum, hutan berdaun lebar, serta hutan campuran. Vegetasi yang ada dipengaruhi oleh iklim sedang dengan empat musimnya.[14]

Permasalahan Lingkungan

sunting

Modernisasi dan pembangunan proyek skala besar di Nampo berhasil menyediakan lapangan pekerjaan. Namun, selain dampak positif, terdapat banyak dampak negatif yang dirasakan masyarakat. Selama proses industrialisasinya, Nampo kehilangan lahan basah dan rawa-rawa yang merupakan gudang keanekaragaman hayati kota itu. Pembangunan tanggul di Sungai Taedong menghalangi ombak masuk dan membuat daerah muara kehilangan kemampuan untuk membersihkan diri. Hal ini diperparah dengan polusi dan limbah pabrik. Pipa-pipa pembuangan dari pabrik diarahkan langsung ke sungai yang kemudian berdampak pada kualitas air serta ketersediaan ikan. Padahal perikanan merupakan salah satu sektor perekonomian terpenting di wilayah ini.[15]

Sungai Taedong mengalami sedimentasi yang parah. Meskipun menjadi berkah bagi sebagian orang yang menggantungkan hidupnya dari penambangan pasir di sungai, hal ini merupakan masalah yang tak boleh diremehkan. Pembangunan Bendungan Laut Barat yang menutup jalur pertemuan laut cengan muara sungai menyebabkan kemampuan sungai untuk menghanyutkan muatan sedimen berkurang drastis.[16]

Pembagian Administrasi

sunting

Nampo dibagi ke dalam lima distrik (guyŏk; 구역; 區域) dan dua kabupaten (gun; 군; 郡) yang dibagi lagi menjadi 82 lingkungan (tong; 동; 洞) dan 49 desa (ri; 리; 里).[1] Berikut adalah nama distrik dan kabupaten di Nampo.

Demografi

sunting
 
Kepadatan penduduk di pesisir Laut Kuning

Data pasti mengenai jumlah penduduk Nampo tidak tersedia. Terdapat beberapa sumber yang menyebutkan angka yang berbeda dengan perbedaan yang sangat tajam. Menurut Ensiklopedia Britannica, pada tahun 2008 penduduk Nampo berjumlah 310.864 jiwa.[2] Sedangkan artikel dari The Korea Transport Institute menyebutkan bahwa pada tahun yang sama Nampo berpenduduk 924.730 jiwa.[11] Angka-angka tersebut meningkat menjadi 983.660 jiwa pada tahun 2014, sekaligus menjadikan kota ini sebagai kota berpenduduk terbanyak kedua di Korea Utara.[1] Namun, data tahun 2017 menunjukkan bahwa populasi kota ini hanya 715.000 jiwa atau berkurang lebih dari 200.000 jiwa dari data tahun 2014.[7]

Sebanyak 71,5% penduduk wilayah ini dikategorikan sebagai masyarakat urban (perkotaan). Sisanya tergolong sebagai masyarakat rural (pedesaan) dengan persentase 28,5%. Di antara kota-kota Korea Utara, Nampo berada di peringkat ke-21 sebagai kota paling urban. Dengan penduduk 983.660 jiwa dan luas wilayah 1.281 km2, pada tahun 2014 kepadatan penduduk kota ini mencapai 768,1 jiwa per km2.[1]

Pendidikan

sunting

Ada 16 buah universitas di Kota ini.[18] Beberapa yang terkenal di antaranya Universitas Ilmu Politik Kang ban Seok (didirikan pada 1958), Akademi Besi dan Logam Kangsǒn, Universitas Komunis Nampo (didirikan 1946), Universitas Samgwang, dan Universitas Politik Pertahanan dan Keamanan Negara (didirikan pada 1974).[18]

Ekonomi

sunting

Industri dan Kerja sama Ekonomi dengan Korea Selatan

sunting

Nampo adalah jantung perindustrian dan manufaktur di wilayah Korea Utara sebelah barat, khususnya wilayah Pyongan-Hwanghae. Kota ini memiliki industri pengolahan bijih besi, konstruksi, pengolahan dan peleburan logam, perkapalan, mesin, kimia, serta kendaraan ringan.[2][7] Fasilitas industri utama meliputi Pusat Pengolahan Baja Chŏllima, Area Indutri Berat Taean, Pengolahan Metal Nampo, dan Pusat Industri Mesin Kǔmsŏng.[19]

