Morfologi tumbuhan

Morfologi tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari bentuk fisik dan struktur tubuh dari tumbuhan, morfologi berasal dari bahasa Latin morphus yang berarti wujud atau bentuk, dan logos yang berarti ilmu.[1][2] Morfologi tumbuhan berbeda dengan anatomi tumbuhan yang secara khusus mempelajari struktur internal tumbuhan pada tingkat mikroskopis.[3] Morfologi tumbuhan berguna untuk mengidentifikasi tumbuhan secara visual, dengan begitu keragaman tumbuhan yang sangat besar dapat dikenali dan diklasifikasikan serta diberi nama yang tepat untuk setiap kelompok yang terbentuk, ilmu yang mempelajari klasifikasi serta pemberian nama tumbuhan adalah taksonomi tumbuhan.[2][4]

Irisan melintang bunga sakura Jepang (Prunus serrulata). Bentuk bunga menjadi penciri penting dalam taksonomi tumbuhan.

Morfologi tumbuhan tidak hanya menguraikan bentuk dan susunan tubuh tumbuhan saja, tetapi juga untuk menentukan fungsi dari masing-masing bagian dalam kehidupan tumbuhan, dan selanjutnya juga berusaha mengetahui dari mana asal dan susunan tubuh yang terbentuk.[4] Informasi morfologi dibutuhkan dalam pemahaman siklus hidup, penyebaran geografis, ekologi, evolusi, konservasi, serta pendefinisian spesies.[5]

Sejarah dan perkembangan

sunting
 
Johann Wolfgang von Goethe, seorang ilmuwan yang berpengaruh dalam ilmu morfologi tumbuhan. Salah satu konsep yang dipublikasikannya adalah Urpflanze.[6]

Morfologi tumbuhan diperkenalkan pertama kali oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman yaitu Johann Wolfgang von Goethe pada tahun 1790.[7] Sejarah perkembangan morfologi tumbuhan berpusat di Jerman, selain Goethe tokoh lain yang paling berpengaruh antara lain yaitu: Wilhelm Hofmeister, Karl von Goebel, Walter Zimmermann, dan Wilhelm Troll.[7] Metode yang digunakan oleh Goethe adalah morfologi komparatif atau tipologi yang berpandangan bahwa meskipun organ pada tumbuhan berbunga menunjukkan keragaman, terdapat sebuah bentuk rancangan dasar yang disebut Bauplan yang mendasari keragaman bentuk tubuh tumbuhan tersebut.[6] Studi morfologi di Jerman melibatkan perbedaan pandangan dan perdebatan oleh masing-masing ilmuwan. Goethe yang hanya bisa menerima konsep jenis tumbuhan sedangkan Zimmermann yang hanya menerima kelompok secara alami terbentuk melalui evolusi serta berasal dari nenek moyang yang sama.[8] Pada saat yang sama, Agnes Arber pada tahun 1950 mempublikasikan kelompok alami tumbuhan, yang berangkat dari pandangan bahwa perkembangan tumbuhan akan terjadi terus-menerus.[8] Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Goethe sampai melalui sejarah perdebatan antar ilmuwan, konsep morfologi tumbuhan telah berkembang dan diterima secara umum bahwa tumbuhan merupakan organisme yang berkembang melibatkan aspek dasar botani yaitu: morfologi, dimensi, fungsi, dan anatomi; Fungsinya pun berkembang selaras dengan evolusi organisme moyangnya.[9]

Urpflanze

sunting
 
Gambaran konsep Urpflanze (tumbuhan moyang) dari J.W. von Goethe. Cetak cukil kayu karya P.J.F. Turpin.

