Museum Loka Budaya Universitas Cendrawasih
Museum Loka Budaya[1] merupakan salah satu museum di Jayapura yang berada di Kawasan Universitas Cendrawasih di Abepura, Indonesia.[2] Museum ini didirikan pada tahun 1970 dan diresmikan oleh Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada masa itu, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra pada 1 Oktober 1973.[3]
Didirikan | 1970 |
---|---|
Lokasi | Universitas Cendrawasih di Abepura |
Jenis | Museum |
Situs web | https://indonesia.go.id/kategori/budaya/3325/museum-loka-budaya-tempat-terbaik-belajar-sejarah-papua |
Museum Loka Budaya termasuk ke dalam kategori museum “terbatas” yaitu hanya menyimpan benda atau hasil karya manusia baik individu atau kelompok yang asli, sederhana, juga sangat rapuh karena terbuat atau dibuat dari bahan dasar kayu, kulit kayu, daun, tali, bulu atau kulit hewan, daun, dan akar. Juga terbatas dalam mencari dan mengoleksi benda-benda budaya dari suku-suku bangsa di tujuh wilayah adat di Papua.[3]
Sejarah
suntingMulanya, pembangunan museum ini adalah keinginan seorang arkeolog Amerika Michael Rockefeller untuk mengoleksi patung Suku Asmat dan memanjangnya di Museum New York.[4] naas, kapal yang ditumpangi Rockfeller terbalik karena diterjang badai sehingga koleksi patung-patung Suku Asmat tersebut tertinggal di Papua yang kemudian dibuatkan museum yang didanai oleh Rockefeller Foundation.[3]
Pendirian Museum Loka Karya ini mendapatkan banyak bantuan dari jutawan Amerika yang menggilai Budaya Papua John Rockefeller, Pemerintah Belanda, Arkeolog serta antropolog yang pernah melakukan penelitian di Papua juga pemerintah sipil dan TNI.[3]
Pada awalnya, Museum Loka Budaya berada di bawah Lembaga Antropologi Universitas Cenderawasih. Namun dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1980 tentang Penataan Organisasi Perguruan Tinggi/Institut Negeri, maka lembaga Antropologi, khususnya bagian penelitian dilebur menjadi Pusat Penelitian Universitas Cenderawasih. Sedangkan Museum Loka Budaya tidak tertampung dalam struktur unit lainnya. Sehingga, pada 1990 dikeluarkan Surat Keputusan Rektor tanggal 4 Juli 1990 nomor: 1698/PT.23.H/C/1990, yang menjadikan Museum Loka Budaya sebagai UPT berada di bawah pengawasan Rektor Universitas Cenderawasih.[3]
Koleksi
suntingMuseum Loka Budaya menyimpan koleksi yang berjumlah 2.000.[5] Koleksi utama museum ini adalah benda etnografi yang berasal dari 270 suku di Papua yang terdiri dari: peralatan dapur, peralatan bercocok tanam, berburu dan menangkap ikan, busana dan perhiasan, peralatan perang, peralatan membayar harta (mas kawin, denda, dan lainnya), benda-benda sakral, alat transportasi dan alat-alat musik. Koleksi terbanyak adalah berbagai jenis patung dan ukiran Asmat serta hiasan dinding dan lukisan.[3]
Beberapa koleksi yang bisa dijumpai di Museum Loka Budaya adalah:[3]
Perisai (Hakalyake)
suntingPerisai yang terbuat dari kayu, bermotif dengan warna dari tanah liat dan getah pohon yang hanya dibuat atau dikerjakan oleh laki-laki. Koleksi ini diperkirakan berumur 190 tahun dan dikoleksi pada 1977, yang disumbangkan oleh etnolog jerman, Wolfgan Nelke yang berasal dari suku Mek di Eipumek, Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan.
Patung Leluhur/ Nenek Moyang (Korwar)
suntingPatung Korwar terbuat dari kayu yang diperkirakan berumur 220 tahun dan dikoleksi pada tahun 1973. Patung ini berasal dari Biak, Biak Numfor.
Senjata Pemukul (Kupa)
suntingKoleksi ini diperkirakan berusia 150 tahun dan dikoleksi pada tahun 1973. Berasal dari Kimam, Kabupaten Merauke. Pada masa kanibalisme masih dilakukan, senjata ini digunakan oleh masyarakat Kimam & Asmat untuk mengeluarkan otak musuh.
Tengkorak Musuh (Ndoakus)
suntingTengkorak kepala manusia (musuh) ini berasal dari Asmat, kabupaten Asmat dan diperkirakan berumur 150 tahun dan dikoleksi pada tahun 1973.
Kapak Batu Kecil (Yaga)
suntingYaga terbuat dari batu yang diikat dari anyaman serat kulit kayu, dan koleksi ini diperkirakan berumur 120 tahun, dan dikoleksi pada tahun 1973. Berasal dari Suku Dani, Kabupaten Jayawijaya. Yaga digunakan dalam ritual berduka oleh suku Dani, dimana dalam keadaan sangat sedih atau terlalu berduka, maka mereka akan memotong/mutilasi salah satu jari tangan mereka dengan yaga.
Patung Ular (Rami Ro-ebui)
suntingPatung ini terbuat dari pohon sejenis mangrove atau bakau. Patung Ular ini diperkirakan berumur 300 tahun dan dikoleksi pada tahun 1973. Berasal dari Kampung Ayapo, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura.
Alat musik
suntingDi museum ini juga terdapat peralatan musik dari berbagai suku yang ada di Papua, seperti tifa, terompet, stand bass, dan peralatan budaya lain yang dapat menghasilkan bunyi seperti koteka dan ikat pinggang yang dimiliki oleh Suku Walsa di Waris.[2]
Fasilitas
suntingMuseum ini dilengkapi fasilitas ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang perupustakaan, ruang penyimpanan koleksi dan toilet.
Referensi
sunting- ^ "Museum Loka Budaya Jayapura". Informasi Situs Budaya Indonesia. 2017-12-29. Diakses tanggal 2019-07-06.
- ^ a b Yewen, Roberthus; Kurniati, Phytag (2022-07-28). "Menengok Museum Loka Budaya yang Disebut Tertua di Papua". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2024-05-22.
- ^ a b c d e f g Yonggom, Aplonia D. (2022-01-23). "MUSEUM LOKA BUDAYA UNIVERSITAS CENDERAWASIH SEBAGAI SUMBER KEBENDAAN DALAM PENULISAN SEJARAH LOKAL TRADISIONAL DI PAPUA". NOKEN : Jurnal Pengelolaan Pendidikan. 2 (2): 72–86. doi:10.31957/noken.v2i2.1877. ISSN 2745-7788.
- ^ "Museum Loka Budaya". TripTrus. Diakses tanggal 2019-07-06.
- ^ Direktori Museum Indonesia. Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. hlm. 786.