Pada tahun 1995, Korea Utara dan Korea Selatan menyepakati kerja sama untuk mendirikan industri tekstil dengan orientasi ekspor di Nampo.[7] Kerja sama tersebut berlanjut dengan pendirian pabrik mobil yang bertajuk "proyek mobil perdamaian" oleh Grup Daewoo. Pelabuhan Nampo juga menjadi saluran utama kerja sama kedua Korea termasuk bantuan pupuk bersubsidi, pestisida, biji-bijian, dan pangan lainnya yang diberikan pihak Selatan kepada Utara.[15] Pada tahun 2007 kompleks pembuatan kapal antar-Korea resmi dibangun.[13] Industri kapal di Nampo mampu membangun kapal-kapal berbobot hingga 10.000 ton serta beragam kapal militer kelas ringan.[19]

Pemerintah Korea Utara menyadari bahwa kompleks industri di Kaesong tidak cukup. Oleh karena itu Nampo akan diorbitkan menjadi kompleks industri yang baru untuk menemani kompleks industri Kaesong.[13] Upaya menuju realisasi sebagai kompleks industri dapat terlihat dari pembangunan zona industri seperti yang ada di Waudo-guyŏk. Zona Industri Waudo memproduksi barang-barang yang ditujukan untuk pasar luar negeri. Zona industri ini dipromosikan sebagai kawasan industri bersama untuk menggaet pemodal dari Korea Selatan.[7]

Pertambangan

sunting

Daerah di sekitar Nampo menghasilkan berbagai macam barang tambang yang menjadi bahan baku industri-industri yang ada di sana. Terfapat tambang silika yang digunakan dalam industri kaca dan optik.[19] Di sekitar daerah ini terdapat deposit emas, tembaga, seng, serta bijih besi. Semuanya ditambang dan digunakan dalam industri berat seperti konstruksi dan mesin.[19]

Pertanian

sunting

Nampo dan daerah di sekitarnya adalah salah satu dari daerah-daerah pertanian paling penting di Korea Utara.[3] Karakteristik wilayahnya adalah didominasi oleh dataran rendah yang luas dan memiliki sumber air yang melimpah. Kota ini dikenal sebagai produsen apel yang masyhur di Semenanjung Korea walaupun hasil panen beberapa tahun terakhir berkurang drastis karena masalah irigasi.[3] Selain apel, kota ini juga memproduksi apel, pir, aprikot, dan anggur.[20] Nampo dan daerah di sekitarnya sangat cocok untuk budidaya tanaman serealia, terutama padi yang merupakan makanan pokok. Untuk mendukung usaha pertanian ini pemerintah membangun infrastruktur irigasi.[20] Salah satu infrastruktur irigasi yang utama adalah Bendungan Laut Barat yang membendung Sungai Taedong. Tujuan adanya bendungan tersebut adalah untuk mencegah masuknya air laut yang mengganggu pasokan air tawar serta untuk menaikkan permukaan Sungai Taedong sehingga irigasi dapat dimanfaatkan selama musim kemarau.[13]

Peternakan

sunting

Dalam rangka mencukupi protein hewani penduduknya, Nampo membangun bidang usaha peternakan secara serius. Pemerintah kota mendukung berdirinya peternakan intensif berskala besar. Pada tahun 1967 didirikan beberapa peternakan besar untuk babi dan ayam. Satu peternakan babi dan satu peternakan ayam dibuka pula pada tahun 1970. Usaha sapi perah dan produk susu ada di Taejong-ri, Taean-kuyok. Ada pula usaha peternakan ulat sutra, tetapi kurang berkembang.[20]