Urpflanze merupakan konsep tumbuhan moyang yang menggambarkan asal-muasal keberagaman bentuk tumbuhan.[10] Konsep urpflanze diperkenalkan oleh Goethe melalui publikasinya berjudul Metamorfosis tumbuhan (bahasa Inggris:The Metamorphosis of Plants) pada tahun 1978, ide Goethe mengenai konsep urpflanze berawal dari sebuah pertanyaan “bagaimana saya dapat mengetahui kalau suatu bentuk merupakan sebuah tumbuhan kalau itu semua tidak tercipta dan berasal dari suatu ‘bentuk dasar’ yang sama?”.[10] Pada tahun 1786 sampai 1788 Goethe melakukan perjalanan ke Italia, pada saat itu pengetahuan tentang tumbuhan dan botani belum begitu menjadi perhatian, bahkan diabaikan.[11] Perjalanannya ke Italia dilakukan secara bertahap, sembari mengembangkan dan memodifikasi konsep urpflanze yang tercatat pada buku catatannya.[11] Bersamaan dengan perjalanannya ke Italia Goethe mengembangkan dan memodifikasi konsep urpflanze secara bertahap.[11] Dalam buku catatan perjalanannya, Goethe sendiri berpendapat bahwa tanaman moyang dalam konsep urpflanze akan menjadi mahluk paling aneh di dunia, namun dengan model tumbuhan moyang ini akan mungkin untuk terus-menerus tercipta berbagai jenis tumbuhan yang eksistensinya dapat diterima secara logis; artinya, jika tumbuhan moyang itu tidak benar benar ada, keberadaanya tetap logis, karena mereka bukan sekadar imajinasi yang sia-sia, namun merupakan sebuah proses pencarian kebenaran dan kebutuhan batin.[6][11] Beberapa teori botani modern mulai menyetujui konsep pemikiran awal Goethe seperti pada penemuan dalam studi genetika pada tumbuhan berbunga yang menunjukkan, bahwa tampaknya terdapat suatu gen tunggal yang memicu munculnya bunga.[11] Penemuan ini dianggap telah mengkonfirmasi teori yang diajukan Goethe, bahwa organ-organ yang berbeda dalam bunga, seperti kelopak dan benang sari, dan semua variasi yang terbentuk berada pada satu tema "Bauplan".[11]

Biologi molekular

sunting

Seiring dengan berkembangnya biologi molekular, data morfologi juga ikut disertakan untuk mempelajari hubungan antara kelompok moyang tumbuhan sebagai asal usulnya dalam studi filogeni.[5] Salah satu bentuk penggunaan data morfologi dalam studi filogeni adalah dengan mengkombinasikannya dengan data struktur molekul atau sekuens.[12] Studi morfologi tumbuhan, genetika, dan biogeografi dapat menjadi cara untuk menelusuri populasi tumbuhan moyang dan juga bagi populasi yang sering terseleksi.[5] Penelusuran populasi tersebut berfungsi untuk melestarikan karakteristik morfologi tumbuhan.[5]

Ruang lingkup

sunting
Contoh tumbuhan paku (atas), dan tumbuhan berbiji (bawah), keduanya merupakan golongan tumbuhan yang menjadi bahasan morfologi tumbuhan karena bagian-bagiannya terdiferensiasi secara nyata (dapat dibedakan).[4]

Definisi dari morfologi tumbuhan adalah “studi tentang perkembangan bentuk, dan struktur tumbuhan, yang berimplikasi upaya untuk menginterpretasi berdasarkan kesamaan asal dan tujuan”.[13] Fokus dari morfologi tumbuhan adalah bentuk dan susunan luar tubuh tumbuhan pada tumbuhan yang telah terdiferensiasi yang termasuk dalam kelompok kormus (Cormophyta).[4] Sedangkan golongan lain: Cyanobacteria, Thallophyta, dan Bryophyta yang masuk kedalam bahasan anatomi tumbuhan karena tubuhnya belum terdiferansiasikan.[4] Sehingga hanya dua golongan tumbuhan yang menjadi bahasan morfologi tumbuhan yaitu: Pteridophyta (tumbuhan paku), dan Spermatophyta (tumbuhan biji).[4] Studi tentang morfologi tumbuhan harus melihat dari tiga aspek utama yang merepresentasikan arti dan fakta dari studi morfologi, yaitu: deskripsi secara lisan dari suatu bentuk, klasifikasi bentuk, genesis bentuk atau morfogenesis.[14]

