Pengurutan
- Untuk "sekuensing" dalam musik elektronik, lihat artikel sekuenser musik.
Dalam genetika dan biokimia, sekuensing berarti penentuan struktur primer (atau sekuens primer) rantai biopolimer tak bercabang. Sekuensing menghasilkan penggambaran linear simbolik yang disebut sekuens yang meringkas sebagian besar struktur tingkat atom atas molekul yang di-sekuensing. Sebagai contoh, sekuensing DNA akan menghasilkan sekuens DNA yang digambarkan sebagai untaian abjad lambang nukleotida-nukleotida penyusun DNA, yaitu "A" (nukleotida berbasa adenin), "T" (nukleotida berbasa timin), "G" (nukleotida berbasa guanin), dan "C" (nukleotida berbasa sitosin).
Sekuensing asam nukleat
suntingSekuensing DNA
suntingSekuensing DNA adalah proses penentuan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA. Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya [1][pranala nonaktif permanen]. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Pada metode sekuensing terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah. Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis.
Metode sekuensing DNA yang lain adalah metode Maxam dan Gilbert yang didasari oleh modifikasi kimiawi DNA yang dilanjutkan dengan pemotongan DNA [2]. Metode ini mulanya cukup populer, namun seiring dengan dikembangkannya metode terminasi rantai menjadi semakin mudah dan murah, metode sekuensing Maxam-Gilbert menjadi tidak populer.
Sekuensing RNA
suntingKadang kala sekuensing RNA diperlukan walaupun informasi yang dikandung RNA sudah terdapat di dalam DNA, khususnya pada eukariota. RNA lebih tidak stabil daripada DNA di dalam sel dan lebih rentan terhadap penguraian oleh enzim nuklease secara laboratorium. Dalam sekuensing RNA, metode yang umum digunakan adalah mula-mula membentuk fragmen DNA dari RNA tersebut dengan enzim transkriptase balik. Misalnya, DNA dapat disintesis dari cetakan mRNA dan disebut sebagai DNA komplementer (cDNA). Fragmen DNA tersebut kemudian dapat disekuensing dengan cara seperti yang disebutkan di atas.
Sekuensing protein
suntingSekuensing protein atau sekuensing peptida adalah penentuan urutan asam amino pada suatu protein atau peptida (oligopeptida maupun polipeptida). Metode untuk sekuensing protein umumnya melibatkan pemutusan ikatan yang diikuti dengan identifikasi asam amino.
Pada metode degradasi Edman, residu pada ujung-N (ujung amino) protein dipotong satu per satu dengan reaksi kimia. Setelah setiap pemotongan, residu asam amino yang telah dipotong tersebut dapat diidentifikasi menggunakan kromatografi. Prosedur tersebut diulangi untuk setiap residu asam amino. Kelemahan metode ini adalah bahwa polipeptida yang di-sekuensing tidak dapat lebih panjang dari 50–60 residu (dapat disiasati dengan memotong-motong polipeptida berukuran besar menjadi peptida-peptida berukuran lebih kecil sebelum dilakukan reaksi).
Metode sekuensing protein yang lain memanfaatkan spektrometri massa yang mampu mengukur massa peptida dengan tepat. Protein yang hendak di-sekuensing dipotong-potong secara enzimatik maupun kimia menjadi peptida-peptida yang kemudian dianalisis menggunakan spektrometri massa. Dalam proses spektrometri massa, peptida-peptida tersebut dipecah secara ionisasi, misalnya dengan bantuan laser pada metode matrix-assisted laser desorption ionization-time-of-flight spectrometry (spektrometri "ionisasi desorpsi laser dengan bantuan matriks"-"waktu terbang"/MALDI-TOF), kemudian ion-ion residu yang dihasilkan ditentukan massanya. Pada metode peptide mass fingerprinting ("penyidikjarian massa peptida"), data massa fragmen-fragmen peptida tersebut dianalisis secara bioinformatika dengan rujukan basis data besar asam nukleat untuk menentukan sekuens protein asalnya (secara statistika berdasarkan data asam nukleat pada basis data tersebut). Selain itu, sekuens protein juga dapat ditentukan langsung dengan spektrometri massa pada metode tandem mass spectrometry ("spektrometri massa tandem").
Jika gen penyandi suatu protein dapat diidentifikasi, saat ini jauh lebih mudah melakukan sekuensing DNA dari gen tersebut dan menentukan sekuens proteinnya dari sekuens DNA itu dibandingkan dengan harus melakukan sekuensing terhadap protein itu sendiri. Sebaliknya, penentuan sebagian sekuens asam amino suatu protein (biasanya dari salah satu ujung rantai proteinnya) dapat memungkinkan identifikasi klon pembawa gen tersebut.
Sekuensing polisakarida
suntingWalaupun polisakarida juga merupakan biopolimer (yang termasuk dalam karbohidrat dengan monomer monosakarida), tidaklah lazim untuk melakukan 'sekuensing' polisakarida, karena beberapa alasan. Walaupun banyak polisakarida yang berstruktur rantai lurus, banyak pula yang berstruktur bercabang. Terdapat banyak sekali jenis monosakarida yang dapat menyusun polisakarida dengan banyak macam cara ikatan kimia pula. Selain itu, alasan teoretis utama ketidaklaziman sekuensing polisakarida adalah bahwa masing-masing polimer lain yang disebutkan di atas secara umum dibentuk oleh satu jenis enzim berdasarkan 'cetakan' tertentu, sedangkan satu penggabungan monomer pada polisakarida dapat dibentuk oleh berbagai jenis enzim. Sering kali pembentukan ikatan polimer polisakarida tidaklah spesifik; bergantung pada enzim yang beraksi, satu dari beberapa jenis monomer dapat digabungkan. Hal ini dapat mengakibatkan terbentuknya sekelompok molekul yang mirip satu sama lain.
Referensi dan bacaan lanjutan
sunting- (Inggris) Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Walter, P. (2002) Molecular Biology of the Cell. Edisi ke-4. Garland Science: New York. ISBN 0-8153-3218-1. (Sekuensing protein dengan spektrometri massa)
- (Inggris) Berg, J. M., Stryer, L. et al. (2002) Biochemistry. W.H. Freeman & Co. ISBN 0-7167-4684-0. (Degradasi Edman di buku ini)