Zaman Tembikar Mumun

Zaman Tembikar Mumun adalah era arkeologis dalam prasejarah Korea yang dimulai sekitar tahun 1500 SM - 300 SM.[1][2][3] Zaman ini dinamakan berdasarkan temuan artefak tembikar yang diperkirakan banyak berasal dari tahun 850 SM – 550 SM. Tembikar Mumun (無文土器) berciri khas pada artefak tembikar tidak berpola.

Zaman Tembikar Mumun
Hangul
무문토기시대
Hanja
無文土器時代
Alih AksaraMumun togi sidae
McCune–ReischauerMumun t'ogi sidae

Periode Mumun diketahui menjadi asal dari pola pertanian yang lebih intensif dengan kehidupan masyarakat yang kompleks di semenanjung Korea dan Kepulauan Jepang.[4][5][6] Periode ini kadang-kadang disebut dengan zaman Perunggu Korea, berdasarkan sistem klasifikasi prasejarah Tiga Zaman oleh arkeolog Eropa abad ke-19, Thomsen. Bagaimanapun juga penyebutan itu kurang tepat karena produksi perunggu belum terjadi sampai akhir abad ke-8 SM dan distribusi benda-benda perunggu secara luas baru terjadi sampai setelah 300 SM.[7][8] Penemuan bukti-bukti arkeologis dari zaman Mumun dalam jumlah besar sejak pertengahan tahun 1990-an telah meningkatkan pengetahuan mengenai periode penting zaman pembentukan prasejarah Asia Timur ini.

Periode Mumun didahului oleh Periode Tembikar Jeulmun (sekitar 8000 – 1500 SM). Asal usul dari zaman Mumun kurang pasti diketahui. Bukti-bukti zaman ini didasarkan pada penemuan situs makam megalitikum, tembikar serta situs permukiman besar di lembah Sungai Liao dan Korea Utara yang bertarikh dari sekitar 1800 – 1500 SM. Kelompok masyarakat Mumun dari wilayah ini membawa pola bertani tebang bakar dan menggantikan pola kehidupan masyarakat yang memakai pola hidup zaman Jeulmun.[9]

kronologis

sunting

Mumun Awal

sunting

Zaman Mumun Awal (sekitar 1500 – 850 SM) diketahui dengan pola kehidupan masyarakat bertani, berburu, menangkap ikan dan tinggal di permukiman besar dengan rumah lubang berbentuk segi empat bergaya semi-subterranean (mempunyai bagian bawah tanah). Masyarakat Mumun pada awalnya bersifat egaliter (berstatus sama), tetapi selanjutnya mulai muncul persaingan sosial dan pemimpin besar.[10] Permukiman zaman Mumun agak terkonsentrasi di lembah sungai seperti di situs-situs lembah anak Sungai Geum di Korea bagian barat. Salah satu situs terbesar adalah Eoeun, berlokasi di tengah lembah Sungai Nam di Korea timur. Situs Baekseok-dong (Hangeul: 백석동) di kota Cheonan, Chungcheong Selatan, terdiri dari permukiman besar dengan rumah-rumah berbentuk panjang.

Pada awal zaman ini muncul tradisi upacara penguburan, perekonstruksian makam megalitikum, tembikar merah serta belati dari batuan yang diasah.

Mumun tengah

sunting
 
Makam megalitik gaya Utara dari Jukrim-ri, Gochang-eub, Jeolla Utara.
 
Tembikar Mumun yang digali dari situs rumah lobang di Daepyeong, bertarikh dari abad 8 SM. Tinggi= 60 – 70 cm.

Zaman Mumun Tengah (klasik) berawal dari tahun 850 SM - 550 SM ditandai dengan pola pertanian yang cukup intensif. Bukti Zaman Mumun Tengah adalah situs lahan berladang seluas ± 32.500 m² di Daepyong, juga situs permukiman yang dilengkapi parit, rumah-rumah lubang, dan benda pertanian. Sedangkan pola sosial masyarakatnya sudah kompleks dan mengenal persaingan.[5][11][12]

 
Representasi dari belati (kanan) dan 2 figur manusia, salah satunya sedang berlutut (kiri), yang diukir di dinding di Situs Pemakaman Megalitikum no.5, Orim-dong, Yeosu.