Sistematika tumbuhan dan morfologi tumbuhan saling bersinggungan, meskipun begitu keduanya merupakan disiplin ilmu yang berbeda dengan fokus dan tujuan yang berbeda pula.[7] Sistematika lebih menekankan homologi atau kesamaan dari dua spesies dengan asal nenek moyang yang sama, sedangkan morfologi menekankan pada analogi atau konvergensi.[7] Praktik dua disiplin ilmu ini bekerja secara berlawanan, sistematika menggunakan karakteristik morfologi untuk mengelompokan keragaman kedalam subunit taksonomi-nya, sedangkan morfologi tumbuhan menggunakan keragaman tersebut untuk menyimpulkan dasar-dasar bentuk tanpa memperhatikan hubungan sistematikanya.[7]

Deskripsi

sunting

Keragaman bentuk tumbuhan sangat beragam bahkan tak terbatas, sehingga tidak akan pernah mungkin untuk membeberikan istilah untuk semua bentuk yang ada.[14] Beberapa kategori yang sering muncul dikelompokkan dan diberi nama, contohnya Angiospermae: jumlah bentuk daunnya tidak terhitung dan bahkan dalam satu tumbuhan setiap daun dapat berbeda secara ukuran dan bentuk, meskipun sesuai dengan bentuk umum seperti lonjong, linear, lanset, dan lainnya.[14] Misalnya bentuk lonjong menunjukkan bentuk yang lebih panjang dibandingkan dengan luasnya, tidak ada batasan yang jelas antar dimensi sehingga hal ini yang mengakibatkan jumlah variasi bentuk yang tidak terbatas.[14] Deskripsi teknis dari bentuk botani merupakan petunjuk yang paling mungkin digunakan ketika ditemukan bentuk yang tidak seorang pun pernah melihat secara langsung bentuk tersebut, sehingga ilustrasi visualnya dapat tergambarkankan.[14]

Klasifikasi

sunting

Seluruh bidang klasifikasi botani didasarkan pada variasi dalam bentuk keseluruhan organ dan bagian yang berbeda dalam tubuh tumbuhan.[14] Bentuk dari suatu tumbuhan merupakan gabungan dari setiap bagian yang menjadi kesatuan, namun bukan untuk menyatakan bagian-bagian yang sangat rinci.[14] Seluruh bentuk individu dan semua individu yang memiliki tingkat kemiripan tertentu, sebagian besar ditentukan secara subjektif dan dilambangkan dengan tata nama binomial yang memang merupakan istilah untuk bentuk yang paling kompleks.[14] Istilah yang digunakan untuk takson yang lebih tinggi akan lebih komprehensif sehingga kurang konkret secara bentuk visual.[14]

Morfogenesis

sunting

Morfogenesis merupakan aspek studi yang mempelajari bagaimana suatu organ atau bagian dapat terbentuk.[14] Kajian aspek morfogeneis dalam ilmu morfologi tumbuhan melibatkan studi pemahaman inisiasi dan perubahan dari sebuah organ dan bagian (termasuk yang sedang mengalami pertumbuhan), serta mekanisme yang mengakibatkan perubahan bahkan yang terjadi secara spesifik.[14] Proses inisiasi dan konstruksi dari berbagai bentuk terjadi sampai dengan tingkat sel.[14]