Perikanan

sunting

Sektor perikanan adalah salah satu sektor yang cukup penting bagi kota ini. Tambak-tambak ikan yang paling penting dan produktif ada di Onch'ŏn-gun yang terletak di pesisir Laut Kuning yang merupakan perairan kaya ikan.[20] Hasil perikanan utama Laut Kuning meliputi kerang, makerel, udang, cumi-cumi, dan kepiting biru.[21] Perkembangan bidang usaha perikanan di kota ini semakin pesat tatkala Bendungan Laut Barat selesai dibangun. Perikanan di Nampo terbilang maju. Kota ini menjadi pusat perdagangan hasil laut nomor wahid di Korea Utara.[7]

Pariwisata

sunting

Wisata pantai adalah jenis wisata yang paling terkenal dan berkembang di Nampo. Sanggraloka yang ada di kota ini cukup terkenal di Korea Utara serta bagi wisatawan mancanegara.[15] Di sebelah selatan kota ada wisata pendakian Gunung Kuwol-san. Di sekitar gunung ini terdapat pemandian air panas, lembah, air terjun, serta kuil-kuil Buddha. Gunung Kuwol-san ditetapkan sebagai kawasan cagar alam padatahun 1970. Sejak saat itu kawasan ini dikunjungi ratusan ribu wisatawan dalam setahun. Hal ini disebabkan aksesnya yang relatif mudah dari ibu kota Pyongyang.[22] Kuwol-san dirayakan sebagai Lima Gunung Kebanggan Korea bersama Paektu-san, Jiri-san, Kŭmgang-san, dan Myohyang-san.[22] Kuwol-san ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO dan menjadi satu dari lima cagar biosfer dunia di negara itu.[22]

Infrastruktur dan Transportasi

sunting
 
Lukisan peresmian Bendungan Laut Barat

Nampo terhubung dengan Pyongyang melalui "Jalan Raya Pahlawan Muda". Jalanan yang dibangun oleh anak-anak muda Korea Utara pada 1981 itu melintasi daerah paling terindustrialisasi di negara itu. Jalanan tersebut memiliki panjang 55 km dan hampir sepenuhnya berada di tepian Sungai Taedong.[3] Nampo-Pyongyang dapat ditempuh dalam waktu 45 menit menggunakan moda transportasi bus.[21] Selain jalan raya, Nampo terhubung dengan daerah lain melalui jaringan rel kereta api. Jaringan rel dalam kota cukup mumpuni. Ada 24 buah stasiun kecil di kota ini dengan Stasiun Nampo sebagai stasiun utama. Stasiun khusus kereta barang ada di Kangsŏng, Yonggang, dan Sinnampo.[11] Terdapat pula moda transportasi air dengan cara menyusuri Sungai Taedong.[2] Sungai ini memiliki kedalaman rata-rata 6,4 hingga 7,6 meter. Di tepi sungai ini ada pelabuhan alami yang memiliki terminal kargo dengan kedalaman 7,1 hingga 9,1 meter dan terminal bongkar muat minyak dengan kedalaman 3 meter.[7]

Pelabuhan laut di kota ini adalah yang terbesar di Korea Utara dan diduga menjadi pelabuhan bongkar muat batu bara yang melanggar sanksi atas negara itu.[23] Pada musim dingin laut di sekitar pelabuhan membeku sehingga tak dapat dilayari.[2] Pelabuhan yang dibuka tahun 1897 itu awalnya hanya mampu dilayari oleh kapal-kapal berbobot 20.000 ton atau kurang. Untuk mengatasi masalah tersebut dibangunlah Bendungan Laut Barat. Pembangunan itu memakan waktu lima tahun, mulai dari 1981 hingga peresmiannya tahun 1986. Kehadiran bendungan ini membuat Pelabuhan Nampo dapat dilayari oleh kapal berbobot hingga 50.000 ton.[7] Di atas bendungan ini membentang jalan yang menghubungkan Nampo ke Hwanghae Selatan serta jalur rel untuk kereta uap pariwisata.[21]