Benda-benda dari perunggu telah banyak diproduksi sebagai persembahan dalam upacara kematian bagi warga kelas atas. Dalam makam-makam megalitikum ditemukan benda-benda berharga seperti ornamen batu giok, belati perunggu dan tembikar merah.[13][14] Makam megalitik dari zaman ini berciri memiliki bentuk terowongan dan lubang yang dalam dengan jalan khusus yang dibuat dari batu. Pada situs-situs lain seperti di Deokcheon-ni (덕천리) dan Igeum-dong di Gyeongsang Selatan mempunyai bentuk yang tinggi dan besar. Situs-situs makam megalitikum memberi bukti yang lebih jauh tentang perkembangan masyarakat dengan status sosial yang terbagi-bagi ke dalam kelas serta kebijakan yang mengarah pada kepemimpinan yang sederhana.[15]

Zaman Mumun Tengah disebut juga sebagai zaman kebudayaan Songgung-ni (松菊里 文化; 송국리 문화).[16] Cakupannya cukup luas ditandai dengan penemuan artefak di wilayah Hoseo, Honam, Yeongnam barat, Ulsan, Gimhae, Jeju dan Jepang Barat. Pada tahun 2005 situs rumah lubang zaman Mumun Tengah ditemukan di pedalaman provinsi Gangwon. Walaupun masyarakat Mumun Tengah sudah mengusahakan pertanian padi, tetapi padi bukanlah bahan pangan utama.[17] Mereka juga menanam barley, gandum, legumes, melakukan perburuan dan menangkap hasil laut.

 
Situs-situs permukiman Mumun yang disebut dalam teks di artikel ini.

Mumun Akhir

sunting

Zaman Mumun Akhir (klasik akhir) dimulai dari 550 – 300 SM dicirikan dengan meningkatnya konflik, pembangunan permukiman bertembok di perbukitan, serta konsentrasi populasi di pesisir bagian selatan. Situs Mumun Akhir di Namsan dekat kota Changwon, Gyeongsang Selatan, terletak di puncak bukit setinggi 100 m dari permukaan laut. Gundukan kulit kerang juga ditemukan di Namsan, yang menandakan bahwa masyarakat Mumun Akhir juga mengeksploitasi hasil laut. Rumah-rumah lubang di Namsan berlokasi di dalam parit berbentuk lingkaran yang beberapa di antaranya berkedalaman 4,2 meter dan lebar 10 meter. Mengapa parit lingkaran yang besar dan lebar sangat penting? Satu jawaban yang mungkin adalah adanya konflik antar kelompok. Pada Zaman Mumun Akhir diperkirakan meningkatnya konflik antar kelompok masyarakat.

Jumlah permukiman pada zaman Mumun Akhir lebih sedikit dibanding pada zaman-zaman sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi telah terorganisasi ke dalam jumlah yang lebih kecil. Hal itu bisa disebabkan oleh meningkatnya konflik atau terjadinya gagal panen. Berdasarkan babak sejarah zaman Yayoi, permukiman berciri khas Mumun juga muncul di pulau Kyushu, Jepang.

Zaman Mumun berakhir ketika produksi besi dimulai bersamaan dengan munculnya struktur rumah lubang dengan tungku penghangat (agungi;아궁이).

Beberapa arkeolog beranggapan bahwa penetapan zaman Tembikar Mumun harus diperpanjang sampai tahun 0 SM, karena produksi benda-benda tak berpola (jeomtodae;점토대) masih umum dipergunakan antara 400 – 0 SM. Namun, benda-benda perunggu menjadi sangat penting dalam upacara kematian sejak 300 SM dan peralatan besi mulai diproduksi secara besar-besaran setelah 300 SM. Hal itu diperdebatkan karena zaman setelah 300 SM tidak sesuai lagi dengan pola hidup zaman Mumun. Kesimpulannya secara teknis dan budaya zaman Mumun berakhir pada 300 SM.

Bukti dimulainya awal Zaman Besi ditunjukkan dengan diproduksinya secara besar-besaran benda-benda besi setelah 300 SM. Pada situs kulit kerang di Pulau Neukdo, ditemukan beberapa benda yang terbuat dari besi. Pada zaman ini masyarakat lokal mulai menjalin hubungan secara ekonomi dan politik dengan masyarakat Tiongkok di Zaman Zhou Akhir dan masyarakat Jepang di Zaman Jomon Akhir dan Zaman Yayoi Awal.

Ciri khas kebudayaan mumun

sunting

Sebagai kebudayaa yang bersifat arkeologis, zaman Mumun terbagi dalam beberapa segmen.

Pola kehidupan

sunting
  • Adanya pola kehidupan berburu, menangkap ikan dan pertanian. Pola seperti ini dipraktikkan sepanjang zaman Mumun Awal.[18]
  • Penggunaan alat-alat dari batu untuk kegiatan pertanian, termasuk pisau semi lunar (pisau sabit).[14]
  • Pertanian lahan basah (padi) secara luas berlangsung di Zaman Mumun Tengah.[5] Bukti arkeologis juga menunjukkan adanya proses berburu dan menangkap hasil laut.