Tata nama

sunting

Setiap daerah memiliki nama lokal untuk masing-masing tumbuhan atau bentuk organ yang dikenal oleh orang awam, sehingga suatu tumbuhan atau organ tumbuhan dapat memiliki berbagai macam nama.[2] Komunikasi antar ilmuwan botani harus menggunakan istilah yang dapat dimengerti oleh semua orang dan bersifat universal, istilah dan nama ilmiah yang menyangkut takson-takson tumbuhan diatur dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (bahasa Inggris: International Code of Botanical Nomenclature) yang merupakan kesepakatan ahli-ahli ilmu tumbuhan seluruh dunia yang ditetapkan pada kongres internasional.[2] Kode Internasional Tatanama Tumbuhan berisi tentang ketentuan yang berkaitan dengan morfologi dan terminologi. Penggunaan nama ilmiah merupakan kesepakatan ilmuwan seluruh dunia, pemilihan nama ilmiah bertujuan untuk menghindari timbulnya makna yang berbeda serta dapat dimengerti oleh semua orang di manapun berada, untuk itu dalam ilmu morfologi tumbuhan pada penulisan nama lokal tetap menyertakan padanan nama ilmiahnya.[2] Pemberian nama pada suatu takson atau spesies baru yang belum pernah dikenal sebelumnya harus melalui publikasi yang sahih berupa barang cetakan yang didistribusikan kepada umum, dalam pemberian nama takson harus mengikuti pemberian nama yang sesuai dengan ketentuan serta menyertakan deskripsi lengkap atau diagnosis yang ditulis dalam bahasa Latin.[2]

Fungsi dari morfologi tumbuhan adalah untuk menggambarkan bagaimana wujud atau bentuk tumbuhan dengan deskripsi.[2] Deskripsi dari bentuk tumbuhan sangat penting karena jika hanya sekadar nama tidak akan menggambarkan dengan jelas bagaimana wujud tumbuhan tersebut.[2] Pendeskripsian mengenai wujud dan suatu bentuk tubuh tumbuhan menggunakan istilah atau terminologi berupa kata-kata tertentu untuk mengungkapkan makna yang tertentu pula.[2]

Bagian-bagian tumbuhan

sunting
 
Diagram bagian-bagian tumbuhan

Bagian tumbuhan yang secara nyata dapat menunjukkan perbedaan (diferensiasi) dinamakan kormus yang merupakan bagian pokok tumbuhan, terdiri dari tiga bagian yaitu:[15]

  1. Akar (radix).[15]
  2. Batang (caulis).[15]
  3. Daun (folium).[15]

Organ-organ lain dapat digolongkan sebagai organ sekunder karena terbentuk dari modifikasi bagian pokok atau kombinasi bagian-bagian pokok yaitu:[15]

Selain itu pada organ tumbuhan tertentu dapat ditemukan alat-alat lain yang biasanya lebih kecil atau lebih halus yang dinamakan alat tambahan atau alat pelengkap (organa accessoria), misalnya:[15]

  • Rambut atau bulu (pilus).[15]
  • Sisik (lepis).[15]
  • Lentisel (lenticulus).[15]

Alat hara

sunting

Masing-masing organ tumbuhan memiliki fungsi untuk menunjang kehidupan tumbuhan, organ yang berkaitan dengan pencarian serta penyerapan makanan bagi tumbuhan disebut alat hara (organum nutritivum) yang terdiri dari daun, batang, dan akar.[15]

Morfologi daun

sunting
 
Bentuk daun ;a. pedang/belati, b. jarum, c. linear, d. lanset, e. lanset oval, f. bulat telur, g. telur pipih, h. oval meruncing, i. sudip, j. bulat telur, k. lingkaran, l. ginjal, m. jantung terbalik, n. jantung, o. belah ketupat, p. berbagi menyirip, r. tombak s. anak panah, t. segitiga.[16]

Daun merupakan alat hara yang hanya terletak pada batang dan tidak pernah terdapat pada bagian lain, bagian batang tempat duduk atau melekatnya daun dinamakan buku-buku (nodus) batang, sedangkan tempat di atas daun yang berupa sudut antara batang dan daun dinamakan ketiak daun (axilla).[16] Pada sebagian besar Angiospermae bagian-bagian daun dapat dibedakan antara lain; dasar daun, tangkai daun, dan helai daun.[17] Daun dibagi terbagi menjadi daun tunggal dan daun majemuk, pada daun majemuk terdapat sejumlah anak daun yang melekat pada tangkai daun atau perpanjangannya pada sumbu (rachis) yang sama.[17] Anak daun yang muncul pada sisi lateral dari sumbu disebut daun majemuk bersirip, sedangkan jika semua anak daun muncul pada ujung sumbu yang amat pendek sehingga dapat dikatakan melekat pada ujung tangkai daun bersama maka daun seperti itu disebut daun majemuk menjari.[17] Selain itu terdapat lagi daun majemuk bangun kaki dan daun majemuk campuran, pembagian daun majemuk sebagai berikut:[16]

