Transisi dari Sui ke Tang

(Dialihkan dari Masa Transisi Sui-Tang)

Masa transisi dari Sui ke Tang (Hanzi: 隋末唐初, Sui mo Tang chu) adalah masa peralihan dari Dinasti Sui ke Dinasti Tang yang penuh konflik dan pertumpahan darah. Pada masa itu, Tiongkok terpecah-pecah atas beberapa negara independen yang berumur pendek, negara-negara ini dipimpin oleh para mantan pejabat dan pemimpin militer Sui dan para pemimpin pemberontakan petani. Salah satu mantan jenderal Sui bernama Li Yuan akhirnya berhasil mempersatukan kembali Tiongkok dan mendirikan Dinasti Tang, ia menjadi kaisar pertamanya dengan gelar Kaisar Tang Gaozu. Periode ini berawal dari tahun 613 ketika Kaisar Yang dari Sui melakukan kampanye militer melawan Kerajaan Goguryeo, Korea. Perang yang gagal ini berujung tragedi bagi Tiongkok, banyak pasukan yang dikirim ke Korea tidak pernah kembali yang selanjutnya berakibat desersi di tubuh militer dan pemberontakan dari rakyat yang direkrut paksa untuk dikirim dalam kampanye berikutnya. Periode ini baru berakhir tahun 628 dengan dikalahkannya Kerajaan Liang, rezim separatis terakhir pimpinan Liang Shidu oleh Kaisar Tang Taizong (Li Shimin), putra Li Yuan dan kaisar kedua Tang.

Invasi Tiongkok atas Goguryeo dan awal pemberontakan

sunting

Hingga tahun 611, Tiongkok di bawah Dinasti Sui telah menikmati masa damai dan makmur sejak Kaisar Wen dari Sui mengalahkan Dinasti Chen (589) dan mempersatukan negara. Selama beberapa dekade tidak ada perang besar selain konflik perbatasan dengan Kerajaan Goguryeo dan suku Tujue Timur (Turki) yang menjadi negara protektorat Sui sejak kepemimpinan Qimin Khan, Ashina Rangan, serta sebuah konflik internal antara Yang Guang (yang kelak menjadi Kaisar Yang dari Sui tahun 604) dengan Yang Liang, Pangeran Han. Pada tahun 610, Raja Yeongyang (Gao Yuan) menolak memberi penghormatan pada Kaisar Yang, hal ini membuat Kaisar Yang murka dan menyusun rencana untuk menyerang Goguryeo. Baik kaisar maupun rakyat Tiongkok yakin kampanye militer ini akan berjalan mulus.

Namun perang itu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sumber daya manusia dan kebutuhan perang, seperti makanan, bahan-bahan untuk membangun armada dan alat-alat perang dikirim ke basis operasi di pos militer Zhuo (sekarang Beijing). Hal ini menyebabkan kekacauan peredaran hasil pertanian karena sebagian besar dipakai untuk berperang, kelaparan melanda berbagai wilayah terutama di bagian utara Tiongkok. Mereka yang dipilih untuk mengirim persediaan logistik ke pos militer Zhuo banyak yang meninggal dalam perjalanan. Pada tahun 611, orang-orang yang direkrut paksa itu mulai berani memberontak, pemberontakan petani meletus di bawah pimpinan Wang Bo dan Liu Badao. Saat itu kaisar belum menganggap serius pemberontakan-pemberontakan itu, ia hanya mengerahkan milisi lokal bentukan pemerintah, tetapi mereka tidak becus menangani pemberontakan yang dari hari ke hari semakin bertumbuh.

Tanpa memedulikan penderitaan rakyat, Kaisar tetap mengirimkan ekspedisi militer pertamanya ke Goguryeo tahun 612 dengan pasukan berjumlah sekitar satu juta orang. Pasukan besar itu menyeberangi Sungai Liao dan memasuki perbatasan Goguryeo. Kaisar sendiri secara pribadi memimpin pasukannya mengepung kota Liaodong (sekarang Liaoyang, Liaoning), sementara itu ia mengirimkan Jenderal Yuwen Shu dan Yu Zhongwen memimpin sisa pasukannya memasuki wilayah Goguryeo menuju ke ibu kotanya, Pyongyang. Disana mereka bergabung dengan armada yang dipimpin oleh Jenderal Lai Hu’er. Namun Kaisar Yang tidak pernah bisa merebut Liaodong, Yuwen dan Yu sebelum mencapai Pyongyang sudah dihadang oleh Jenderal Eulji Mundeok dari Goguryeo, mereka kalah dalam Perang Salsu hingga terpaksa harus mundur dengan meninggalkan banyak korban di pihaknya. Musim gugur tahun itu, kaisar terpaksa membatalkan kampanye militer itu dan mundur. Dalam perang ini Tiongkok berhasil memperoleh sedikit daerah namun dengan korban jiwa sebesar kurang lebih 300.000 orang.

Tahun 613, Kaisar Yang kembali mengirimkan kampanye militer kedua ke Korea, padahal pemberontakan petani di dalam negeri semakin banyak dan serius. Sekali lagi ia memimpin pasukannya ke Liaodong untuk mengepung kota itu kedua kalinya, sementara itu Yuwen Shu dan Yang Yichen diperintahkan untuk menyerbu Pyongyang. Namun ketika kaisar sedang di Liaodong, Jenderal Yang Xuan'gan, yang bertugas mengatur lalu-lintas perbekalan di dekat ibu kota timur, Luoyang, memberontak, ia memimpin pasukannya menyerbu Luoyang. Mendengar kabar ini, kaisar terpaksa menarik mundur pasukannya dari Liaodong. Yuwen Shu dan Qutu Tong diperintahkan untuk menyelamatkan Luoyang. Keduanya bergabung dengan Fan Zigai dan Wei Wensheng yang masing-masing adalah komandan tertinggi penjaga kota Luoyang dan ibu kota barat Chang’an (sekarang Xi'an, Shaanxi). Pemberontakan ini pada akhirnya berhasil ditumpas, Yang bunuh diri dalam pelariannya, keluarga dan pengikutnya dihukum mati dengan kejam, tetapi pemberontakan demi pemberontakan terus meletus di berbagai daerah menentang kesewenang-wenangan sang kaisar.

Namun demikian, Kaisar Yang malah kembali mengirim pasukan ke Korea untuk ketiga kalinya tahun 614. Ketika Jenderal Lai Hu’er tiba di Sungai Liao, Goguryeo menyerah, sebagai tanda penyerahan itu mereka menyerahkan Husi Zheng, salah seorang pengikut Yang yang kabur ke Goguryeo. Kaisar pun membatalkan kampanye militernya, tetapi ketika ia kembali menuntut penghormatan pada dirinya, Raja Yeong-yang mengabaikan tuntutan itu sehingga Kaisar Yang berencana untuk mengirim ekspedisi ke-empat, tetapi hal ini tidak pernah terlaksana. Pada musim gugur 615, ketika kaisar mengunjungi Yanmen (sekarang Xinzhou, Shanxi), putra Qimin Khan yang telah menggantikannya, Shibi Khan, Ashina Duojishi, yang tidak senang dengan tindakan Kaisar Yang yang melemahkan sukunya dengan taktik adu domba, melakukan serangan dadakan terhadap Yanmen dan mengepung kota itu. Pasukan Sui yang sebagian besar masih setia pada kaisar segera menuju ke Yanmen untuk membebaskan kota itu. Kaisar menjanjikan hadiah besar bagi mereka yang menolongnya. Namun setelah mereka berhasil menghalau musuh, kaisar malah mengingkari janjinya sehingga menimbulkan kekesalan di kalangan militer.

Pecahnya Kekaisaran Sui

sunting

Karena semakin meluasnya pemberontakan petani di wilayah utara Tiongkok, Kaisar Yang tidak kembali ke Chang’an maupun Luoyang. Bersama keluarganya ia mengungsi ke Jiangdu (sekarang Yangzhou, Jiangsu) pada musim gugur 616. Dengan mengungsinya kaisar dari Luoyang ke Jiangdu, kaum pemberontak di sekitarnya berkoalisi di bawah pimpinan Li Mi, mantan ahli strategi Yang Xuan’gan, yang dianggap calon kaisar masa depan oleh sebagian besar pemimpin pemberontak utara. Namun Li, tidak pernah berhasil mencaplok Luoyang ataupun mengklaim gelar kekaisaran bagi dirinya.

Sementara itu, Jenderal Yang Yichen sedang berjuang mati-matian memadamkan pemberontakan di utara Sungai Kuning dan ia berhasil meraih banyak kemenangan gemilang. Namun sayangnya, Kaisar Yang dan perdana menterinya, Yu Shiji malah iri dengan prestasi dan jasa-jasa Yang. Sehingga Yang dipanggil pulang dengan dalih untuk menerima promosi, tetapi yang didapat adalah penonaktifan dirinya. Yang meninggal tak lama kemudian dalam kesedihan. Dengan tidak adanya jenderal yang mampu, aktivitas pemberontak di utara Sungai Kuning semakin merajarela dan tak terkendali, pemimpin terkuat di wilayah itu adalah Dou Jiande.

Hingga tahun 617, sejumlah pemimpin pemberontak baik pemberontak petani maupun mantan jenderal Sui, telah menguasai wilayah yang cukup signifikan, antara lain:

  • Du Fuwei, pemberontak petani, menguasai wilayah selatan Anhui
  • Gao Kaidao, pemberontak petani, menguasai hampir seluruh wilayah utara Hebei
  • Liang Shidu, pemberontak petani, menguasai wilayah tengah Mongolia Dalam dan mengangkat dirinya sebagai Kaisar Liang
  • Li Gui, mantan pejabat Sui, menguasai wilayah tengah dan barat Gansu dan mengangkat diri sebagai Pangeran Liang.
  • Li Yuan, mantan pejabat Sui dan sepupu kaisar, menguasai wilayah tengah Shanxi dan belakangan mengangkat cucu kaisar Yang You, Pangeran Dai, sebagai kaisar di Chang’an.
  • Lin Shihong, pemberontak petani, menguasai Jiangxi dan Guangdong, serta mengangkat diri sebagai Kaisar Chu.
  • Liu Wuzhou, pemberontak petani, menguasai wilayah utara Shanxi dan mengangkat diri sebagai Dingyang Khan.
  • Luo Yi, mantan jenderal Sui, menguasai wilayah Beijing.
  • Xiao Xi, mantan pejabat Sui dan cucu Kaisar Xuan dari Liang Barat, menguasai Hubei, Hunan, dan Guangxi, mengangkat diri sebagai Kaisar Liang.
  • Xue Ju, pemberontak petani, menguasai wilayah timur Gansu dan barat Shaanxi, mengangkat diri sebagai Pangeran Penakluk Qin Barat.
  • Zhu Can, mantan pejabat Sui, mengacau bersama pasukannya di wilayah selatan Henan dan tenggara Shaanxi, mengangkat diri sebagai Pangeran Jialuolou dan kemudian Kaisar Chu.

Beberapa pemimpin pemberontak tersebut, termasuk Li Yuan, Liu Wuzhou, Gao Kaidao, Liang Shidu, dan Dou Jiande pernah menyatakan menyerah dan menerima bantuan militer dari Tujue Timur. Tahun 617, Li Yuan mencaplok Chang’an dan mengangkat cucu kaisar, Yang You sebagai Kaisar Gong dan menjadikan Kaisar Yang sebagai mantan kaisar (太上皇,Taishang Huang), sementara Li sendiri menjadi wali dengan gelar Pangeran Tang. Deklarasi ini tidak diakui oleh sebagian besar wilayah Sui yang masih menganggap Kaisar Yang sebagai kaisar yang sah.

Kematian Kaisar Yang, runtuhnya Sui dan berdirinya Tang

sunting

Kaisar Yang merasa dirinya aman-aman saja di bawah perlindungan pasukan elit Xiaoguo di Jiangdu, padahal keadaan negara saat itu sudah semakin gawat. Ia tidak terlalu peduli untuk menangani pemberontakan dan hanya mengirim Jenderal Wang Shichong ke Luoyang untuk mempertahankan kota itu dari serbuan pasukan Li Mi. Kaisar bahkan tidak berniat untuk kembali ke utara dan bermaksud memindahkan ibu kota ke Danyang (sekarang Nanjing, Jiangsu), di wilayah selatan Sungai Yangtze. Namun anggota pasukan Xiaoguo yang sebagian besar berasal dari utara dan mengkhawatirkan keluarga mereka disana, mulai melakukan desersi, mereka yang tertangkap dikenai hukuman berat. Keresahan melanda tubuh pasukan elit itu sehingga para perwiranya berkomplot untuk melakukan kudeta, mereka mendukung Yuwen Huaji, Adipati Xu (putra Yuwen Shu) sebagai pemimpin kudeta. Musim semi 618, mereka melaksanakan rencana itu dan membunuh Kaisar Yang. Kemudian Yuwen mengangkat keponakan Kaisar Yang, Yang Hao, Pangeran Qin sebagai kaisar boneka, dan ia sendiri sebagai walinya. Ia lalu bertolak dari Jiangdu ke utara bersama pasukan Xiaoguo untuk memerangi pemberontak.

Kabar kematian kaisar segera menyebar ke seantero wilayah Tiongkok. Di Chang’an, Li Yuan meresponnya dengan menuntut Kaisar Gong menyerahkan tahta padanya, ia mendirikan dinasti baru, Dinasti Tang, dengan dirinya sebagai kaisar pertama. Sementara di Luoyang, tujuh orang pejabat terkemuka mengangkat cucu lain Kaisar Yang, Yang Tong, Pangeran Yue, sebagai kaisar dan ia diakui sebagai kaisar yang sah oleh sebagian besar pos militer yang masih setia pada Sui. Li Mi yang posisinya terjepit antara pemerintah Sui di Luoyang dan pasukan Yuwen yang sedang menuju utara, untuk sementara menjalin persekutuan dengan pemerintah di Luoyang dan mengakui Yang Tong sebagai pemimpin yang sah. Setelah Li mengalahkan Yuwen, Wang Shichong yang menentang persekutuan itu, mengambil alih kekuasaan dan menjadi wali atas Yang Tong, dengan demikian persekutuan dengan Li Mi putus. Pada akhir tahun itu, Wang melakukan serangan dadakan terhadap Li, Li yang kalah terpaksa melarikan diri ke wilayah Tang. Tahun berikutnya ia mencoba berontak dan dikalahkan pemerintah Tang, lalu dihukum mati.

Di tempat lain, Xue Ju telah wafat pada awal 618 dan digantikan oleh putranya, Xue Rengao. Li Shimin, Pangeran Qin, putra Li Yuan, mengalahkan dan membunuh Xue, seluruh wilayah kekuasaannya pun dianeksasi oleh Tang. Pada saat yang sama, Dou Jiande mengkonsolidasikan wilayahnya di utara Sungai Kuning, ia mengalahkan dan menghukum mati Yuwen yang telah meracuni Yang Hao dan mengangkat dirinya sebagai Kaisar Xu, tetapi Dou tidak pernah berhasil mengalahkan Luo Yi. Luo sendiri akhirnya menyerah pada pemerintah Tang. Sementara Zhu Can menghadapi perlawanan sengit dari rakyat yang membenci kekejamannya, ia mempertimbangkan antara menyerah pada Yang Tong di Luoyang atau pada Dinasti Tang, dan akhirnya ia memilih pilihan pertama. Pada musim panas 619, Wang menggulingkan Yang Tong dan mendirikan dinastinya sendiri, Dinasti Zheng, dengan dirinya sebagai kaisar.

Penyatuan kembali di bawah Tang

sunting

Sementara di Gansu, Li Gui dikudeta oleh bawahannya, An Xinggui dan diserahkan pada Tang. Tang sendiri sedang menghadapi ancaman dari front lain, dimana Liu Wuzhou melakukan ekspansi ke selatan dan merebut sebagian besar wilayah Shanxi yang adalah milik Tang sehingga ibu kota Tang, Chang’an terancam. Di wilayah bawah Sungai Yangtze, yang juga bergolak sejak kematian Kaisar Yang, terjadi perebutan kekuasaan tiga tokoh penting disana. Mereka adalah: Shen Faxing, mantan pejabat Sui, yang mengangkat diri Pangeran Liang dan menguasai sebagian besar wilayah selatan Sungai Yangtze; Li Zitong, pemimpin pemberontak, yang menguasai Jiangdu dan sekitarnya dan mengangkat diri sebagai Kaisar Wu; dan Du Fuwei, yang menyerah pada Tang dan menerima gelar Pangeran Wu.

Pada akhir 619, Li Shimin melakukan serangan balasan terhadap Liu Wuzhou. Pada musim panas 620, ia berhasil mengalahkan Liu. Liu kabur ke wilayah Tujue Timur dan wilayahnya jatuh ke tangan pemerintah Tang. Setelah mengalahkan Liu, Li mengalihkan sasarannya ke Kerajaan Zheng pimpinan Wang Shichong. Ia memimpin pasukannya ke ibu kota Zheng, Luoyang dan mengepungnya, banyak kota-kota Zheng menyerah pada Tang sehingga Wang terpaksa meminta bantuan pada Kerajaan Xia pimpinan Dou Jiande. Dou yang walaupun secara pribadi tidak menyukai Wang, berpikir, bila Tang berhasil mengalahkan Wang, wilayahnya akan terancam dan menjadi sasaran berikutnya. Maka, Dou memimpin pasukannya ke Luoyang untuk membebaskan kota itu. Pada saat yang sama, Du Fuwei (yang telah berganti marga menjadi Li atas anugerah Kaisar Gaozu) berhasil mengalahkan Li Zitong yang baru mengalahkan Shen Faxing dan memaksanya bunuh diri. Li mencaplok bekas wilayah Shen sementara bekas wilayahnya sendiri dicaplok oleh Li Fuwei di bawah panji Dinasti Tang.

Musim gugur 621, Li Shimin menahan pasukan Dou yang menuju ke Luoyang di Terusan Hulao untuk mencegah mereka bergabung dengan pasukan Zheng. Dalam Pertempuran Hulao, Li mengalahkan Dou dan menangkapnya. Dengan tidak adanya bala bantuan, Wang terpaksa menyatakan menyerah. Kaisar Gaozu menjatuhkan hukuman mati terhadap Dou dan hukuman pengasingan terhadap Wang, tetapi ketika dalam penahanan untuk menanti dikirim ke tempat pengasingan ia dibunuh oleh Dugu Xiude, yang menaruh dendam padanya karena ayahnya dibunuh Wang. Wilayah Wang dan Dou dianeksasi Tang, tetapi pada akhir tahun itu bekas wilayah Dou berontak di bawah pimpinan Liu Heita, seorang jenderal Dou yang mengangkat dirinya sebagai Pangeran Handong. Pemberontakan ini diikuti oleh Xu Yuanlang, pemimpin pemberontak dari Shandong yang pernah menyerah pada Zheng dan Tang, ia mengangkat dirinya sebagai Pangeran Lu.

Pada tahun itu juga, Jenderal Li Xiaogong, Pangeran Zhao, sepupu Kaisar Gaozu, menyerang Kerajaan Liang pimpinan Xiao Xi, ia mengepung ibu kota Liang, Jiangling (sekarang Jingzhou, Hubei). Xiao yang berhasil dikelabuhi siasat Jenderal Li Jing, tidak menyadari bahwa bala bantuan sedang mendekat, menyerah dan sebagian besar wilayahnya jatuh ke tangan Tang dan sebagian lainnya pada Lin Shihong. Pada saat hampir bersamaan, Li Fuwei berhasil mengalahkan Li Zitong dan memaksanya menyerah, wilayahnya pun dikuasai oleh pemerintah Tang.

Musim semi 622, Li Shimin berhasil mengalahkan Liu Heita dan memaksanya kabur ke wilayah Tujue. Namun Liu kembali ke Tiongkok akhir tahun itu dengan bala bantuan dari Tujue dan berhasil merebut kembali bekas wilayah Xia. Musim dingin tahun itu, Liu kembali menerima kekalahan, kali ini dari kakak Li Shimin, putra mahkota Li Jiancheng. Pada musim gugur 623, Liu yang dalam pelarian, dikhianati oleh bawahannya, Zhuge Dewei, yang meringkus dan menyerahkannya pada Li Jiancheng yang lalu menghukum mati Liu. Dengan kematian Liu, Xu Yuanlang yang telah berkali-kali dikalahkan pasukan Tang, kabur dan akhirnya dibunuh dalam pelariannya. Lin Shihong meninggal pada tahun 622, sepeninggalnya kerajaannya tercerai-berai dan satu-persatu wilayahnya menyerah pada Tang. Maka hingga saat itu rezim separatis yang tersisa tinggal Liang Shidu dan Gao Kaidao, sebagian besar Tiongkok telah dipersatukan di bawah Dinasti Tang.

Musim gugur 623, salah satu letnan Li Fuwei bernama Fu Gongshi memberontak di Danyang, ia mengangkat diri sebagai Kaisar Song dan menguasai daerah bekas kekuasaan Li. Tahun berikutnya ia dikalahkan dan dibunuh oleh Li Xiaogong dan wilayahnya kembali dikuasai Tang. Sementara itu Gao dikudeta oleh bawahannya, Zhang Jinshu, dan melakukan bunuh diri. Kerajaan Yan yang didirikannya juga dianeksasi oleh Tang. Liang Shidu yang aman dalam perlindungan Tujue Timur terus bertahan dari Tang yang sering mengalami gangguan dari serbuan suku barbar itu.

Tahun 626, terjadi Kudeta di Gerbang Xuanwu yang merupakan puncak perselisihan antara Li Shimin dengan kakaknya, Li Jiancheng. Li Shimin membunuh Li Jiancheng dan adiknya, Li Yuanji yang mendukung kakaknya, lalu memaksa ayahnya mengangkatnya sebagai pewaris tahta. Setelah ayahnya mengundurkan diri bulan berikutnya, Li naik tahta sebagai Kaisar Tang Taizong. Kini situasi mulai berbalik, Tujue Timur dilanda konflik internal karena perselisihan antara Jiali Khan, Ashina Duobi (adik Ashina Duojishi) dan Tuli Khan, Ashina Shibobi (putra Ashina Duojishi). Mereka kini tidak sanggup lagi melindungi Liang Shidu dari serbuan Tang yang mengepungnya. Liang Luoren, sepupu Liang, membunuhnya dan menyerahkan diri pada Tang. Seluruh Tiongkok kini telah dipersatukan oleh Dinasti Tang. Pada masa pemerintahan Taizong pula Tiongkok mencapai masa keemasannya, tentaranya ditempatkan di perbatasan membuat gentar bangsa-bangsa barbar, budaya dan ekonomi berkembang pesat sehingga menarik bangsa-bangsa lain untuk membuka hubungan diplomatik dan belajar dari Tiongkok.