Permukiman

sunting
  • rumah lubang berbentuk segi panjang dan besar ditemukan pada zaman Mumun Awal. Rumah-rumah ini punya satu atau lebih tungku. Rumah yang memiliki lebih dari 6 tungku menandakan rumah tersebut didiami oleh keluarga besar.[19]
  • Bentuk-bentuk rumah lubang setelah tahun 900 SM umumnya persegi, lingkaran atau oval, serta tidak memiliki tungku atau perapian. Pada bagian tengah lantai ruangannya, dibuat lubang oval dan dangkal.[16]
  • Arkeolog melihat perubahan dalam arsitektur ini sebagai perubahan sosial dalam rumah tangga. Keluarga yang multigenerasi dan memiliki kekerabatan erat pada zaman Mumun Awal berubah secara fundamental menjadi bentuk keluarga dengan kelompok yang semi-independen dalam rumah-rumah lubang yang terpisah.[19]
  • Jumlah permukiman Mumun secara umum cukup kecil, tetapi permukiman dengan beberapa ratus rumah lubang muncul di Zaman Mumun Tengah.[19]

Ekonomi

sunting
  • Produksi barang-barang rumah tangga adalah basis utama perekonmian warga Mumun, tetapi produksi peralatan atau kerajinan secara khusus seperti peralatan dari batu dan tembikar.[19]
  • Terjadinya surplus produksi pertanian.[5][14]
  • adanya sistem barter dan transaksi benda-benda seperti ornament giok, benda-benda perunggu dan tembikar berwarna merah.[13]

Praktik upacara kematian

sunting
  • Penemuan situs makam megalitikum dan dolmen.
  • Beberapa situs makam pada abad-abad terakhir zaman Mumun Tengah berbentuk sangat besar dan memerlukan tenaga cukup besar untuk membuatnya. Makam-makam itu dilengkapi dengan benda-benda persembahan yang berharga seperti benda perunggu, batu giok, belati serta tembikar merah.[13][14][20]

Referensi

sunting
  1. ^ Ahn, Jae-ho 2000 Hanguk Nonggyeongsahoe-eui Seongnib (The Formation of Agricultural Society in Korea). Hanguk Kogo-Hakbo (Journal of the Korean Archaeological Society) 43:41-66.
  2. ^ Bale, Martin T. 2001 Archaeology of Early Agriculture in Korea: An Update on Recent Developments. Bulletin of the Indo-Pacific Prehistory Association 21(5):77-84.
  3. ^ Crawford, Gary W. and Gyoung-Ah Lee 2003 Agricultural Origins in the Korean Peninsula. Antiquity 77(295):87-95.
  4. ^ Bale, Martin T. 2001
  5. ^ a b c d Crawford and Lee 2003
  6. ^ Rhee, S. N. and M. L. Choi 1992 Emergence of Complex Society in Prehistoric Korea. Journal of World Prehistory 6: 51-95.
  7. ^ Kim, Seung Og 1996 Political Competition and Social Transformation: The Development of Residence, Residential Ward, and Community in Prehistoric Taegongni of Southwestern Korea. PhD dissertation, University of Michigan, Ann Arbor. Proquest, Ann Arbor.
  8. ^ Lee, June-Jeong 2001 From Shellfish Gathering to Agriculture in Prehistoric Korea: The Chulmun to Mumun Transition. PhD dissertation, University of Wisconsin-Madison, Madision. Proquest, Ann Arbor.
  9. ^ Kim, Jangsuk 2003 Land-use Conflict and the Rate of Transition to Agricultural Economy: A Comparative Study of Southern Scandinavia and Central-western Korea. Journal of Archaeological Method and Theory 10(3):277-321.
  10. ^ Bale, Martin T. and Min-jung Ko 2006 Craft Production and Social Change in Mumun Period Korea. Asian Perspectives 45(2):159-187.
  11. ^ Bale 2001
  12. ^ Nelson, Sarah M. 1999 Megalithic Monuments and the Introduction of Rice into Korea. In The Prehistory of Food: Appetites for Change, edited by C. Gosden and J. Hather, pp. 147-165. Routledge, London.
  13. ^ a b c Nelson 1999
  14. ^ a b c d Rhee and Choi 1992
  15. ^ see Rhee and Choi 1992
  16. ^ a b Ahn 2000
  17. ^ Crawford and Lee 2003:91
  18. ^ Lee 2001
  19. ^ a b c d Bale and Ko 2006
  20. ^ Bale, Martin T. "Excavations of Large-scale Megalithic Burials at Yulha-ri, Gimhae-si, Gyeongsang Nam-do" in Early Korea Project. Korea Institute, Harvard University. Retrieved 08 November 2007

Pustaka

sunting
  • Nelson, Sarah M. 1993 The Archaeology of Korea. Cambridge University Press, Cambridge.

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting