Nagasena
Nāgasena adalah seorang kaum Brahmana yang menjadi seorang biksu Buddhis dan hidup sekitar 150 sebelum Masehi. Jawaban-jawabannya atas pertanyaan tentang ajaran Buddha yang diajukan oleh Raja Menander I (Pali: Milinda), seorang raja Indo-Yunani di kawasan barat laut India (sekarang Pakistan), terekam dalam catatan berjudul Milinda Pañha.
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | nilai tidak diketahui |
Kematian | nilai tidak diketahui |
Data pribadi | |
Agama | Buddhisme |
Kegiatan | |
Pekerjaan | Misionaris |
Periode aktif | (Floruit (en) : 4 abad–2 abad SM ) |
Asal Usul Nama
suntingDalam bahasa Sansekerta, naga berarti ular atau naga, dan juga bisa berarti makhluk separuh ular separuh manusia dalam banyak mitologi Asia. Sena berarti prajurit atau pasukan. Dengan demikian nama nagasena bisa diartikan sebagai "pasukan para naga", yang menggambarkan kekuatan supernaturalnya yang tinggi.
Milinda Panha
suntingDiakui naskah ini mengalami penambahan oleh beberapa penulis dengan mengikuti pola "Pertanyaan dan Jawaban" sebagaimana yang terdapat pada naskah aslinya. Versi yang ada saat ini terlalu panjang dan memiliki ciri-ciri adanya beberapa penulis pada beberapa bagian akhir. Naskah ini menyebutkan bahwa Nagasena mempelajari Tripitaka di bawah bimbingan seorang guru buddhis Yunani bernama Dhammarakkhita di dekat Pātaliputta. Dia juga mencapai bodhi/pencerahan dan menjadi seorang arahat.
Tokoh-tokoh lain yang disebutkan dalam naskah ini adalah ayah Nagasena Soñuttara, gurunya Rohaa, Assagutta dari Vattaniya dan seorang guru lainnya bernama Āyupāla dari Sankheyya dekat Sāgala.
Tradisi Thai
suntingMenurut tradisi, Nagasena membawa sebuah patung Buddha pertama ke Thailand yaitu Buddha Zamrud Emerald Buddha. Menurut legenda ini, Emerald Buddha ini sedianya akan dibuat di India pada tahun 43 SM oleh Nagasena di kota (sekarang Patna).
Nagasena tidak diketahui muncul dalam sumber lainnya selain Milinda Panha dan legenda ini.
Penggambaran
suntingNagasena adalah salah satu dari 18 Lohan atau Arahat, serupa dengan Santa dalam agama Kristen. Patung menggambarkan dia sebagai seorang biksu tua yang botak, yang sedang menggaruk telingany dengan sebuah tongkat kecil yang menyimbolkan pemurnian indra pendengaran. Demikian pula para penganut Buddha seharusnya menghindari mendengarkan gosip dan hal-hal tidak masuk akal lainnya sehingga mereka selalu sadar untuk mendengarkan kebenaran.