Kota Rekanan

sunting

Signifikansi dan Simbolisme

sunting

Nampo adalah tempat yang menjadi sumber inspirasi bagi slogan-slogan dan simbolisme propaganda Korea Utara.[18] Slogan seperti "gerakan Chollima", "semangat Chollima", "semangat dan metode Chŏngsan-ri", serta "sistem kerja Taean" semuanya mengambil nama dari nama-nama tempat di Nampo. Nama-nama tempat di kota perindustrian utama di Korea Utara ini dijadikan propaganda tentang kerja keras dan semangat berkompetisi.[18]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i Profiles of the cities of DPR Korea – Nampho (PDF), Universität Wien, 2014, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-09, diakses tanggal 12 November 2019 .
  2. ^ a b c d e f Namp'o, North Korea, Encyclopaedia Britannica, diakses tanggal 12 November 2019 .
  3. ^ a b c d e Willoughby, Robert (2014). North Korea. Bradt Travel Guide Ltd. hlm. 171. ISBN 9781841627847. 
  4. ^ Hayes, Peter (2005). The Future of East Asia. Palgrave MacMillan. hlm. 215. ISBN 9789811049774. 
  5. ^ The Nampo-Pyongyang corridor, A strategic area for European investment in DPRK, 2007, diakses tanggal 12 November 2019 .
  6. ^ a b c d e f g North Korea Handbook. An East Gate Book. 2003. hlm. 57. 
  7. ^ a b c d e f g h i j Port of Nampo, World Port Source, diakses tanggal 12 November 2019 .
  8. ^ Complex of Koguryo Tombs, World Heritage Centre, diakses tanggal 12 November 2019 .
  9. ^ a b c d e f g h i Profiles of the cities of DPR Korea – Nampho (PDF), Universität Wien, 2014, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-09, diakses tanggal 12 November 2019 .
  10. ^ Coleman, Kim (2005). A History of Chemical Warfare. Palgrave MacMillan. hlm. 89. ISBN 9781403934604. 
  11. ^ a b c 남포특별시 도로현황 (Status Kota Nampo), The Korea Transport Institute, diakses tanggal 12 November 2019  Teks " date " akan diabaikan (bantuan).
  12. ^ Profiles of the cities of DPR Korea – Nampho (PDF), Universität Wien, 2014, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-09, diakses tanggal 12 November 2019 .
  13. ^ a b c d e [특별연재]13개 경제개발구⑤ 남포특별시 와우도수출가공구 ([Seri Khusus] Zona Pengembangan Ekonomi ⑤ Zona Pemrosesan Ekspor Wow-do, Nampo, NK Today, 1 Mei 2014, diakses tanggal 12 November 2019 .
  14. ^ Mount Kuwol, UNESCO, 2011, diakses tanggal 12 November 2019 .
  15. ^ a b c Willoughby, Robert (2014). North Korea. Bradt Travel Guide Ltd. hlm. 177. ISBN 9781841627847. 
  16. ^ Dredging disadvantage? Pyongyang’s never-ending sand problem, NK News, 10 Januari 2017, diakses tanggal 12 November 2019 .
  17. ^ a b c d e f g Kim So Yeol (15 Februari 2011). "North Korea Splits No. 38 and 39 Departments Up Again". Daily NK. Diakses tanggal 12 November 2019. 
  18. ^ a b c d North Korea Handbook. An East Gate Book. 2003. hlm. 59. 
  19. ^ a b c d North Korea Handbook. An East Gate Book. 2003. hlm. 58. 
  20. ^ a b c d Profiles of the cities of DPR Korea – Nampho (PDF), Universität Wien, 2014, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-09, diakses tanggal 12 November 2019 .
  21. ^ a b c Willoughby, Robert (2014). North Korea. Bradt Travel Guide Ltd. hlm. 173. ISBN 9781841627847. 
  22. ^ a b c Willoughby, Robert (2014). North Korea. Bradt Travel Guide Ltd. hlm. 178. ISBN 9781841627847. 
  23. ^ US seizes North Korean coal vessel, Navy Times, 9 Mei 2019, diakses tanggal 12 November 2019 .
  24. ^ "Sister cities between DPRK and Mexico". KCNA. 27 July 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 September 2017. Diakses tanggal 12 November 2019. 
  25. ^ "Friendly Ties Opened between DPRK and Ecuadorian Cities". KCNA. 10 August 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 September 2017. Diakses tanggal 12 November 2019.