  • Daun majemuk menyirip (Pinnatus)[16]
  1. Daun majemuk menyirip beranak daun satu (unifoliolatus)[16]
  2. Daun majemuk menyirip genap (abruptepinnatus)[16]
  3. Daun majemuk menyirip ganjil (imparipinnatus)[16]
selain itu dapat pula penggolongan daun majemuk menyirip berdasarkan kedudukan anak daun pada ibu tangkainya:[16]
  1. Menyirip berpasangan.[16]
  2. Menyirip berseling.[16]
  3. Menyirip berselang-seling.[16]
pada daun menyirip ganda dapat dibedakan menurut tingkat kedudukan pada ibu tangkainya, antara lain:[16]
  1. Majemuk menyirip ganda dua (bipinnatus), jika anak daun berada pada cabang tingkat satu dari ibu tangkai.[16]
  2. Majemuk menyirip ganda tiga (tripinnatus), jika anak daun berada pada cabang tingkat dua dari ibu tangkai.[16]
  3. Pada posisi anak daun pada tingkat berikutnya dinamakan menyirip ganda empat, namun pada umumnya jarang ditemukan daun yang menyirip ganda lebih dari tiga.[16]
  • Daun majemuk menjari (Palmatus atau Digitatus)[16]
  1. Daun majemuk menjari beranak dua (bifoliolatus), pada ujung ibu tangkai terdapat dua anak daun contohnya pada daun Cynometra cauliflora L.[16]
  2. Daun majemuk menjari beranak daun tiga (trifoliolatus), pada ujung ibu tangkai terdapat tiga anak daun contohnya pada daun para atau karet (Hevea brasiliensis)[16]
  3. Daun majemuk menjari beranak daun lima (quinquefoliolatus), pada ujung ibu tangkai terdapat tiga anak daun contohnya pada daun Gynandropsis pentaphylla[16]
  4. Daun majemuk menjari beranak daun tujuh (septemfoliolatus), pada ujung ibu tangkai terdapat tujuh anak daun contohnya pada daun randu (Ceiba pentandra).[16]
  • Daun majemuk bangun kaki (Pedatus), daun ini memiliki susunan mirip daun majemuk menjari, tetapi dua anak daun paling pinggir tidak duduk pada ibu tangkai melainkan pada tangkai anak daun yang di sampingnya.[16]
  • Daun majemuk campuran (Digitatopinnatus), berupa daun majemuk ganda yang memiliki cabang-cabang ibu tangkai memencar seperti pada jadi dan terdapat anak-anak daun yang menyirip, singkatnya daun majemuk campuran merupakan campuran susunan yang menjari dan menyirip.[16]

Morfologi batang dan akar

sunting

Batang dan akar merupakan bagian yang dapat diibaratkan sebagai sumbu tumbuhan.[16][17] Batang akan membentuk tajuk melingkupi percabangan yang berakhir sampai daun, sedangkan akar akan membentuk perakaran berbentuk cabang-cabang akar yang berakhir sampai ujung akar.[16][17]

Fungsi dari batang antara lain: mendukung bagian tumbuhan yang berada diatas tanah, memperluas bidang penyerapan sinar matahari sekaligus memposisikan bagian-bagian tumbuhan agar berada pada posisi yang paling menguntungkan, jalan pengangkutan air dan zat makanan, dan menjadi tempat penimbunan cadangan makanan.[16] Bagian ujung sumbu batang merupakan titik tumbuhnya yang dikelilingi oleh daun muda.[17] Bentuk batang pada tumbuhan biji belah (Dicotyledoneae) bagian bawah umumnya lebih besar dan semakin mengecil pada bagian ujung, sedangkan pada tumbuhan biji tunggal (Monocotyledoneae) memiliki batang yang dari pangkal sampai ujung besarnya tidak begitu berbeda, hanya beberapa golongan saja yang bagian pangkalnya membesar seperti pada bermacam suku pinang-pinangan.[16]

Akar merupakan bagian bawah dari sumbu tumbuhan yang biasanya berkembang di bawah permukaan tanah, namun ada juga akar yang tumbuh di atas tanah.[16] Bagian-bagian akar dapat dibedakan menjadi; pangkal akar (collum), bagian akar yang berdekatan dengan pangkal batang; ujung akar (apex radicis), bagian akar yang paling muda terdiri atas jaringan yang masih aktif mengalami pertumbuhan; batang akar (corpus radicis), bagian yang berada di antara pangkal dan ujung akar; cabang akar (radix lateralis), bagian yang keluar dari akar pokok dan masih dapat membentuk percabangan lagi; serabut akar (fibrilla radicalis) cabang-cabang akar yang halus dan berbentuk serabut; rambut akar (pillus radicalis) bagian yang sebenarnya berupa tonjolan sel-sel kulit luar jaringan bentuknya menyerupai rambut; tudung akar (calyptra) terdapat pada bagian ujung akar yang berfungsi melindungi ujung akar yang masih muda.[16]

Alat perkembangbiakan

sunting

Bagian tubuh tumbuhan yang dapat tumbuh kembali menjadi individu baru dinamakan alat perkembangbiakan (organum reproductivum, diaspora, propagulum, disseminulum).[18] Alat perkembangbiakan dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu:[18]

  1. Alat perkembangbiakan vegetatif alami, yang terjadi menurut sifat bawaan tumbuhan itu sendiri, misalnya; umbi batang pada tanaman kentang, umbi lapis pada berbagai jenis tumbuhan suku: Liliaceae dan Amaryllidaceae, rimpang pada tumbuhan (Canna edulis Kerr.), geragih pada tumbuhan arbe (Fragraria vesca L.), dan anakan pada pisang.[18]
  2. Alat perkembangbiakan vegetatif buatan, yang terjadi karena perbuatan sengaja oleh manusia, misalnya: stek, yaitu bagian alat hara yang dipisahkan dari induk (dipotong) dan kemudian dapat tumbuh kembali menjadi tumbuhan baru.[18]
  • Alat perkembangbiakan generatif, yaitu bagian tubuh tumbuhan yang terbentuk dengan didahului oleh peristiwa perkawinan.[18] Pada tumbuhan berbiji alat perkembangbiakan generatif adalah bijinya, biji terdapat dalam buah, dan buah berasal dari bunga.[18]
  1. Bunga (flos), pada suatu tumbuhan adakalanya hanya terdapat satu bunga saja, misanya pada (Zephyranthes rosea) namun pada umumnya pada suatu tumbuhan dapat ditemukan banyak bunga.[18] Tumbuhan yang hanya menghasilkan satu bunga saja dinamakan tumbuhan berbunga tunggal (planta uniflora), sedangkan tumbuhan yang menghasilkan bunga lebih dari satu disebut tumbuhan berbunga banyak (planta multiflora).[18]
  2. Buah (fructus).[18]
  3. Biji (semen).[18]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ (Inggris) Raven, P. H., et. al. (2005). Biology of Plants, 7th ed. New York: W. H. Freeman. ISBN 0-7167-1007-2. 
  2. ^ a b c d e f g h i Tjitrosoepomo, Gembong (2009). "Penerapan Morfologi dan Peristilahannya dalam Mencandra Tumbuhan". Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 254-263. ISBN 979-420-241-X. 
  3. ^ (Inggris) Evert, Ray Frankin (2006). Esau's Plant anatomy: meristems, cells, and tissues of the plant body – their structure, function and development. New Jersey: Wiley. ISBN 0-471-73843-3. 
  4. ^ a b c d e f Tjitrosoepomo, Gembong (2009). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 1-2. ISBN 979-420-241-X. 
  5. ^ a b c d (Inggris) Bouchra Douaihy, Karolina Sobierajska, Anna Katarzyna Jasińska, Krystyna Boratyńska, Tolga Ok, Angel Romo, Nathalie Machon, Yakiv Didukh, Magda Bou Dagher-Kharrat and Adam Boratyński (18 April 2012). "Morphological versus molecular markers to describe variability in Juniperus excelsa subsp. excels (Cupressaceae)" (PDF). AoB Plants. Oxford University Press. doi:10.1093/aobpla/pls013. 
  6. ^ a b c (Inggris) Mueller, B., And C. J. Engard (1952). Goethe’s botanical writings. Honololulu, Hawaii, USA: University Press of Hawaii. ISBN 0-918024-69-2. 
  7. ^ a b c d e (Inggris) Kaplan, Donald R. (2001). "The science of plant morphology: definition, history, and role in modern biology" (PDF). American Journal of Botany. Berkley: Academic Press. 88 (10): 1711–1741. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-12-11. Diakses tanggal 2014-04-06. 
  8. ^ a b (Inggris) Regine Claben-Bockhoff (14 August 2001). "Plant Morphology: The Historic Concepts of Wilhelm Troll, Walter Zimmermann and Agnes Arber" (PDF). Annals of Botany. Mainz, Germany: Academic Press. 88: 1153–1172. doi:10.1006/anbo.2001.1544. 
  9. ^ (Inggris) Daniel Barthelemy, And Yves Caraglio (11 January 2007). "Plant Architecture: A Dynamic, Multilevel and Comprehensive Approach to Plant Form, Structure and Ontogeny" (PDF). Annals of Botany. Berkley: Oxford University Press. 99: 375–407. doi:10.1093/aob/mcl260. 
  10. ^ a b (Inggris) Goethe, J.F. (2009). "introduction and photography by Gordon L. Miller". The Metamorphosis of Plants. Massachusetts: MIT Press. ISBN 978-0-262-01309-3. 
  11. ^ a b c d e f (Inggris) Gábor, Zemplén. "Form as Movement in Goethe's 'The Metamorphosis of Plants'". Derpartment of History & Philosophy of Science. Diakses tanggal 17 April 2014. 
  12. ^ (Inggris) Alexandra H. Wortley and Robert W. Scotland (2006). "The Effect of Combining Molecular and Morphological Data in Published Phylogenetic Analyses" (PDF). Society of Systematic Biologists. 55 (4): 677–685. doi:10.1080/10635150600899798. ISSN 1076-836X. 
  13. ^ (Inggris) Harold C. Bold, C. J. Alexoppoulos, and T. Delevoryas (1987). Morphology of Plants and Fungi, 5th ed. Harper-Collins. ISBN 0-06-040839-1. 
  14. ^ a b c d e f g h i j k l (Inggris) Periasamy, K.; Swamy, B. G. L. (1977-09-01). "The aim and scope of plant morphology — I". Proceedings of the Indian Academy of Sciences - Section B. Springer India. 86 (3): 181–187. ISSN 0370-0097. 
  15. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Tjitrosoepomo, Gembong (2009). "Kormus dan Bagian-bagiannya". Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 4-5. ISBN 979-420-241-X. 
  16. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab Tjitrosoepomo, Gembong (2009). "Alat Hara". Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 7-47. ISBN 979-420-241-X. 
  17. ^ a b c d e f Hidayat, Estiti B. (1995). Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: Penerbit ITB. ISBN 979-8591-40-2. 
  18. ^ a b c d e f g h i j k Tjitrosoepomo, Gembong (2009). "Alat perkembangbiakan (organum reproductivum)". Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 120-251. ISBN 979-420-241-X.